"Ya ampun, Ma, iya nanti Damar sempetin cari perempuan buat dikenalin sama Mama Papa."
Laki-laki berkaus abu-abu itu duduk di kursi ruang tengah dengan kepala miring karena harus mengapit ponsel di antara telinga dan bahunya. Sedangkan, kedua tangannya sibuk memeriksa berkas yang beberapa di antaranya tergeletak berserakan begitu saja di atas meja.
Cuti selama beberapa hari membuat ia lumayan kelimpungan mengerjakan kertas-kertas penting tersebut.
[Bukan disempetin!] Mamanya menjawab dari seberang sana.
[Kamu kira nyari calon istri kayak nyari ikan di kali?! Ayo, dong, Kak. Kamu enggak kasihan sama Mama Papa yang udah tua ini. Iya, Mama masih cantik gini enggak keliatan udah berumur, tapi ....]
Damar langsung menjauhkan benda pipih tersebut, kemudian memutar bola matanya dengan malas.
Mama mulai lagi, deh ....
Bukan karena ingin menjadi anak durhaka karena bersikap demikian, tetapi kata-kata itu tak hanya satu atau dua kali diucapkan oleh beliau.
Jika sudah begini, maka ujung-ujungnya Mama Sinta akan berpura-pura menangis meminta agar dirinya cepat menikah, sehingga membuat Damar merasa bersalah.
Saat mengembalikan ponsel pada telinganya, ia sudah mendengar isak tangis yang dibuat-buat dari seberang sana.
Tuhkan ....
[Kamu udah enggak sayang sama Mama, Kak? Sama Papa juga? Kita cuman mau Kakak nikah terus bikinin beberapa cucu buat kita. Apa hal kayak gitu aja enggak bisa kamu sanggupin?]
Setelah itu, suara di seberang sana terdengar terisak lagi, bahkan sesekali menarik ingus.
"Ma, a-apa, sih. Bilangnya jangan beberapa cucu, dong. Damar jadi malu, nih. Mama kira gampang buatnya?"
[Yaa emang gampang, kok. Enak malah. Buat bayi doang, 'kan? Nanti kalau udah ngelewatin malam pertama juga kamu bakal ketagihan.]
"Ma!"
[Kamu bentak Mama, Kak? Paa, Mama dibentak anak kamu, nih. Mentang-mentang dia udah jadi dokter.]
Ya ampun, Mamaa ... apa hubungannya coba? batin Damar gemas.
Laki-laki bermata tajam itu masih belum merespon. Kepalanya spontan menggeleng saat mendengar sang papa yang sedang menasehati mamanya agar tidak kekanak-kanakan lagi.
Jelas saja terdengar karena sambungan masih belum terputus. Damar curiga jika hal ini memang disengaja oleh mamanya agar ia makin merasa bersalah. Dan, ya. Istrinya Papa Ardi selalu berhasil melakukannya.
"Ma?"
[Mamamu ngambek. Udah dulu, ya, Mar. Nanti Papa coba bujuk lagi.]
Sudah kuduga ....
Damar mengangguk meski orang tuanya tak dapat melihatnya. "Iya, Pa. Makasih, ya. Bilangin maaf Damar ke Mama."
[Ya, jangan khawatir. Papa tutup. Assalamu'alaikum.]
Laki-laki berambut cepak itu lantas menutup sambungan setelah menjawab salam dari sana. Ia kemudian menurunkan ponsel dari telinganya. Berniat untuk kembali fokus pada pekerjaannya sebelum Lala tiba-tiba datang dan duduk di sebelahnya.
"Kenapa?" Damar bertanya sembari menoleh sekilas ke arah gadis itu karena setelahnya ia kembali serius dengan berkas-berkas di depannya.
"Ajar!" balas Lala.
Damar sontak menaikkan pandangan lagi. Keningnya berkerut tak suka. "Kamu ngatain saya kurang ajar?" tanyanya kesal.
"Ajar! Paham! Paham!" ujar gadis itu lagi.
Damar menghela napas pendek, lalu menormalkan ekspresi wajahnya kembali saat tahu bahwa ia telah salah sangka.
Ternyata dia mau belajar lagi.
"Nanti, ya. Saya lagi kerja dulu. Kamu ke rumah sebelah aja, main sama triplets sana."
"Ung?"
Damar menggeleng tak setuju. "No! Jangan ada ung lagi di antara kita!" serunya dramatis. Lalu, saat ia menyadari bahwa suaranya terlalu tinggi dan perkataannya konyol, lali-laki itu segera berdeham canggung.
"No no no no ...."
Anak pertama Papa Ardi dan Mama Sinta itu langsung melongo saat ucapan pertamanya diikuti oleh Lala. Bahkan gadis itu sampai berdiri dari duduknya, dan menggerakkan kaki serta tangannya dengan luwes.
"Allah ...!"
Damar menepuk jidat, tetapi tak bisa menahan rasa gelinya sehingga sudut bibir laki-laki itu mau tak mau terangkat begitu saja sebelum terbuka, dan mengurai tawa lepas.
Lala yang terkejut karena gelak dadakan dari Damar yang kencang, sontak menghentikan goyangannya. Namun, tak lama kemudian, gadis itu ikut tertawa sampai memegangi perutnya.
* * *
Sampai ketemu lagi di bab 13♡
KAMU SEDANG MEMBACA
My Zettyra! [Terbit!]
Narrativa generaleBismillah, My Zettyra Open PO. Untuk pemesanan hubungi nomor yang tertera di banner, ya. Terima kasih. 💚 Ada tambahan bab di dalam versi cetak. So, jangan sampai kelewatan kisah Kak Damar sama Lala, yaaa.