Perasaan Subin dari pagi tadi sedikit aneh.
Sekarang, anak itu sedang menbolak-balik nasi gorengnya dengan wajah suntuk karena Bang Jebi sedang khotbah tentang jadwal kerja bakti membereskan kebun besok minggu.
"Bin, kamu kenapa?"
Tidak perlu ditebak lagi, Mbak Nana yang sedari tadi memperhatikan tingkan Subin yang tidak biasa itu, akhirnya menanyakan dengan suara kecil, takut kedengeran Jaebeom.
Subin hanya menggeleng. "Nggak tau, Mbak. Cuma nggak bagus aja moodnya."
Nayoung mengangguk-angguk, lalu kembali terfokuskan pada Jaebeom yang mulai menyadari si adik tidak mendengar perkataannya tadi.
"Yaudah deh, besok Sabtu diomongin lagi," pernyataan dari Bang Jebi ini sekaligus mengakhiri sesi khotbah dadakan. Bersamaan dengan itu, seluruh pengikut acara menghembuskan nafas lega.
"Yaudah kalo gitu. Nay, kuy capcusss!" Tanpa basa-basi lagi, Youngmin langsung bangkit dari kursinya dan menyambar tasnya.
"Eh, gue beresin piring dulu!"
Paca mencak-mencak karena dirinya sekarang sedang terburu-buru. "Ah, biar Bang Jebi aja, gue buru-buru ini!"
"Kenapa sih?! Emang ada-- Oh!" Nana mengurungkan kejengkelannya begitu menyadari sesuatu. "Rapat besar ya?"
Seperti yang diduga, kembarannya mengangguk, "Iya, makanya ayo cepetan biar kursi gue nggak diincer orang."
Paca langsung ngacir keluar tanpa menunggu lagi.
"Buset, kaya anak kuliah aja pake booking-booking kursi segala," celetuk Sejun. Dayoung ikut tertawa karena muka Youngmin tadi panik banget dan baginya yang jarang-jarang liat abangnya kaya gitu itu lucu.
"Dia takut kursi di sebelah Eunbi direbut orang sebenernya," jelas Nayoung tanpa diminta. "Bang, ini gapapa?"
"Iya gapapa, lo cabut sekarang aja, keburu Paca nyemburin api panas dari mulutnya."
Barusan Bang Jebi selesai ngomong, beneran aja suara si Paca kedengeran dari luar.
"NAA!!! BURUUU!!!!"
"IYAA!! Ih dasar, bukannya ditembak kek dilamar, dideketin mulu-- berangkat duluan yaa! Jun, sepatunya--"
"Iya, Mbak. Buruan keluar nanti Mas Paca keburu ngambrukin rumah."
Nayoung lantas melambaikan tangan untuk terakhir kali sambil setengah berlari. Tak lama, suara mesin motor berangsur-angsur menghilang.
"Jun, lo ngapain aja di kantor sampe sepatu lo jebol begitu??"
Sejun hanya meringis ketika Jaebeom mengembalikan topik sepatu Sejun yang jebol solnya kemarin siang. Alhasil, seharian dia malah pake sendal di kantor.
"Nggak tau, Bang. Kayanya protes gara-gara setahun nggak pernah dipake, tiba-tiba dipake kerja lama banget," katanya sambil sibuk membersihkan sepatu kets kesayangannya. "Atau jangan-jangan... Ini konspirasinya si lala?"
"Lala siapa?"
"Ini," jawab Sejun sambil menunjukkan sepatu ketsnya.
"Ampunnn," keluhnya. "Udah deh mending lo cepetan bersihin si lala terus berangkat kerja. Pusing gue liat tingkah lo."
"Yaelah, gitu amat," gumam Sejun. Beres memakai sepatu, ia langsung keluar, sebelumnya ya pamit dulu dong sama abang dan adek-adeknya, lalu menyalakan motor yang sudah dipanasin tadi pagi-pagi buta dan berangkat menuju kantornya. Sisa Bang Jebi dan dua bontot di rumah.
Jaebeom baru bertanya-tanya dalam hati apakah Dayoung mau diantar olehnya atau tidak ketika Subin muncul dari kamar dan langsung ngomong tanpa permisi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Kita [Lim's]
FanfictionDi rumah no. 46 dengan pohon rambutan di halamannya, the story begin Lim's family Semi-baku, some harsh words, crack pairs ☑️ Jalan cerita berkelok-kelok ☑️ Typos ☑️☑️☑️ Welcome to our unexpected universe!