L I M A B E L A S

2.4K 216 8
                                    

"Kak, aku minta izin bawa Lala, ya?"

"Ke mana?" Damar bertanya lagi dengan cepat. Tanpa sadar, dahinya sampai mengernyit tak suka.

"Waah, santai, dong, Kak." Raka tertawa geli. "Possesive banget Akak Damarku ini," ledeknya kemudian.

"Jijik."

Raka hanya mencibir mendengar perkataan kakaknya itu.

"Kemarin Alan nelpon, katanya pengen ketemu sama Lala. Jadi, ya, karena aku mau ke kantor, sekalian aja," terang suaminya Syifa itu tanpa diminta.

"Ngapain si Alan itu mau ketemu sama Zettyra?" tanya Damar lagi dengan nada ketus.

"Enggak usah pake si juga kali, Kak," protesnya. Tak terima jika nam asisten paling kompetennya itu jadi sialan. "Aku enggak tau, sih, dia mau ngapain. Mungkin mau menyampaikan sesuatu?" lanjut Raka sok misterius.

"Eeh, apa-apaan kaya gitu? Enggak, enggak! Kalau Zettyra diajak keluar, terus siapa yang jagain rumah? Kakak, 'kan, mau kerja, Rak."

"Alah." Raka lagi-lagi mencibir. "Sebelum Lala dateng juga enggak pa-pa, tuh, rumah sering ditinggal. Emang bakal kabur sampe dijagain?"

Damar tak membalas, tetapi delikan matanya cukup menyiratkan bahwa laki-laki sedang kesal kepada sang adik.

"Ya, udah, lah. Aku telpon Alan aja biar dia yang ke sini kalau Lala enggak boleh keluar," ujar Raka pantang menyerah.

Hal itu membuat Damar berdecak dengan terang-terangan. Ia mengecek jam di pergelangan tangannya, dan hampir mengumpat saat tahu bahwa ia sudah terlambat ke rumah sakit karena meladeni ocehan adiknya.

"Pokoknya Kakak enggak izinin kamu bawa Lala pergi atau biarin si Alan itu ke rumah ini!" tegas Damar final.

"Dih, emang Kak Damar siapa sampai larang Lala kaya gitu?" balas Raka telak.

Damar sudah membuka mulut, hendak mengatakan sesuatu, tetapi kemudian, bibirnya terkatup kembali.

Iya, ya? Kenapa aku yang ribet, sih?

"Udahlah! Pokoknya si Alan enggak boleh ketemu sama Zettyra! Kakak berangkat dulu. Assalamu'alaikum!"

Gerutuan saudara laki-lakinya itu masih terdengar di telinga Raka. Membuat sudut bibirnya terangkat geli.

"Duuh, Kak Damar, Kak Damar... apa susahnya, sih, ngakuin kalau udah punya rasa? Masih aja denial."

Raka menatap punggung kakaknya yang sudah menghilang di balik pintu, lalu bergumam lagi, "Tenang aja, Kak. Aku udah nyiapin sesuatu biar Kak Damar mau jujur sama diri sendiri."

Setelahnya, laki-laki itu mengambil ponsel dalam saku celana, lalu menghubungi seseorang di seberang sana."

"Yoo, Lan. Kamu udah bisa dateng ke tempat saya."

* * *

Damar misuh-misuh tak jelas sejak tadi. Ia bahkan tidak bisa berkonsentrasi penuh pada pekerjaannya. Bahkan sudah beberapa kali ditegur oleh Stella yang kebetulan menjadi partner-nya hari itu.

"Kak Damar kenapa, sih? Dari tadi kayak ada yang dipikirin?" Stella bertanya setelah ia sudah berada di dalam ruangan Damar, menyerahkan laporan pasien yang ditangani.

Orang yang ditanya tidak menjawab, masih saja gelisah sambil sesekali melihat jam tangannya.

"Kak Dam--"

"Saya pulang dulu!"

Wanita muda itu menganga. Ucapannya terhenti tatkala melihat Damar langsung berdiri dan bergegas pergi meninggalkannya pada saat jam pulang tepat.

Memang tidak ada yang aneh. Namun,  menjadi tak biasa karena seorang Damar Sadewa yang melakukannya.

Semua orang di rumah sakit ini tahu jika laki-laki itu adalah dokter yang paling senang bekerja. Bahkan, seringkali mengerjakan tugas yang bukan miliknya.

Lantas sekarang? Dokter Damar yang paling rajin seantero rumah sakit itu, pulang tepat waktu?

Stella benar-benar perlu menyelidiki hal apa yang membuat laki-laki pujaannya itu bahkan rela meninggalkan tempat bekerjanya ini.

***

"Zettyra mana?" Damar bertanya saat melihat Syifa sedang menyiram bunga di taman depan.

Sore hari, sepulangnya dari rumah sakit, laki-laki itu memang segera menuju ke kediaman sang adik saat tahu bahwa Lala ternyata tidak ada di rumahnya.

Syifa menoleh, lalu mengerutkan keningnya. "Lho? Memangnya belum pulang, Kak? Bang Raka soalnya udah ada di rumah sejak tadi. Lagi main sama anak-anak di kamar."

Jawaban dari adik iparnya itu langsung saja membuat Damar tercengang. Tanpa membalasnya, ia segera mengayun langkah ke dalam. Mencari sosok Raka.

Syifa yang melihatnya menggeleng-gelengkan kepala sembari tersenyum geli. "Dasar tukang gengsi," gumamnya kemudian. Sebelum kembali melanjutkan pekerjaannya itu.

***



My Zettyra! [Terbit!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang