"Udah selesai?"Pertanyaan itu Raka lontarkan kepada Syifa saat istrinya baru saja keluar dari kamar mandi. Sedangkan ia sendiri duduk berselonjor di ranjang dengan punggung yang menempel pada dipan.
Anggukan Syifa berikan sebagai jawaban bersamaan dengan kakinya yang melangkah menuju sang suami.
Melihat istrinya mendekat, Raka kemudian mengganti posisi tubuhnya menjadi duduk tegak. "Ada apa? Katanya tadi mau cerita," tanyanya dengan lembut. Ia mengusap-usap kepala Syifa yang tak terbalut penutup itu sesaat setelah sang istri mendudukkan bokong di atas ranjang di dekatnya.
Syifa menggigit bibir, bingung akan menceritakannya mulai dari mana. Kernyitan terlihat jelas di dahinya, sesekali bibir mungilnya bergerak-gerak sendiri. Entah menggumamkan apa.
Sikap yang ditunjukkan oleh Syifa itu tentu saja membuat Raka gemas. Ia tak tahan untuk tidak menggigit pipi bakpau itu. Sehabis melahirkan, berat badan Syifa memang agak naik. Namun hal itu sama sekali tak membuat istrinya terlihat jelek. Justru tubuh Syifa menjadi montok. Dan Raka tentu saja suka perubahan itu.
"Iiih, malah gigit-gigit! Syifa serius tau, Bang!"
Raka tergelak. Sama sekali tak tersinggung ketika bekas pipi yang ia gigit tadi langsung diusap oleh si empunya. Tiga tahun menjalani biduk rumah tangga membuat Syifa berani mengekspresikan diri.
"Iya, iya. Maaf. Oke, jadi kenapa?" Raka memasang wajah serius. Kali ini ia tidak ingin membuat istrinya benar-benar marah.
Syifa membenahi posisi duduknya agar nyaman, kemudian mulai menceritakan keluh-kesahnya tentang gadis yang waktu itu ia bantu mandikan. Tentang luka-luka bekas cambukan. Lalu terakhir...
...tentang sebuah permohonan.
***
Damar keluar dari kamarnya usai melaksanakan sembahyang Maghrib. Ia masih memakai sarung meski baju kokonya sudah ditanggalkan di ruangan pribadinya. Menyisakan kaos oblong berwarna putih polos yang bagian bawahnya dimasukkan ke dalam kain panjang tersebut.Sekilas, penampilan Damar yang seperti itu terlihat seperti bapak-bapak berumur berwajah tampan yang sudah memiliki tiga sampai empat anak. Nyatanya, laki-laki berusia tiga puluh tahun itu masih lajang sampai saat ini.
Langkah-langkah kaki Damar membawanya pada kulkas yang terletak di pintu masuk dekat dapur. Ia membuka lemari es berukuran sedang itu, lalu mengambil beberapa camilan serta keranjang yang berisi buah-buahan.
Damar membawa semua itu ke ruang tengah. Ia ingin bersantai sambil menikmati hari cutinya meski hanya sebentar. Ia sengaja mengambil cuti selama tiga hari karena ada sesuatu yang harus diselidiki.
Yaitu, penyelidikan tentang gadis barbar yang entah bagaimana ada di mobilnya beberapa hari lalu. Tentang si gadis barbar yang membuat kekacauan dan meninggalkan cap tiga gigi di jidatnya.
Sambil mendaratkan bokong di kursi dan meletakkan makanan yang ia bawa ke atas meja, Damar tiba-tiba saja teringat perkataan Syifa beberapa waktu lalu saat keluarganya sedang berkumpul.
Di punggungnya banyak banget bekas luka, Kak. Kayanya itu luka karena dicambuk. Syifa jadi sedih banget ngeliatnya. Nggak tega.
Fakta yang dikatakan oleh adik iparnya itu tentu saja membuat Damar terkejut. Segala kekesalan yang pernah ia pendam untuk gadis barbar itu seketika menguap tergantikan rasa empati. Meski Damar tidak melihat luka itu dengan mata kepalanya sendiri, tapi ia tahu jika Syifa tak mungkin berbohong untuk hal sepenting itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Zettyra! [Terbit!]
General FictionBismillah, My Zettyra Open PO. Untuk pemesanan hubungi nomor yang tertera di banner, ya. Terima kasih. 💚 Ada tambahan bab di dalam versi cetak. So, jangan sampai kelewatan kisah Kak Damar sama Lala, yaaa.