BAB 22: Tangis dan Saksi Bisu

166 15 8
                                    

Baru saja kaki Annisa keluar dari ruang BK, Juni dan Myla menyambutnya dengan heboh. Keduanya tergopoh-gopoh menghampiri dirinya bersama dengan pertanyaan yang diajukan bertubi-tubi. Annisa mendesis pelan karena pusing sendiri pertanyaan mana dulu yang harus ia jawab.

"Satu-satu kenapa, sih nanyanya." gumam Annisa pada akhrinya berhasil membuat Juni dan Myla secepatnya bungkam.

"Jadi gimana?" tanya Juni penasaran.

"SP 1." Sembari melangkahkan kakinya menuju kursi panjang di koridor, Annisa menjawab dengan malas.Iya, dia mendapat surat peringatan karena keukeh tidak mau ganti rugi bahkan minta maaf.

"Lo beneran ngerusakin spion motornya Raka sama temen-temennya?" Myla bertanya.

Annisa mengangguk, "Lo tahu dari mana?" tanya Annisa. Setahunya ia belum menceritakan kejadian ini pada Juni dan Myla.

"Orang-orang pada ngomongin." sahut Juni. Annisa mendesis lagi, ternyata secepat itu berita ini tersebar.

"Gila lo." Myla dan Juni serempak menggeleng takjub.

Annisa menghela napas, "Seenggaknya gue puas."

Omong-omong, Annisa jadi teringat Fatir. Tentang perkataan laki-laki itu yang memprediksi Annisa akan bertemu Bu Retno hari ini, dan itu benar. Membuat Annisa tidak sabar ingin menanyakan banyak hal.

Sepulang sekolah seperti bisa Annisa akan menyumpal dua telinganya dengan headset sembari menunggu angkot. Di halte, tiba-tiba Fatir datang dan duduk di sebelahnya. Menyadari itu lantas ia mencopot benda yang menyumpal dua telinganya itu dan menatap Fatir sambil memicing tajam.

"Kenapa prediksi lo bisa bener?" tanya Annisa penuh selidik. "Atau jangan-jangan...."

"Su'udzon aja!" Fatir menyentil kening Annisa hingga gadis itu meringis dan mengusap keningnya yang terasa nyeri.

"Gue sama Raka aja gak akur." tambah Fatir selanjutnya. Annisa manggut-manggut, iya juga, ya.

"Gue curiga lo emang titisannya Roy Kiyoshi."

Kali ini Fatir tertawa. Annisa memang suka asal bicara, tapi yang itu sangat terdengar aneh. Mana mungkin Fatir saudaraan sama Roy Kiyoshi!

"Dapet surat peringatan, ya?"

Secepatnya Annisa menoleh, kali ini Fatir benar lagi!

"Kok tahu?!" mata Annisa melotot kaget. Lagi-lagi Fatir tertawa melihat ekspresi wajah Annisa yang menyebalkan, tapi lucu.

"Gue cenayang."

"Coba tebak yang ada di pikiran gue sekarang." pinta Annisa, dia memejamkan mata sambil memikirkan apa yang dia ingin sampaikan sejak tadi

Fatir tatap wajah Annisa yang matanya terpejam itu sambil tersenyum tipis. Ada-ada saja tingkahnya. Annisa terlalu mudah percaya bahwa Fatir adalah cenayang, padahal ia bercanda. Fatir sejenak diam, dia terus menatap wajah Annisa yang terlihat natural. Satu yang menarik perhatian Fatir adalah bulu mata gadis itu yang sangat lentik.

"Kok diem? Lo bohong, ya..."

Fatir terkekeh. Itu saja yang dapat ia lakukan sekarang—senyum, terkekeh dan tertawa. Tingkah Annisa ini, lho. Berbeda dari Annisa yang kelihatan bar-bar dari luar.

"Udah, buka matanya." ujar Fatir. Annisa membuka mata. "Kasih tahu gue apa yang dipikiran lo." pinta Fatir.

Annisa mengangguk, dia menghela napas lalu berkata, "Lo tahu gak, Marco pindah sekolah. Tadi orangtuanya dateng ngurusin kepindahannya."

MorphineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang