Ketemu

87 16 0
                                        

Di dalam mobil itu, terdapat Karina yang nampak bersenandung kecil, Dayoung yang duduk malas di kursi belakang sambil menatap tajam dua orang di kursi depan, dan Subin yang duduk di belakang kemudi. Nampaknya saja dia menyetir dengan tenang, namun pikirannya sangat sibuk. Semua berawal dari Karina yang menariknya paksa dan juga memaksanya pulang bersama.

"Kenapa lo nggak bilang dulu ke gue?"

Inilah pertanyaan pertama yang dilontarkan Dayoung. Mukanya langsung sangar banget begitu melihat Karina sudah duduk di kursi penumpang sebelah Subin.

Subin mendesah kesal. "Lo kira gue tau bakal begini?" Dia sedikit mendekat agar suaranya tidak sampai ke orang yang tengah dibicarakan. "Itu orang juga nyeret-nyeret gue kaya lagi nyeret kancil abis nyolong timun, tau nggak?!"

Dayoung langsung mengkeret karena nada suara Subin. "I-iya udah nggak usah deket-deket juga kali.."

"HEI, AYO CEPETAN CABUT! GUE UDAH DICARIIN MAMA NIH KAK!!"

Suara teriakan Karina yang tidak malu-malu itu mengalihkan perhatian keduanya. Sekaligus orang-orang yang ada di sekitar parkiran mobil.

"Ck, ngerepotin," gumam Dayoung. "Yaudah, cabut! Sebelum satu kampus ngeliatin kita kaya ngeliatin tim Termehek-Mehek."

Subin hanya bisa pasrah saja dengan keadaan ini. Apalagi sekarang belum ketemu juga belokan ke kompleks rumah Karina.

"Lo sebenernya punya rumah nggak sih? Dari 30 menit yang lalu kita nggak nemu-nemu juga jalannya??" Celetuk Dayoung yang mulai tidak tahan lagi. Sekarang sudah sore, sebentar lagi pukul 5 sore.

Karina melirik ke belakang, ikut kesal, "Siapa suruh tadi pake kelewatan belok?" Ia memberikan pelototan pada Subin yang diam tidak berkutik.

"Ya elo ngasih taunya telat!" Dayoung menggantikan Subin menjawab, saking sebalnya dan laparnya.

Barulah Karina melunak. "Iya maaf deh. Dua belokkan lagi sampe kok."

Semua yang ada di dalam mobil itu merasakan frustasi dan kelaparan yang luar biasa. Dari jam 2 siang sampai jam 5 sore, naik mobil sampe nyasar kaya sekarang. Subin bertanya-tanya ada apa sebenarnya dengan hari ini.

Benar kata Karina, setelah dua belokan, akhirnya mereka sampai di depan pagar rumahnya yang besar.

"Makasih ya Kak Subin. Aku duluan!"

Karina cepat-cepat membuka pintu dan kabur dari mobil, bahkan sebelum Subin mendengar kata terima kasihnya. Dayoung mendengus jengkel.

"Anjir, gue nggak dianggep dong!"

"Udah, buruan maju sini. Kita makan duluan aja, gue mulai pusing."

Dayoung langsung turun dan pindah ke kursi penumpang. Dipandanginya Subin yang masih mengurut-urut dahinya. "Perlu digantiin nggak?"

Subin menoleh ragu, "Emang bisa nyetir?"

"Nggak." Jawabnya polos.

Ia mendengus, "Yang ada kita pulang ke akhirat."

"Yah, gue 'kan basa-basi," gadis itu membela dirinya sendiri. "Ya walau emang membahayakan sih."

"Gue masih bisa nyetir kok," Subin meyakinkan gadis itu. Ya ketauan juga sih kalau sebenarnya Dayoung mencemaskan keadaannya setelah dia bilang sedang pusing. "Gue pelan-pelan."

Tidak ada pilihan lain, Dayoung mengangguk saja. Mereka berjalan dalam kecepatan rendah, motor saja sampai berkali-kali nyelip, dan berkali-kali kena klakson mobil lain.

"Ah elah kagak sabaran banget deh!" Dayoung mulai ngedumel sendiri. "Gue konfrontasi aja kali ya?"

"Heh! Gausah aneh-aneh!" Subin panik seketika saat Dayoung menurunkan kaca mobil. "Mending lo liatin pinggir jalan ada makanan apa kek biar kita cepet berhentinya, bukannya ngajak tawur orang."

Rumah Kita [Lim's]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang