Lala menelengkan kepala ke kiri dan ke kanan. Kedua mata biru gadis itu berbinar menatap tiga objek yang menggemaskan di depannya.
"Uuung!" serunya riang sembari bertepuk tangan kencang.
"Seneng banget, sih."
Sebuah suara yang berasal dari arah kanan membuat gadis itu menoleh, dan mendapati Damar berdiri di sana dengan ekspresi wajah yang menurut Lala sangat tidak bagus.
"Uung uung." Lala mengikuti nada ucapan Damar dengan wajah yang juga sama. Bibir mencebik layaknya bebek dan kedua mata menyipit.
Alhasil, laki-laki yang berprofesi sebagai dokter itu hanya bisa terpaku, lalu tak lama kemudian tawa kecil berderai dari bibirnya sampai membuat Lala memasang air muka bingung.
"Jelek banget mukanya," ungkap laki-laki itu setelah tawanya surut.
"Uung?"
"Lek?"
"Jeyek?"
"Papa Amal lek?"
Damar lantas mengatupkan mulutnya ketika memyadari ada triplets di sini. Ia lupa jika sedang berada di rumah adiknya untuk mengunjungi para keponakannya yang menggemaskan itu.
Laki-laki yang saat ini memakai pakaian santai ala rumahan itu, memandang keempat orang yang juga sedang melakukan hal sama padanya.
Lala yang menatapnya bingung, si nakal Arash yang malah tertawa, si pintar Aqil yang hanya mengerjapkan kedua matanya, dan si cengeng Ariz sekaligus paling bungsu yang sedang cegukan.
"Eh? Kalian... kenapa?" tanya Damar kikuk.
"Papa Amal jeyeeeeek...!"
Bagai paduan suara, mereka berempat berseru kompak. Triplets bahkan melakukannya sembari berjalan cepat ke arah Damar dengan tertatih-tatih.
Sadar akan kehadiran para keponakannya, laki-laki yang merupakan putra sulung dari keluarga Sadewa tersebut segera berjongkok, dan merentangkan kedua tangannya lebar-lebar. Bersiap menyambut mereka ke dalam pelukannya.
Detik selanjutnya, mereka bertiga telah masuk ke dalam pelukan Damar. Laki-laki itu memejamkan kedua matanya, mencoba meresapi apa yang tengah ia lakukan saat ini. Tak bertemu dengan triplets selama beberapa hari karena pekerjaan yang semakin menumpuk membuat Damar benar-benar merindukan tingkah mereka.
"Culi culi pisang ikut peluk!"
"Kena-- Astaghfirulloh! Kamu ngapain ikutan peluk saya?!"
Ucapan si sulung Arash membuat Damar membuka kedua matanya, dan alangkah terkejutnya ia saat mendapati sosok si gadis barbar bersama kembar tiga di dalam pelukannya. Langsung saja laki-laki itu menurunkan tangannya yang terentang agar dekapan mereka terlepas.
Mendengar perkataan Arash yang menyebut Lala sebagai 'culi-culi pisang' membuat ingatan Damar melayang pada kejadian beberapa bulan lalu, saat si gadis barbar pertama kali datang ke rumahnya. Saat itu Lala merebut pisang yang berada di tangan Ariz sehingga anak bungsu dari Raka dan Syifa itu menangis kencang. Sejak kejadian itulah Arash yang memiliki sifat paling aktif dan sangat kritis itu memiliki sebutan baru untuk Lala.
"Waaah! Enggak nyangka Mama bakal lihat pemandangan yang manis-manis begini hari ini."
Mama?
Damar lantas menengok ke arah sumber suara. Benar saja, di arah pintu masuk yang berbatasan antara ruang keluarga-- tempat saat ini Damar dan yang lain berada-- dengan ruang tamu, sudah berdiri kedua orang tua, adik serta iparnya dengan tatapan menggoda-- terkecuali papa Ardi tentunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Zettyra! [Terbit!]
Fiction généraleBismillah, My Zettyra Open PO. Untuk pemesanan hubungi nomor yang tertera di banner, ya. Terima kasih. 💚 Ada tambahan bab di dalam versi cetak. So, jangan sampai kelewatan kisah Kak Damar sama Lala, yaaa.