BAB 47: Morphine

135 20 9
                                    

Mendengar apa yang Fatir katakan barusan, tak ayal membuat Annia terbahak keras. Bukan karena itu lucu, tapi karena ia berharap Fatir tidak benar-benar serius.

"Lo pasti bercanda. Ya, kan?" tanya Annisa di sela-sela tawa. Mengapa hari bahagia ini harus diakhiri dengan perpisahan? Fatir pasti bercanda.

Tawa Annisa berhenti ketika dia menyadari bahwa ekspresi Fatir tidak berubah. Wajah laki-laki itu tetap datar dengan sorot mata dingin bak belati yang menghunus Annisa tepat di jantung.

Annisa menghentikan tawanya, menghilangkan jejak-jejak senyum di sana. Ia tatap Fatir serius dengan mata yang secepatnya memanas. Tubuhnya mendadak gemetar.

"Karena selama ini lo percaya gue boleh, kan memuji diri sendiri? Karena ternyata akting gue sebagus itu." Fatir tersenyum kiri, Annisa hanya bisa menggeleng samar. Dalam hatinya berteriak lantang, ini tidak nyata, ini tidak nyata!

"Lo ngelantur apa gimana? Plis, deh. Jangan main-main." ada getar tersirat dalam suaranya. Menangis pun tidak bisa sebab jantungnya terasa seperti dipaksa berhenti.

Fatir menghela napas. Mengapa harus di malam seindah dan sebahagia ini Fatir meminta perpisahan? Ketika baru saja Annisa berharap bahwa hari di mana Annisa dan Fatir tidak menjadi 'kita' lagi tidak pernah ada di muka bumi. Dan Fatir menghancurkan harapan itu, tiba-tiba.

Napas Annisa memburu kala mendengar Fatir tertawa keras. Dia maju dan menunjuknya sembari mengatakan kalimat yang menghempaskan Annisa ke dasar jurang dan tertusuk ribuan batu-batu tajam.

"Cewek kayak lo punya kelebihan apa sampai gue beneran mau sama lo?" kata Fatir sarkas. Annisa mendecih dengan air mata yang sudah menenggelamkan kelopak matanya. Sekali saja dia berkedip, air mata itu akan secepatnya terjun bebas.

"Gue nggak ngerti maksud lo apa." ini adalah pengabaian Annisa yang kesekian kalinya. Tidak, ia mengerti. Sangat mengerti. Apa lagi yang tidak ia mengerti jika Fatir mengatakannya sejelas itu?

"Dari awal gue nggak pernah punya perasaan apa-apa sama lo. Gue cuma mau gunain lo untuk ngejauhin Megan dari hidup gue. Udah. Sisanya, semua itu palsu. Udah dapet kesimpulannya, kan?"

"Kesimpulan apa, sih?!" Annisa membentak karena lelucon Fatir sangat keterlaluan!

"Biar gue kasih tahu." Fatir menghela napas. Mengulang lagi dua kata yang membuat dunia Annisa berhenti berputar pada porosnya.

"Kita selesai." lalu tanpa mengatakan apapun lagi, Fatir melangkah pergi berlalu meninggalkan Annisa yang beberapa detik terpaku. Baru detik selanjutnya ia berbalik dan berlari menyusul Fatir yang mulai menyalakan mesin motornya, dan melaju sebelum Annisa sempat menggapai laki-laki itu.

"Fatir!" teriak Annisa dengan air mata yang sudah berderai deras. Gadis ini tidak bisa seratus persen percaya bahwa Fatir meninggalkannya hanya karena Megan. Fatir menyayanginya dan Annisa selalu meyakini itu. 

****

BRAK!

Fatir dengan cepat membanting pintu rumah lalu membaringkan diri di atas karpet putih dengan napas yang tidak beraturan. Dia memejamkan mata, berteriak sembari menjambak rambutnya sendiri.

Berkali-kali sepanjang perjalanan ia memaki diri sendiri dengan puluhan sumpah serapah karena telah membuat seorang gadis yang paling ia sayangi terluka dan patah.

Fatir berbaring menatap langit-langit dengan tangan mengepal. Satu tetes air mata turun dari samping matanya karena menahan apa yang ia rasakan sejak kemarin. Ia telah berbohong pada dirinya sendiri dan seluruh alam raya.

MorphineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang