Damar menghela napas berat sembari mengetukkan jari telunjuknya di atas meja. Hari ini ia memutuskan untuk masuk kerja lebih awal. Padahal, cuti baru berakhir besok.
Sejak Mama gencar menjodohkannya dengan Lala, ia malah jadi menghindari gadis berambut pirang itu.
Perasaannya sedang tak tenang. Tadi pagi, ia bahkan sampai mengabaikan Lala. Ekspresi sendu yang tercetak di wajah gadis bermata biru itu terus teringat dalam benaknya. Membuat Damar jadi gelisah.
Ugh...! Gara-gara Mama, nih! batinnya meradang.
Suara pintu yang diketuk dari luar membuat Damar terperanjat. Namun, ia segera menormalkan raut wajahnya, dan mengizinkan orang itu masuk.
Benda pipih berbahan dasar kayu tersebut terbuka tak lama kemudian, memunculkan seorang perempuan berambut pendek yang juga mengenakan snelli sama seperti Damar.
"Oh, Stella." Damar mengucapkan nama wanita muda itu. "Ada apa?"
Orang yang dipanggil Stella itu mengulum senyum, sebelum kemudian menjawab, "Makan siang, yuk!"
"Makan siang?" ulang Damar dengan kening mengerut. Ia segera memeriksa jam yang berada di pergelangan tangannya. Benar saja, saat ini memang sudah waktu istirahat. Laki-laki itu jadi tak sadar karena terlalu asyik melamun tadi. "Mau makan di mana?" tanyanya kemudian.
Kedua mata yang dilapisi lensa berwarna cokelat itu langsung berbinar--binar senang. "Kak Damar beneran nanya begitu?"
"Loh? Emang biasanya saya gimana?" tanya laki-laki itu heran.
"Langsung nolak. Atau lebih sering bilang udah makan," jawab Stella dengan lancar. Seolah-olah itu hal yang sangat sering terjadi.
Oh, benar juga, ya? Kenapa aku nanya kayak gitu, sih? Duuh, gara-gara Mama sama Zettyra pikiran aku jadi enggak fokus terus daritadi. Damar menggerutu dalam hati.
"Jadinya, kamu mau kalau saya enggak jadi makan sama kamu?" tanya laki-laki itu setelah beberapa saat.
"Eeh, jangan, dong, Kak! Aku udah nungguin saat-saat begini." Wanita muda itu berucap dramatis diakhiri dengan kedipan genit.
"Ih, jangan begitu. Saya jijik liatnya." Damar bergidik secara terang-terangan.
Dan perempuan itu hanya tertawa. Sama sekali tidak merasa sakit hati karena sudah biasa.
Stella adalah salah satu dari sekian banyak orang yang menyukai Damar. Namun, nilai plus-nya, gadis itu sangat terus terang, dan pantang menyerah.
Sama sekali tak peduli meski selalu menerima perlakuan Damar yang dingin. Selama ia bisa, maka akan terus dikejar. Begitu prinsipnya.
Damar pun akhirnya membiarkan sikap Stella karena terlalu lelah menghindar. Toh, perasaannya pun tetap tak bergerak. Tetap menganggap gadis itu hanya sebagai rekan kerja saja. Tidak lebih.
"Kita keluar aja, yuk, Kak? Bosen makan di sini terus mah," usul Stella. Merujuk pada tempat membeli makanan yang memang tersedia di rumah sakit.
"Ada usul?"
Stella mengangguk antusias.
"Oke, deh," balas Damar sambil lalu. Disambut oleh sorakan gembira dari salah satu perempuan yang menyukainya itu.
Yah, ini bukan berarti apa-apa. Ia juga perlu menjernihkan pikirannya yang terlalu penuh oleh sosok Zettyra Khawla.
* * *
Pintu rumah sudah terbuka ketika Damar tiba. Ia kemudian berdecak kesal, tahu sekali siapa pelakunya."Zettyra!" Laki-laki itu berteriak saat telah masuk ke dalam rumah. Ia menutup benda pipih tersebut, membuang asal tas jinjingnya ke atas kursi, lalu membuka satu kancing bagian pergelangan tangan serta lehernya untuk mengurai sesak.
"Yayaya." Sebuah suara yang sangat dikenalnya, menjawab panggilan.
Tahu bahwa itu adalah Lala, laki-laki itu pun lantas berkata, "Saya, 'kan, udah bilang kalau malem harus tu--"
Ucapan Damar terhenti tatkala ia menoleh, dan mendapati Lala yang berbeda dari biasanya. Ia bahkan tidak bisa untuk tidak menganga karena terlalu terpesona.
Seorang perempuan yang selalu minta diusap kepala olehnya itu, berdiri dengan penampilan berbeda. Tubuh mungil yang biasa memakai kaus panjang atau sweater dipadu celana training tersebut, kini berubah menjadi gamis cantik berwarna merah muda motif bunga-bunga kecil.
Ditambah lagi, yang paling membuat Damar pangling adalah sebuah kerudung segiempat berwarna gold, terpasang apik menutupi rambut pirang tersebut.
"Kakakaka! Lala ung!"
(Terjemahan: Kak, Lala pake kerudung.)
Seruan itu membuat Damar langsung kembali tersadar. Ia mengatupkan mulut dengan cepat, lalu memalingkan wajah ke arah lain untuk menormalkan wajahnya yang tiba-tiba memanas.
"Kamu ngapain, sih, pake gamis malem-malem gini? Sekarang waktunya tidur, Zettyra! Bukan fashion show!"
"Leh?" (Boleh?)
Damar menggeleng tegas. "Enggak boleh! Balik sekarang ke kamar! Ganti pakaiannya juga! Jangan sok cantik kamu itu."
Padahal emang cantik, sih.
Laki-laki itu cepat-cepat menggelengkan kepala saat kata-kata terlintas di kepalanya. Suka merasa aneh, kenapa tingkah dan perkataannya selalu terbanding terbalik, sih?
Lala akhirnya menuruti perintah Damar meski dengan wajah enggan.
Setelah memastikan bahwa gadis bermata biru itu tak ada lagi di hadapannya, Damar menghela napas lega. Jantungnya sempat berdebar kencang tadi, sampai membuat dirinya merasa sesak.
Dasar, Zettyra! Kalau begini caranya mah, susah buat enggak mikirin terus. Aduuh....
Ya, Damar lagi-lagi menemui kegagalan. Gadis pirang bermata biru itu memang memiliki pesona tersendiri yang membuat setiap orang tak bisa mengabaikannya.
Damar makin meradang, bingung bagaimana harus mengontrol perasaannya yang makin tak terarah.
* * *Terus aja nyangkal, Mar :"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Zettyra! [Terbit!]
General FictionBismillah, My Zettyra Open PO. Untuk pemesanan hubungi nomor yang tertera di banner, ya. Terima kasih. 💚 Ada tambahan bab di dalam versi cetak. So, jangan sampai kelewatan kisah Kak Damar sama Lala, yaaa.