Drrt drrt drrt.
Untuk yang kesekian kali ponsel milik Fatir bergetar, untuk kesekian kali pula laki-laki itu mengabaikannya dan lebih memilih bermain uno stacko bersama Januari dan Rangga yang hebohnya ngalahin speaker Red Topaz."Oke, giliran gue!" pekik Rangga girang. Dia memasang kuda-kuda lalu mengeker balok mana yang jika ditarik tidak akan jatuh.
"Aduh, gue gemetaran nih! Kalo ngambil merah? Nggak, nggak, pasti jatuh!" ujar Rangga lagi. Meneliti, mengobservasi balok-balok yang ada.
"Ga, cepet." kata Januari, memutar bola mata tidak sabar. Rangga terlalu membuang waktu.
"OKE!" Rangga berteriak, sukses membuat Fatir dan Januari terkejut. "Gue mau ngambil janda." kata laki-laki itu, dengan gerakan menggigit bibir sensual setelah mengatakan kata 'janda'.
"Hah?" alis Fatir terangkat heran.
"Warna ungu maksudnya. Gitu aja nggak paham lo."
Fatir menghembuskan napasnya, memperhatikan Rangga yang kini sedang berusaha menarik satu balok berwarna ungu. Padahal sekali geser saja balok itu akan sukses terambil, tapi Rangga berlebihan jadi membuatnya kesulitan.
Prang.
"Anjim!" Rangga memekik karena ternyata balok yang Ia tarik itu zonk. Sementara Fatir dan Januari tertawa senang. Mengambil sebotol Smirnoff dan menjejalkannya ke mulut Rangga untuk dia habiskannya sekali teguk.
"Kalo lo sampe black out terus muntah, kita tinggal. Oke, Ri?" ujar Fatir kepada Januari yang mengangguk sembari mengacungkan jempol setuju.
"Pahit!" Rangga tampak gelagapan. Dia mengusap sisa-sisa minuman dari sudut bibirnya, lalu mengerjap-ngerjapkan mata. Pokoknya jangan sampai black out apalagi muntah kalau nggak mau ditinggalkan oleh dua sahabat bajingannya itu.
Drrt drrt drrt.
Ponsel Fatir lagi-lagi bergetar. Kali ini getaran panjang pertanda telepon masuk. Terpampang jelas nama Megan di layar ponsel Fatir yang kedap-kedip. Tapi laki-laki ini malah tetap diam. Megan pasti ingin Fatir ke rumahnya, menghabiskan malam minggu di sana. Tapi untuk malam ini, keadaan Fatir tidak mendukung. Sejenak ia ingin lepas dari semuanya dan menghabiskan malam dengan Januari dan Rangga saja.
"Nggak lo angkat?" tanya Januari.
Tangan Fatir bergerak mematikan ponselnya. Tangannya mengibas di udara seraya menggeleng, menyuruh Januari untuk mengabaikannya saja. Januari yang sepertinya paham mengangguk, meneguk laquire-nya segelas penuh.
"Oke, guys. So, this is Red Topaz golden DJ as always. DJ MORPHINE!"
Gema riuh pengunjung kelab pecah saat seorang gadis bertopeng masuk dan berdiri di atas stage. Dengan hebat memutar lagu dengan beat yang gila. Fatir yang memang tahu siapa sosok di balik topeng itu menautkan alis. Untuk apa Annisa pakai topeng malam ini?
"Eh gila, asik juga!" kata Rangga menatap antusias DJ Morphine di depan sana. "Joget, yuk ah." kata laki-laki itu, tapi Fatir dan Januari memilih untuk tidak beranjak. Membiarkan Rangga yang berjalan ke lantai dansa, menari dengan bar-bar.
Jujur saja, Annisa itu sebenarnya berbakat. Lihatlah bagaimana suasana kela semakin gegap gempita saat gadis itu datang bersama musiknya. Entah apa alasan gadis itu untuk tidak mengungkap identitasnya yang lain.
Fatir mengamati Annisa dari kursinya. Penampilan gadis itu 180 derajat berbeda dari pada di sekolah. Kalau di sekolah, Annisa tidak begitu menonjol. Tapi malam ini, dengan rok jeans 5 cm di atas lutut dan kaus hitam ketat juga riasan tebal yang membuat gadis itu nampak berbeda, Annisa seperti bersinar dengan alat-alat DJ-nya di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Morphine
Teen FictionLaki-laki pertama yang mencuri ciuman pertama Annisa Celesta si gadis bar-bar adalah si pemabuk Fatir Hugo Mahendra. Seorang laki-laki yang berpacaran dengan primadona sekolah bernama Megan. Akibat ciuman itu Annisa sangat membenci Fatir. Berbeda de...