Bungsu

236 37 5
                                        

Namanya Subin, tapi dia berbeda sama saudara-saudaranya.

Dia anak terakhir di keluarganya, kakak-kakaknya punya ayah yang beda dengannya, makanya marganya bukan Lim.

Ibu mereka bercerai dari ayah kakak-kakaknya, lalu menikah lagi dengan ayah kandungnya. Tak lama, ia lahir ke dunia.

Dari kecil, Subin sudah tahu kenyataan bahwa mereka bukan saudara sepenuhnya. Dia sering menjaga jarak dengan kakak-kakaknya, hanya Sejun yang notabenenya paling dekat umurnya dengan dirinya saja yang berani mendekatinya. Dulu Sejun sangat rewel di dekatnya, makanya dia tidak punya pilihan lain selain meladeni kakaknya.

Hubungannya dengan dua kakak kembarnya juga tidak mulus. Terkadang dia merasa canggung dengan Nayoung, atau bingung mau ngobrol apa dengan Youngmin. Tapi seiring waktu, dia mulai membuka diri. Masalah darah bukan menjadi masalah lagi di jaman sekarang.

Tinggal Bang Jebi aja. Kakaknya yang paling tua ini dulu sering terlihat seperti tidak nyaman bersamanya. Mungkin karena masih kecil, yang Jaebeom juga belun tahu harus bagaimana, yang Subin-nya juga minder. Jadinya sama-sama menghindar.

Sampai Subin masuk kuliah sekarang, hubungan mereka belum menunjukkan peningkatan berarti.

Hari itu, Subin ada latihan futsal. Setelah selesai latihan, dia mengelap keringat dari wajahnya dan mengangganti kaosnya yang basah. Ponselnya bergetar saat Subin sedang menegak air mineral.

"Woy, duluan ya Bin!"

Subin melambaikan tangannya pada yang lain, lalu memfokuskan perhatiannya pada layar ponsel. Satu pesan masuk dari kakaknya.

Mbak Nana
Bin, kamu latihan kan?
Tungguin Mbak dong.

Pasti kakaknya barusan pulang dari kantor. Mbak Nayoung akan melewati tempatnya biasa latihan. Ia mengetik balasan pada kakaknya dan segera membereskan barang-barangnya, lalu menenteng tasnya keluar.

Sepuluh menit, kakaknya muncul dari ujung jalan.

"Subin!"

Ia langsung menoleh saat suara Mbak Nana terdengar olehnya. Nayoung datang dengan tas kerja di satu pundak dan rambut yang sedikit mencuat dari ikatannya, padahal tadi pagi rapi banget.

"Nggak lama kan nunggunya?"

Subin menggeleng, mengantongkan ponsel dan earphonenya.

"Laper nggak? Makan dulu yuk, Bin." Tawar Nayoung. "Mbak laper banget."

Lagi-lagi Subin mengangguk saja dan mengekori Nayoung yang sudah memilih akan makan apa.

"Pengen anget-anget. Kamu suka dimsum juga kan, Bin? Nanti bungkusin buat abang-abangmu deh."

Mereka masuk ke kedai kecil di pinggir jalan. Subin langsung duduk, sedangkan Nayoung kembali ke depan untuk memesan menu makanannya. Selesai membayar, Nayoung kembali ke meja yang sudah Subin tempati.

Nayoung hanya memperhatikan Subin, sesekali mengalihkan ke jalanan agar tidak membuat Subin risi. Ia menghela nafas.

Ponselnya bergetar. Matanya langsung menangkap notif yang masuk. Ah, pesan dari Youngmin.

Paca Jelek
Oy, cepet balik.
Laper ini.
Subin sama lo?

Iya, ini lagi duduk depan gue.
/Send pict/
Ganteng ya adek gue?

Paca Jelek
Iyalah, adek gue.
Lo makan duluan??! Wah parah

Laper berat gue.
Gue bawain dimsum.

Rumah Kita [Lim's]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang