Cerita My Zettyra! ini mau di-repost sampai bab 20. Nanti di buku (insyaallah), keseluruhannya ada 32 bab ditambah epilog.
Jadi, bagi yang mau bukunya, hayuk nabung!😆
* * *
Usai memakan sarapan dan meminum obatnya, si gadis barbar benar-benar menagih pisang pada Damar. Laki-laki itu pun tak mempermasalahkan dengan syarat bahwa Lala mau belajar kosakata lainnya.
Dan, kesepakatan di antara mereka pun tercipta.
Lala akan mendapat pisang hanya jika sudah bisa mengucapkan kata yang Damar ajarkan.
"Itu nama TV."
Saat ini keduanya sedang berada di ruang tengah, duduk di kursi yang terpisah. Damar memutuskan untuk mengenalkan benda-benda yang ada di ruangan itu terlebih dulu kepada Lala.
"Ung?"
"Ti ... vi," ulang Damar dengan perlahan.
"I ... pi?"
Damar langsung menggeleng. "Ti ... vi. Tivi. Tivi. Tivi," ulangnya lagi beberapa kali.
Lala terdiam sejenak, lalu menatap Damar dengan yakin. "Ti ... vi?"
"Nah!" Laki-laki itu berseru senang. "Bagus! Kamu udah bisa ngikutin saya."
Lala bertepuk tangan. Meski tak terlalu mengerti ucapan laki-laki galak yang sudah tak galak lagi itu, tetapi ia senang melihat senyum di bibir itu.
"Pa ... ham ... Tivi …," gumam Lala mengulang-ulang.
Setelah itu, tubuhnya maju mendekati Damar yang berada di kursi sebelahnya, dan tiba-tiba menunduk, menyodorkan kepala yang dihiasai rambut pirang ke arah laki-laki itu.
"A-apa?" tanya Damar bingung.
"Paham. Tivi," jawab Lala tak nyambung. Dan, lagi-lagi memajukan kepalanya.
Damar terdiam sejenak. Mencoba memahami apa yang dimaksud oleh gadis di depannya.
Setelah beberapa detik berpikir keras, laki-laki berkaus biru itu lantas menggeleng-gelengkan kepala saat misteri telah terpecahkan.
Tak mau si gadis barbar merasa pegal karena terus menundukkan kepala, Damar lantas menjulurkan tangan, lalu memenuhi keinginan Lala.
Yaitu, mengusap-usap rambut pirang gadis itu.
Benar saja, setelah sentuhan selesai, Lala kembali menarik tubuhnya, dan menatap Damar dengan kedua mata yang berbinar.
Entah kenapa pemandangan di depannya membuat wajah Damar memanas. Si gadis barbar benar-benar terlihat cantik ketika sedang berekspresi seperti itu. Ditambah dengan kedua mata biru yang cemerlang, membuat ia seolah-olah tengah memandang langit siang yang cerah.
Sadar akan pemikirannya yang mulai ngawur, Damar lantas mengalihkan pandangan sembari berdeham canggung, kemudian langsung mengajarkan Lala nama-nama benda yang lain lagi agar gadis itu tak menyadari bahwa ia sedang salah tingkah.
* * *
Damar mempersilakan kedua orang di depannya itu masuk. Ia baru saja selesai berpakaian usai mandi sore ketika bel rumah berbunyi nyaring.
"Ngapain ke sini?" tanyanya tanpa basa-basi.
Raka, salah satu dari dua orang tadi, berdecak saat mendengar pertanyaan itu.
"Apa, sih, kok nanyanya gitu banget? Mau mainlah! Sekalian istri aku mau ketemu sama Lala. Belum sempet jenguk dari kemarin," jawab Raka.
Laki-laki yang berprofesi sebagai doker itu ber'oh' ria, lalu mengalihkan pandangan ke arah istri adiknya.
"Lala ada, kok, di kamarnya. Kamu ke sana aja, Fa. Sekalian tolongin buat dia mandi sore."
Benar. Damar tidak sendirian mengurus Lala. Ada adik iparnya yang senantiasa membantu. Terutama untuk urusan sesama wanita seperti ini. Sudah pasti ia meminta tolong pada Syifa.
"Oke, Kak!" jawab ibu dari tiga anak itu.
Sebelum pergi, Syifa sempat berpamitan dulu pada suaminya. "Bang, aku ke Lala dulu, ya?"
Raka mengangguk sembari mengulas senyum manis. Tangannya terjulur untuk mengusap kepala sang istri yang terbalut kerudung merah marun itu. "Oke, Sayang. Hati-hati, ya."
"Apa, sih, Bang." Syifa membalas dengan pipi merona malu sebelum benar-benar berlalu dari hadapan kedua laki-laki itu.
Melihat pemandangan di depannya itu, Damar mau tak mau berdecak kesal. "Lebai banget pake diucapin hati-hati segala," gumamnya.
"Iri aja," jawab Raka yang mendengar gumaman sang kakak.
"Anak-anak mana?" tanya Damar setelah keduanya duduk. Sengaja mengalihkan pembicaraan.
Raka mendengkus, tetapi tetap menjawab, "Sama kakek neneknya, Kak."
Damar mengangguk-anggukkan kepala. "Oh, gitu. Iya juga, sih. Sekar--"
Ucapan laki-laki yang memakai kaus putih dipadu dengan celana chino selutut itu terhenti saat melihat Lala berlari terburu-buru menghampirinya dan Raka, diikuti Syifa yang tampak panik.
"Eh, ada apa ini?" Damar bertanya dengan nada terkejut sampai berdiri dari kursinya. Membuat Raka pun ikut melakukan hal yang sama.
"Kenapa, Sayang?" Kali ini Raka yang bertanya pada istrinya.
"Enggak tau, Bang. Tadi setelah aku selesai bantuin Lala mandi dan pake baju, terus dia pamer udah bisa nyebutin beberapa kata, habis itu tiba-tiba dia keluar," jelas Syifa yang juga memasang raut bingung.
Mendengar itu, jantung Damar langsung berdetak lebih kencang dari biasanya. Ia melirik ke arah si gadis barbar yang menatapnya dengan penuh minat itu. Jangan sekarang, please ... doanya dalam hati.
Namun, harapannya kandas sebab Lala tetap mendekatinya, dan menyodorkan kepala berhias rambut pirang itu ke arahnya.
"Kak?" tanya Raka dan Syifa bersamaan. Keduanya juga kompak memasang tampang bingung.
Menghela napas pasrah, akhirnya Damar mengangkat tangan, lalu mengusap kepala Lala dengan wajah meringis.
"Jangan komentar apa-apa!" ucap Damar galak pada adik serta iparnya.
Raka dan Syifa yang melihat pemandangan langka itu, tentu saja melanggar ucapan Damar. Maka, dengan wajah penuh kejahilan yang sempura, keduanya kompak berkata, "Cieee ... Kak Damaaar!"
Dan, si empunya nama hanya bisa memalingkan wajahnya yang telah berubah warna. Namun diam-diam ...
… laki-laki itu tengah menahan senyumannya.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
My Zettyra! [Terbit!]
General FictionBismillah, My Zettyra Open PO. Untuk pemesanan hubungi nomor yang tertera di banner, ya. Terima kasih. 💚 Ada tambahan bab di dalam versi cetak. So, jangan sampai kelewatan kisah Kak Damar sama Lala, yaaa.