Di tengah-tengah kamar tidurnya yang selalu rapih ini karena sejujurnya Fatir tidak memiliki waktu untuk membuatnya berantakan, ia duduk di pinggir tempat tidur sembari memangku gitar akustik, memainkan senar gitar tanpa chord. Lalu jemarinya bergerak memainkan intro sebuah lagu. Walaupun Fatir tidak jago memainkan gitar, tapi setidaknya dia tidak seburuk Bima yang petikan satu kunci saja terdengar sumbang.
Tiba-tiba saja Fatir bangkit setelah sempat meletakkan gitar akustiknya di atas ranjang. Berjalan keluar kamar untuk menengok Amelia di kamarnya. Derit pintu terdengar saat Fatir mendorong pintu kamar dengan sangat hati-hati. Dia berjalan mendekati Amelia yang sudah terlelap dengan tenang.
Fatir tersenyum, menatap lekat wajah teduh Mamanya itu lekat-lekat. Cantik, dan di mata Fatir Amelia akan selalu jadi yang tercantik. Sebelum pergi, Fatir mengecup hangat kening Mamanya itu. Menaikan selimut di tubuh Amelia sampai sebatas leher. Ia tidak berlama-lama agar Amelia dapat tidur dengan nyaman.
Ia berjalan ke kamarnya untuk mengambil jaket dan juga kunci motor. Berkendara membelah malam lalu berhenti tepat di depan gerbang rumah yang dicat cokelat muda itu.
Dan, ya. Fatir pikir ia tepat waktu. Sebab pada salah satu jendela rumah itu, ada seseorang sedang berusaha menyelinap keluar. Dan yang selalu Fatir pertanyakan adalah; kenapa? Kenapa Annisa harus menyelinap di rumah sendiri?
Matanya tidak lepas dari Annisa untuk memperhatikan gadis itu yang berjalan di atas rumput sembari berjinjit, sambil menjinjing sneakers putih di tangan kanannya.
"Lo ngapain di sini?" Kira-kira itu yang dapat Fatir baca dari gerakan bibir Annisa di atas wajahnya yang terlihat cemas. Gadis itu menoleh ke belakang seperti memastikan tidak ada yang lihat sebelum membuka pintu gerbang dengan perlahan.
Fatir hanya menaikan satu alisnya ke atas memperhatikan wajah cemas, kaget bercampur kesal yang tertera di wajah gadis itu. Annisa menarik tangannya untuk menjauh beberapa langkah dari gerbang.
"Lo ngapain?!" bisik gadis itu, was-was menengok ke arah rumah berkali-kali. Fatir menautkan alis. Gelagat Annisa sangat aneh dan itu semakin banyak menghadirkan pertanyaan di benaknya.
"Lo malingin rumah lo sendiri?" tanya Fatir. Annisa mengerjap, lalu secepatnya menggeleng, berdesis.
"Ssst, pelan-pelan." kata gadis itu, telunjuknya diletakkan di depan bibir. "Sumpah, ya gue nanya dari tadi lo mau ngapain di sini."
"Jemput lo." kali ini Fatir menuruti perintah Annisa untuk memelankan suaranya.
"Lo mau ke Red Topaz." lanjut Fatir, laki-laki itu memperhatikan Annisa yang berpakaian rapih dan sudah dipastikan gadis itu akan manggung di Red Topaz.
"Lo bodyguard yang merangkap jadi supir atau gimana?" Annisa memutar bola mata, nampak jengkel.
"Anggap aja begitu." Fatir mengulum senyum. Melihat ekspresi Annisa yang tengah mengerucutkan bibirnya sambil menatap Fatir dengan mata yang memicing, ia curiga gadis itu akan mengusirnya.
Jadi sebelum itu terjadi, Fatir berkata, "Jangan ngusir gue." katanya. "Lo harus nurut apa kata gue sekarang."
Annisa menghela napas, gadis itu masih ingat apa yang dikatakan Fatir waktu itu. Jika peringatan tentang Raka benar terjadi, Annisa harus menuruti apa yang Fatir bilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Morphine
Teen FictionLaki-laki pertama yang mencuri ciuman pertama Annisa Celesta si gadis bar-bar adalah si pemabuk Fatir Hugo Mahendra. Seorang laki-laki yang berpacaran dengan primadona sekolah bernama Megan. Akibat ciuman itu Annisa sangat membenci Fatir. Berbeda de...