S A T U

8.2K 401 21
                                    

Damar menghela napas lelah. Ia baru saja keluar dari ruang NICU (Neonatal Intensive Care Unit) untuk melakukan kunjungan rutin pada bayi-bayi yang membutuhkan perhatian dan pemantauan khusus.

Ia berhenti sejenak di depan pintu ruangan itu untuk memeriksa jam yang melingkar di pergelangan tangannya, ternyata sudah pukul 21.00 WIB. Ia kemudian mengambil ponsel di saku snelli putih yang dipakainya untuk mengirimkan pesan singkat kepada seseorang.

[Udah pada tidur belum?]

Setelah menekan tombol send, Damar segera melanjutkan langkah menuju ruangan pribadinya dengan tetap memegang ponselnya. Sampai di dalam, ia melepaskan setelan jas putih miliknya, lalu menggantungkannya di tempat yang telah tersedia sehingga membuat kemeja biru dongker yang tadi dipakai sebagai baju dalaman kini dapat terlihat jelas.

Malam ini shift paginya sudah selesai. Oleh karena itu, Damar bersiap-siap pulang. Membereskan peralatan kerja, sembari memasukkan beberapa dokumen ke dalam tas jinjingnya, Damar akan melangkah menuju pintu sebelum bunyi notifikasi pesan dari ponsel yang masih berada di tangan mengurungkan niatnya.

Damar segera membuka pesan tersebut. Senyumnya timbul dengan lebar karena pesan tersebut merupakan balasan yang memang sedang ditunggu-tunggunya.

[Belum, Kak. Emangnya Kak Damar mau ke sini?]

Begitu isinya.

Damar mengucap syukur dalam hati. Ia langsung berjalan dengan penuh semangat menuju tempat parkir mobil setelah membalas pesan itu, dan menyimpan ponsel ke dalam saku celana kain berwarna hitamnya.

Sepanjang perjalanan menuju parkiran, Damar sesekali menyapa perawat atau rekan dokter yang berpapasan dengannya. Laki-laki tiga puluh tahun itu memang terkenal dengan sikapnya yang ramah hingga ada beberapa perempuan di sana yang menaruh hati kepadanya secara diam-diam. Meskipun ramah, tapi Damar adalah sosok yang sulit membuka hati jika tidak ada yang benar-benar membuatnya tertarik.

Sesampainya di tempat mobilnya berada, Damar mengambil kunci mobil yang berada di dalam saku celananya untuk membuka pintu kendaraan roda empat tersebut, lalu setelah terbuka, ia segera duduk dengan tenang di balik kemudi. Setelah mesin menyala, ia pun mulai menjalankan mobilnya pergi dari sana.


* * *


Perjalanan dari rumah sakit ke rumahnya hanya memakan waktu sekitar lima belas menit-an jika menggunakan mobil, dan tidak macet. Namun malam ini Damar menghabiskan waktu hampir setengah jam karena mampir terlebih dulu di mini market pinggir jalan untuk membeli buah pisang. Rencananya buah tersebut akan diberikan kepada para keponakannya. Ia ingat sekali jika anak-anak kembar Raka dan Syifa itu sangat menyukai buah pisang.

Sampai di tempat tujuan, Damar turun setelah memasukkan mobilnya ke dalam garasi. Ia memeriksa jam tangannya lagi, kemudian berdecak kesal karena tak terasa sudah semakin larut malam. Dengan terburu-buru, Damar segera keluar dari gerbang rumahnya, lalu bergegas mendatangi rumah di sebelahnya setelah mengunci pintu.

Itu rumah Raka dan Syifa. Sudah satu setengah tahun ini mereka menjadi tetangga. Sebenarnya kepindahannya murni keinginan Damar karena laki-laki itu selalu ingin berdekatan dengan si kembar tiga.

Raka sebagai adik memang tidak pernah keberatan, tapi tentu saja ia terkadang kesal karena waktunya bersama Syifa tidak bisa sebebas dulu. Damar selalu mengganggu tak kenal waktu.

Seperti saat ini.

Orang macam apa yang bertamu di jam setengah sepuluh malam? Ya, meskipun Damar sempat mengirim pesan singkat kepadanya untuk mengabarkan bahwa akan datang, tapi tetap saja membuat Raka kesal.

My Zettyra! [Terbit!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang