Bruk.
Gadis ini menghembuskan napas lega tepat setelah kakinya berhasil berpijak di atas tanah tepatnya di halaman depan rumah. Sembari menjinjing sepatu boots cokelat, ia berjalan mengendap-endap ke arah pagar. Pokoknya, jangan sampai menimbulkan suara sedikit pun kalau tidak mau misi malam ini gagal total. Jangan sampai usahanya melompat dari jendela kamar sia-sia.
Gadis ini menggeser pagar rumahnya yang terkenal berisik itu dengan hati-hati. Sesekali menoleh ke arah pintu rumah atau melihat ke arah jendela, memastikan tidak ada anggota keluarga yang terbangun atau masih terjaga. Ia dapat bernapas lega setelah berhasil membuka pagar tanpa menimbulkan sedikit pun suara.
"Bravo, Annisa." gumamnya memuji diri sendiri. Dengan cepat memakai sepatu boots yang sedari tadi Ia jinjing lalu menyetop taksi untuk segera pergi.
Malam ini Ia akan bersenang-senang.
***
Sensasi panas mengalir di kerongkongannya setelah meneguk Smirnoff setengah gelas. Kemudian laki-laki yang berpakaian serba hitam ini menatap gadis di hadapannya yang sudah jangkis. Menghentikan gerakan gadis itu yang akan menuangkan segelas lagi Bannister yang sudah diteguknya lebih dari tiga botol.
"Satu gelas lagi, oke?" pinta gadis berwajah pualam itu menatap laki-laki di hadapannya yang menggeleng tidak mengizinkan.
"Aku nggak akan black out, janji."
Mendengar itu, laki-laki ini menghela napas. Tangannya bergerak menyelipkan rambut gadisnya yang sedikit berantakan. Masih kukuh pada pendiriannya untuk tidak menyetujui permintaan gadis ini.
"Ayolah, Fatir." ujar gadisnya sedikit memohon.
"Ayolah, Megan." kata Fatir, menirukan nada bicara Megan barusan yang kini menenggelamkan wajahnya di meja, mengerucutkan bibir.
Fatir menghela napas. Setiap tingkah yang Megan tunjukan adalah kelemahan bagi Fatir untuk tidak mengiyakan permintaan gadis itu.
"Once more, abis itu udah." kata Fatir, pada akhirnya mengiyakan juga. Megan yang sudah setengah sadar lantas menegakkan kepala dengan senyum senang. Langsung meneguk minuman di gelasnya sampai habis.
"Aku mau dansa. Kamu ikut?" tanya Megan berteriak, sebab suara musik di bar ini yang memang sangat keras.
"Di sini aja."
"Jangan main sama cewek lain, oke?" Megan menunjuk wajah Fatir yang tertawa melihat tingkah gadis itu. Ia mengangguk, kemudian memperhatikan Megan yang berjalan sempoyongan menuju lantai dansa.
Setelah ini merupakan tugasnya untuk memastikan Megan yang setengah sadar itu tidak membuat keributan seperti tempo hari. Baru kemarin Megan berkelahi dengan pengunjung bar hanya karena tidak sengaja menginjak kaki. Mengharuskan gadis itu ganti rugi karena memecahkan botol, merusak lantai. Jika mabuk, Megan itu nggak pernah nggak karuan.
Fatir meneguk lagi minuman di gelasnya dengan mata yang tidak lepas dari Megan yang sedang asik berjingkrak, menari mengikuti beat musik disjoki di depan sana yang menghentak.
"And this is Red Topaz golden DJ!"
Pekikan seorang laki-laki bertubuh gempal di atas panggung menarik perhatian Fatir. Bersamaan dengan munculnya seorang gadis yang dijuluki Golden DJ berdiri di depan meja disjoki, menyapa puluhan manusia yang berdiri di lantai dansa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Morphine
Teen FictionLaki-laki pertama yang mencuri ciuman pertama Annisa Celesta si gadis bar-bar adalah si pemabuk Fatir Hugo Mahendra. Seorang laki-laki yang berpacaran dengan primadona sekolah bernama Megan. Akibat ciuman itu Annisa sangat membenci Fatir. Berbeda de...