BAB 16: Peringatan

173 20 4
                                    

Ada yang beda dari Fatir. Itu terlihat saat laki-laki itu masuk ke dalam kelas detik ini, dan kebetulan mata Annisa sedang mengarah ke pintu masuk. Fatir masuk tanpa Rangga dan Januari di kanan kirinya karena Rangga sudah datang dan tidur di mejanya sementara Januari entah kemana.

Saat Fatir masuk ke dalam, menjadi satu titik yang menarik segala fokusnya karena tiba-tiba ocehan Juni dan Myla tentang Pangeran Brunei yang lagi happening itu mengendap jadi tidak kedengaran. Seakan indra Annisa mendadak hanya diperuntukan untuk mengamati sosok itu yang pagi ini terlihat sangat abu-abu di antara banyak warna cerah di kelas ini.

Wajah Fatir yang datar sebenarnya bukan hal baru karena Fatir sering sedatar itu. Tapi yang menariknya adalah lingkaran hitam di bawah mata yang jelas kentara. Dua mata yang menatap lurus itu tidak ceria. Ada yang salah, pikir Annisa. Tanpa sadar gadis itu memperhatikan Fatir sampai akhirnya duduk di kursinya—tanpa melihat ke arah  Annisa padahal mereka duduk bersebrangan.

Annisa buru-buru menggeleng, mengutuk aktivitasnya barusan. Ia menyadari satu hal bahwa ia sudah tertarik dengan Fatir.

"Jadi lo pilih mana, pangeran Malaysia atau dari Brunei?" suara Myla masuk lagi ke dalam telinga Annisa.

"Pangeran dari Indonesia aja gue, mah." jawab Juni antusias.

"Mana ada, ngaco!"

"Ada-lah, malih. Itu Januari, hahahaha."

Annisa memutar bola mata mendengarnya, langsung menjitak kepala Juni yang seketika menghentikan tawa gadis itu dan menggantinya dengan ringisan.

"Masih pagi lo berdua udah halu ngomongin pangeran-pangeran itu. Bosen dengernya." Annisa mengomel. Tidak bisa dipungkiri sesekali matanya melirik Fatir yang... kemana laki-laki itu? Padahal baru beberapa detik dia mengalihkan pandangan dan Fatir sudah hilang.

Sontak Annisa langsung bangkit, mengagetkan Myla dan Juni karena gerakan yang tiba-tiba.

"Kamjagiya!" ujar Juni memakai bahasa Korea hasil dengar dari drama korea yang artinya kaget.

"Mau kemana lo?" tanya Myla.

"Kantin, mau ikut?" melihat kedua temannya yang menggeleng, Annisa lantas mengangguk. "Ya udah. Dah." ujarnya lalu jalan cepat ke luar kelas.

Annisa sendiri gak paham apa motifnya keluar kelas begini setelah menyadari Fatir tidak ada di kelas. Seakan gerakannya ini gerakan spontan tanpa tujuan dan sekarang Annisa bingung sendiri mau kemana dia sekarang.

Gadis itu berjalan menyusuri koridor yang ramai orang menuju kemanapun kakinya membawanya sementara kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri mencari seseorang. Dan seseorang itu tentu saja Fatir. Tapi untuk apa? Nggak tahu. Ingatlah bahwa ini gerakam spontan tanpa tujuan. Nanti kalau seandainya Fatir ketemu, Annisa hanya akan bergumam dalam hati,

"Oh itu dia di sana." lalu berlaku seakan-akan ia tidak mencari dan berjalan kembali ke kelas. Iya, Annisa memang aneh dan serumit ini.

"Hei, mau kemana?"

Raka datang menghampiri saat gadis itu lewat di koridor Bahasa yang terdapat Raka dan anak-anak Bahasa lainnya yang sedang ngumpul.

"Kantin." Annisa menjawab. Bukan, dia lagi patroli mencari Fatir. Tapi akan aneh kalau dia menjawab itu, kan?

"Gue juga mau ke kantin. Gue bareng, boleh?"

MorphineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang