Dapat ia lihat orang yang berdiri di hadapannya kini terbahak. Seakan apa yang ia katakan beberapa detik yang lalu adalah sebuah lelucon.
"Lo pasti bercanda. Ya, kan?" tanya gadis ini di sela-sela tawa. Detik selanjutnya wajahnya berubah serius menyadari atmosfer keseriusan yang menguar mengubah suasana.
Ia menatap gadis ini yang baru saja berhenti tertawa, menatapnya nanar seperti tidak percaya.
"Karena selama ini lo percaya gue boleh, kan memuji diri sendiri? Karena ternyata akting gue sebagus itu." ujarnya, senyum kirinya terangkat naik. Menatap tajam gadis di hadapannya.
"Lo ngelantur apa gimana? Plis, deh. Jangan main-main." dapat ia dengar suara gadis ini bergetar. Namun Ia menyembunyikan getar itu sebaik mungkin.
Ia menghela napas, sebisa mungkin tidak gagal memasang wajah tegar. Mengatakan paradoks yang tidak sama sekali pernah ia inginkan. Bagaimana mungkin Ia melepaskan matahari yang menghangatkan dunianya beberapa bulan ini? Bagaimana bisa Ia membiarkan gadis ini pergi dari hidupnya setelah sang gadis menyerahkan diri padanya secara cuma-cuma?
Ia tertawa, keras. Tawa yang tidak menggambarkan apa yang sebenarnya ia rasakan. Tawa ini hanya topeng. Lagi pula apabila hubungan ini dilanjutkan, Ia hanya akan menyeret mataharinya itu untuk secepatnya meledak lalu dunianya kiamat.
"Cewek kayak lo punya kelebihan apa sampai gue beneran mau sama lo?" katanya sarkas. Namun faktanya, setelah kalimat ini terlontar, ada ribuan belati yang membelah dadanya.
Gadis ini mendecih dengan air mata yang sudah menenggelamkan kelopak matanya. Sekali saja dia berkedip, air mata itu akan secepatnya terjun bebas.
"Gue nggak ngerti maksud lo apa."
"Dari awal gue nggak pernah punya perasaan apa-apa sama lo. Gue cuma mau gunain lo untuk ngejauhin cewek itu dari hidup gue. Udah. Sisanya, semua itu palsu. Udah dapet kesimpulannya, kan?"
"Kesimpulan apa, sih?!" bentaknya. Menyingkirkan tangan-tangan realita yang menamparnya keras.
Ia berdecak kesal. Bisa-bisanya gadis ini begitu mempercayainya? Dan bisa-bisanya ia justru malah merusak kepercayaan itu. Mungkin, julukan brengsek yang dulu sering gadis ini katakan untuknya itu benar, itu fakta.
Ia memang brengsek!
"Biar gue kasih tahu." lagi-lagi ia menghela napas. Memulai hitungan mundur dimana dunianya akan segera hancur.
"Kita selesai."
Kemudian ia berbalik, meninggalkan gadis itu tanpa memberinya kesempatan untuk bicara. Dan semesta adalah saksi bisu, bahwa tiap ayunan langkah yang membawanya menjauh dari gadis itu, tiap itu pula dunianya seperti dipukul.
Hancur lebur, lalu berantakan.
Hallo!
Selamat datang di MORPHINE!
Gimana? Masih bingung, kan? ><
Semoga kamu penasaran dengan pembuka dari kisah ini. Karena kalo kamu penasaran, kamu jadi nggak sabar untuk baca kelanjutannya, hehe.
Selamat tenggelam dalam kisah Fatir dan Annisa. Semoga cepat jatuh cinta, ya❤
With love,
Yurlita🌻
KAMU SEDANG MEMBACA
Morphine
Teen FictionLaki-laki pertama yang mencuri ciuman pertama Annisa Celesta si gadis bar-bar adalah si pemabuk Fatir Hugo Mahendra. Seorang laki-laki yang berpacaran dengan primadona sekolah bernama Megan. Akibat ciuman itu Annisa sangat membenci Fatir. Berbeda de...