Bab 7: Hal yang Tidak Bisa Kamu Hapus

199 21 5
                                    

Sejak tadi Megan menunggu di parkiran motor. Tepat ketika matanya menangkap sosok Fatir yang tengah berjalan ke arahnya, dia tersenyum lebar lantas menghampiri laki-laki itu yang terlihat datar.

"Kamu kenapa?" tanya Megan. "Aku nggak nyangka ternyata foto yang kesebar itu cepet banget jadi viral." kata Megan, terdengar berita itu seperti bukan masalah untuknya.

"Kamu tahu siapa yang nyebarin foto itu?"

Megan mengangkat bahu acuh, "Nggak. Dan nggak peduli. Bagi aku dengan kamu ngelakuin itu, berarti tandanya kamu masih sayang sama aku." Megan mencolek lembut hidung Fatir. See, Fatir merasa ini semua gila!

Fatir terkekeh pelan, lucu rasanya. Ada bagian di dalam dirinya yang meneriakkan bahwa apa yang sedang terjadi adalah salah. Namun ada sisi lain dalam dirinya yang menyatakan itu bukan masalah besar. Ia bahagia melihat Megan bahagia.

"Gimana perasaan kamu sekarang?" tanya laki-laki itu.

"Maksudnya?"

"Tentang foto itu."

"Hmm, biasa aja. Nggak ada masalah. Aku cuma seneng aja." kata Megan. "Ya udah yuk. Kita ke bioskop, aku mau nonton."

Fatir mengangguk patuh, Ia menaiki motornya disusul dengan Megan di belakang. Sekali Fatir menghela napas. Seperti ada yang aneh dalam dirinya. Rasanya... berat sekali. Entah karena apa.

"Itu Megan sama Fatir masih bareng, kok. Terus kenapa...Annisa?"

"Jadi bisa disimpulkan kalo Annisa itu pelakor. Ya, nggak, sih?"

"Kok bisa Megan biasa aja padahal cowoknya diganggu cewek lain?"

Dapat Fatir dengar desas-desas yang keluar dari mulut siswi, begitu jelas di telinganya. Membuat kesimpulan dalam otaknya bahwa Annisa sangat dirugikan di sini.

Dan Fatir tidak pernah ingin begitu.

Dari awal tidak seharusnya Annisa ditarik masuk ke dalam masalahnya dengan Megan. Gadis itu tidak bersalah. Mengetahui fakta itu semakin menumpuk rasa bersalahnya menjadi setinggi gunung.

"Yuk." dapat Fatir rasakan tangan Megan yang melingkar di pinggangnya. Tanpa menunggu lama menyalakan mesin motor dan melaju meninggalkan sekolah. Tapi tidak sedikitpun meninggalkan perasaan aneh di dalam rongga dadanya.

"Lo nggak tajmhu gimana orang-orang tadi natap gue, kan?! Seakan-akan dari tatapannya mereka bilang, "Lo nggak malu lo lagi ciuman sama siapa? Lo ciuman sama orang yang udah punya cewek!" dan tatapan cowok-cowok yang lihat gue seakan gue ini murahan dan mereka mau juga ada di posisi lo!"

"Kalo ada kata yang artinya lebih dari benci, itu dia gimana perasaan gue ke lo!"

Kalimat-kalimat itu terngiang-ngiang di kepala Fatir sekarang. Laki-laki itu menggeleng gusar, menepis semua kalimat yang terlontar dari mulut Annisa untuknya. Bagaimana bisa ia memikirkan Annisa saat bersama Megan? Ini gila!

Tanpa disadari, mungkin ini kehendak semesta, dalam 24 jam selanjutnya, bahkan 48 sampai 72 jam dan seterusnya, otak Fatir selalu memikirkan satu orang yang tak pernah ia duga akan menguasai segenap otaknya.

Annisa.

***

Annisa memasukan alat tulisnya ke dalam tas. Tidak peduli dengan semua tatapan yang tertuju padanya bahkan sampai detik ini. Ia menghela napas berat. Juni dan Myla masih menunggu penjelasan sahabatnya itu yang sedari tadi diam dengan mata sembab.

"You okay?" tanya Myla, menyentuh bahu Annisa lembut.

"Kenapa juga harus nggak oke?" jawab Annisa dengan pertanyaan lagi.

MorphineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang