Assalamu'alaikum para pembaca Damar-Lala! Udah lama banget nggak jumpa😂
Mereka akhirnya come back, nih!
Tanpa banyak basa-basi lagi, mangga dibaca💕
* * *
Damar mengerutkan kening dengan air muka serius. Kedua mata yang dilapisi oleh kacamata berbingkai tipis itu terfokus pada ponsel di tangannya. Menghela napas panjang, laki-laki itu lalu mengangkat pandangan pada Raka yang duduk di kursi seberang."Jadi kemungkinan besar gadis barbar itu adalah orang yang berhasil kabur dari tempat penjualan manusia?" tanyanya kemudian.
Raka langsung mengangguk mantap. "Iya, Kak. Aku dapet informasi itu dari Alan, sekretarisku, pengganti Nadia. Dia termasuk orang yang cukup mengerti dunia kaya gitu karena pernah terjun langsung ke sana."
"Semacam mafia?" Damar mengangkat sebelah alisnya.
"Bisa dibilang begitu?" Raka menjawab agak ragu-ragu.
Laki-laki yang belum melepaskan kaca matanya itu berdecak sembari menggeleng-gelengkan kepala. Ia kemudian menempelkan punggung pada sandaran kursi yang ditempatinya, lalu berkata, "kamu enggak takut si Alan-Alan itu ternyata mata-mata yang dikirim sama perusahaan lain? Bukannya dunia bisnis itu sangat kejam?"
Raka lantas tertawa kecil. "Tenang aja, Kak. Alan udah tobat, kok."
Damar mengernyitkan alis dengan raut tak percaya yang kentara. "Gimana bisa kamu se-yakin itu sama dia? Terus juga, kenapa bisa kamu terima dia jadi sekretarismu?"
"Yah...." Ayah dari tiga anak kembar itu mengangkat bahunya dengan santai. "Aku enggak bisa jamin, sih, kalau dia enggak bakal berkhianat. Aku ketemu dia di jalan, Kak. Waktu itu, Alan udah hampir sekarat. Banyak banget darah dari badannya. Tadinya aku ragu-ragu buat nolong, takutnya dia cuma modus aja gitu. Tapi pas aku nekat samperin, ternyata dia beneran lagi butuh bantuan." Raka menarik napas sejenak, lalu kembali melanjutkan ceritanya. "Ya, udah. Aku putusin bawa dia ke rumah Mama Papa karena pasti kalau ke rumahku, Syifa bakal kaget. Di sana Alan aku rawat dibantu sama Mama juga. Sejak saat itu dia jadi akrab sama Mama Papa. Pas aku tes juga, kemampuannya bagus banget. Jadi, karena aku butuh sekretaris, terus juga Papa yang suruh, akhirnya Alan dipekerjakan jadi sekretarisku."
Damar manggut-manggut mendengar cerita adiknya itu. "Kok Kakak enggak tau kalau Alan sempet tinggal di rumah Mama sama Papa?"
"Ya ampun, Kak! Gimana Kak Damar mau tau kalau setiap hari aja sibuk banget di rumah sakit?" Raka berdecak kesal. "Makanya cepet-cepet punya keluarga, dong! Sesibuk apapun kita, kalau di rumah ada yang nungguin mah pasti bakal semangat buat pulang."
Mendengar ceramahan tentang keluarga dari bibir adiknya itu, Damar lantas berlagak menguap. Laki-laki itu kemudian beranjak dari duduknya. "Oke, pembahasan kita berakhir di sini."
Raka mendengkus, kemudian ikut berdiri. "Ya ya ya. Terserah Kak Damar aja, deh. Aku pulang dulu, ya, Kak. Udah kangen banget istri sama anak-anakku. Enggak kaya seseorang, kasihan banget enggak ada yang bisa dikangenin."
Laki-laki yang belum melepaskan snelli putihnya tersebut mendelik tajam ke arah sang adik. Bibirnya sudah siap mengekspresikan kekesalan akibat sindiran telak itu, tetapi si pelaku sudah menghilang di balik pintu bahkan sebelum Damar sempat mengucapkan kalimat pertama.
Setelah Raka pergi, Damar kembali mendaratkan bokongnya di kursi kebesarannya itu. Ia memindai ke seluruh sudut ruangan yang saat ini ditempatinya. Hanya ada lemari berukuran lumayan besar yang seluruh isinya berupa berkas dan buku-buku kedokteran. Setelah itu, pandangannya jatuh ke atas meja di depannya. Tidak ada pigura berisi foto istri dan anak seperti yang ada di atas meja teman-teman se-profesinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Zettyra! [Terbit!]
General FictionBismillah, My Zettyra Open PO. Untuk pemesanan hubungi nomor yang tertera di banner, ya. Terima kasih. 💚 Ada tambahan bab di dalam versi cetak. So, jangan sampai kelewatan kisah Kak Damar sama Lala, yaaa.