Bab 42: Berita Kehilangan

159 21 10
                                    

Annisa mematut diri Fatir yang tengah bersandar pada motornya. Laki-laki itu menunduk, tatapannya tertuju pada ujung sepatu. Ia tersenyum gemas, melangkah mendekati Fatir yang wajahnya nampak datar.

Sikap tak terduga Fatir tadi itu sukses membuat Annisa, Darren dan Dicky canggung sendiri. Bagaimana tidak? Fatir minum dari tangannya dan dari gelasnya tanpa memperdulikan Darren dan Dicky. Laki-laki itu memang penuh kejutan.

"Cie, cemburu." Annisa berdiri di hadapan Fatir, mengangkat dagu laki-laki itu untuk menatap wajah datarnya itu.

Lantas Fatir mendengus, "Biasa aja." katanya. Annisa mendecih, tidak percaya. Bahkan, orang yang punya tingkat kepekaan rendah pun bisa menyimpulkan bahwa Fatir cemburu. Karena sikap Fatir tadi sudah menunjukan semuanya.

"Serius?" satu alis Annisa terangkat, meledek Fatir.

"Menurut kamu?"

"Kamu?" kali ini, Annisa tak kuasa untuk tidak tersenyum. Ia mengulang kata yang Fatir ucapkan. Menyadari bahwa Fatir mengubah kosakatanya.

Fatir berdiri tegak, menatap Annisa dan menangkup wajah gadis itu.

"You're mine." ucap laki-laki itu pelan sembari membuang muka. Menyembunyikan malu karena kentara cemburu. Annisa menggigit bibir, menahan senyumnya di sana. Tidak menyangka Fatir bisa sangat posesif.

Ternyata seperti ini rasanya ketika perasaanmu berbalas. Menyenangkan. Terlalu indah, seakan tidak ada kata yang bisa digunakan untuk mendeskripsikannya.

Annisa berjinjit, dia balas menangkup wajah Fatir dengan tangannya. Tersenyum, seraya berkata,

"And i'm yours."

Fatir hanya diam. Dia hanya menatap gadisnya tepat di bola mata. Ada hangat yang menyelimutinya hanya karena sebuah kata. Jadi begini rasanya benar-benar dicintai? Rasanya... menenangkan.

Entah kenapa pipi Fatir terasa panas. Dan otot-otot di bibirnya bergerak menciptakan senyum paling tulus. Annisa berhasil membuat Fatir jatuh tanpa pernah benar-benar gadis itu sadari.

***

Memang perasaannya saja atau pagi ini benar wajahnya nampak berseri? Padahal semalam ia tidak bisa nyenyak tidur. Sikap posesif Fatir selalu menyelinap masuk dalam otaknya dan membuat kupu-kupu dalam rongga dadanya mengepakan sayap.

Ia mematut dirinya di cermin. Hari kedua menjadi pacar Fatir. Laki-laki itu bilang akan menjemput Annisa pagi ini. Dan memikirkan bagaimana nanti Juni dan Myla kaget mendengar gayungnya bersambut, Annisa yakin teman-temannya itu akan takjub.

Jam sudah menunjukan pukul 06.10 pagi. Ia sudah rapih berbalut seragam dan sepatu. Lantas turun menuju ruang tamu menunggu Fatir-nya datang menjemput. Sebentar lagi pasti laki-laki itu tiba, sebab Fatir bilang di telepon subuh tadi ia akan datang maksimal 06.15.

Tepat selangkah lagi ia duduk di sofa, ponselnya berdering panjang. Menampakan nama Suster Ghina terpampang di layar.

"Tumben." ujarnya. Heran karena tidak biasanya Suster Ghina menelepon pagi-pagi begini.

Tanpa pikir panjang ia langsung menerima panggilan itu.

"Hallo, Sus. Kenapa?"

Detik pertama yang ada hanya helaan napas. Hening yang membuat Annisa menautkan alis dalam.

"Sus..." panggilnya lagi.

"Fatir..." terdengar deheman Suster Ghina di seberang sana sebelum wanita itu berhasil membuat jantungnya mencelos dari tempatnya. Membuat tengkuknya panas dan ia gemetar.

MorphineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang