Selamat malam. Ini part terakhir untuk versi Wattpad, yaa^^
* * *
"Kamu geser dulu, dong."
Yang diajak berbicara mendongak, menatapnya dengan alis terangkat tinggi.
"Itu tempat duduk saya," lanjutnya kemudian.
"Tapi saya duluan," balas laki-laki yang sedang duduk tersebut.
"Enggak bisa! Pokoknya kamu geser atau pindah aja sekalian!"
Mengangkat bahu acuh tak acuh, pada akhirnya pria itu --Alan-- mengalah pada kekeraskepalaan Damar.
Lala yang sejak tadi memang hanya diam saja, lekas beringsut tatkala ia menggantikan posisi Alan di samping gadis itu.
Raut wajah Lala yang waswas ada dirinya, jelas terlihat oleh Damar. Ia kemudian memberanikan menatap lekat iris biru bagai lautan itu, ingin meminta maaf setulus hati. Tak peduli jika Alan sedang mengamatinya di seberang.
"Maafin saya karena udah bentak kamu waktu itu. Saya salah. Tapi itu juga pertamanya gara-gara kamu."
Lala mengangkat alisnya bingung. Sementara Alan menggeleng-gelengkan kepala.
"Kamu pasti mau maafin saya, 'kan? Iya, 'kan? Pokoknya kamu harus maafin saya. Ya? Ya? Ya?"
"Minta maaf, kok, maksa." Alan menimpali, tetapi matanya menatap ke arah lain.
Damar melotot tak terima pada Alan, tetapi tak berlangsung lama karena setelah itu ia kembali fokus pada perempuan di sampingnya.
"Zettyra? Kalau saya dimaafin, nanti saya bakalan kasih semua buah pisang di kulkas, deh."
Seperti biasa, saat mendengar kata pisang, Lala langsung bereaksi dengan cepat.
"Kamar mau kasih pisang ke Lala?" tanyanya lancar. Sampai membuat Damar tertegun. Namun, ada satu kata yang mengganjal di hatinya.
Apa tadi? Ka ... mar?
"Bukan si kamar, tapi saya yang mau kasih pisang buat kamu," jelas laki-laki itu. Namanya memang mirip, tetapi ia tidak terima jika harus dipanggil seperti ruangan tempat tidur itu.
"Iya, Kamar."
"Damar, Zettyra. Bukan kamar."
"Kamar."
"Damar!"
"Kamar."
"Dam--"
"Kakak Damar."
"Hah?"
Laki-laki yang berprofesi sebagai dokter itu lekas menoleh pada orang yang telah memotong ucapannya.
"Kamu manggil saya Kakak Damar?" katanya lagi, dengan ekspresi geli yang sangat kentara.
Alan memberikan tatapan 'apaan, sih?' pada kakak dari bosnya itu. Kemudian, ia menjawab dengan nada datar, "Kamar singkatannya Kakak Damar."
"Eh?" Damar memasang tampang melongo. "Saya enggak tahu kalau Zettyra sesuka itu sampai punya panggilan kesayangan buat saya," imbuhnya pede. Laki-laki itu juga tiba-tiba berdeham seraya menyisir rambutnya ke belakang menggunakan jari-jari tangan.
"Bukan panggilan kesayangan. Itu diajar--"
"Berarti kamu udah maafin saya, 'kan?" sela Damar pada Lala. Tak ingin jika kesenangannya tadi dirusak oleh si pria berwajah datar.
"Belum," jawab Lala polos.
"Kok belum?" Laki-laki itu mengernyit tak suka.
"Pisangnya dulu."
Dan, balasan telak dari Lala itu langsung direspon oleh ekspresi tak menyangka dari Damar.
* * *
Damar memijat rahangnya yang terasa pegal karena harus menahan senyum sejak tadi. Bagaimana tidak jika si pelaku yang membuatnya seperti itu terus bersikap menggemaskan.Setelah ia dan Lala berbaikan, Damar benar-benar memperlakukan gadis berambut pirang itu dengan manis meski terkadang tampak menyebalkan bagi orang lain.
Ia juga menepati ucapannya yang ingin memberikan seluruh pisang jika Lala memaafkan dirinya. Melupakan fakta bahwa buah berwarna kuning itu ia cadangkan untuk triplets jika mereka sedang bertandang ke rumahnya.
"Kenapa liatin saya? Kamu mau nambah makan?"
Ya, saat ini keduanya tengah menyantap makan malam. Damar bertanya seperti tadi karena melihat Lala terus menatapnya lekat.
"Boleh?" Gadis itu malah balik bertanya. Kedua mata bulat beriris seperti lautan, memandang antusias pada laki-laki di seberang sana.
Gerakan Damar seketika terhenti. Tubuhnya terpaku, lagi-lagi ia terkumci oleh netra biru itu.
Tersadar terlalu lama memandang, ia lekas berdeham seraya memalingkan wajah ke arah lain. Kemudian, saat mengembalikan pandangan, laki-laki itu hampir terjungkal karena mendapati wajah Lala sudah berada tepat di depan wajahnya.
"Astaghfirulloh! Kamu mau ngapain deket-deket saya?" seru Damar kaget. Kepalanya langsung memikirkan hal yang macam-macam. Membuat wajah rupawan itu mendadak menghangat.
Ia baru tahu jika Lala adalah tipe perempuan agresif. Terbukti dengan adanya panggilan kesayangan, dan sekarang ditambah ingin melakukan sesuatu.
"La--"
"Iya, s-saya tahu. Tapi kita bukan, eh, belum mahrom, Zettyra. Kita enggak boleh ngelakuin ini. Dosa!"
Lala langsung memasang tampang bingung ketika Damar menyela ucapannya, dan membicarakan hal yang sama sekali tidak ia pahami.
"Uung?"
Lala mendekat sebanyak satu langkah lagi. Membuat Damar makin gelagapan. Bahkan sampai refleks menutup mulutnya dengan kedua tangan.
"Zettyra, kamu harus sabar. Kita emang cuma berdua di rumah ini. Tapi ada Allah yang lagi Maha Melihat. Ja--"
Ucapan Damar terputus. Perkataannya tadi berbanding terbalik dengan reaksi tubuhnya yang justru malah memejamkan mata ketika Lala mulai membungkukkan badan.
Ya Allah ... ampuni hamba-Mu ini ...
Sekian detik berlalu, tetapi Damar tak merasakan apapun menempel di bibirnya. Ia lantas membuka mata secara perlahan, dan langsung melongo melihat Lala sedang anteng memakan pisang di tempat duduk tadi.
"Ka-kamu ... tadi ... ke-kenapa ... udah ada di situ? Bukannya kamu ...." Damar tak melanjutkan kata-katanya lagi ketika pandangannya jatuh pada piring berisi buah pisang di hadapannya yang sudah kosong.
Jangan bilang dia cuma mau ngambil pisang?
Laki-laki itu kemudian terdiam, berusaha mencerna apa yang terjadi barusan. Lalu, setelah adegan terolah dengan baik di kepalanya, Damar segera menunduk menyembunyikan wajah meronanya, pura-pura menyibukkan diri dengan alat makan di depannya.
Dan, wajahnya makin memerah saat menyadari jika tempat makan itu sudah kosong sejak tadi.
* * *Duuuh ... Kamar ... Kamar ...
Begini, nih, kalau enggak punya pengalaman sama cewek. Malu-maluin banget 😹😹😹
KAMU SEDANG MEMBACA
My Zettyra! [Terbit!]
Fiksi UmumBismillah, My Zettyra Open PO. Untuk pemesanan hubungi nomor yang tertera di banner, ya. Terima kasih. 💚 Ada tambahan bab di dalam versi cetak. So, jangan sampai kelewatan kisah Kak Damar sama Lala, yaaa.