Semuanya membutuhkan rombakan ulang. Kegiatan tak satupun sama, kecuali saling timpal kasih diantara tiga manusia yang kini telah mengerat dalam satu naungan yang sama.
Jungkook tak lagi bekerja di restoran, sebab pemiliknya memutuskan untuk membuka restoran di kampung halaman sang istri, Texas. Pun menolak saat Jungkook memberi saran untuk menetapkan restoran Korea sebagai cabang.
Namun bahkan, jika Jungkook tak lagi bekerja direstoran, kebaikan Tuhan nyatanya masih bersamanya. Namjoon yang mengetahui itu lantas mengatakan bahwa restorannya kekurangan pekerja. Seorang pekerja berhenti setelah mendirikan usaha kecil dengan uang tabungannya.
Jungkook tentu senang bukan main. Semangat sekali melangkahkan kaki menuju restoran milik Namjoon setelah selesai dengan tugasnya di mini market.
Maka dengan begitu, semuanya tampak baik-baik saja. Tanpa diketahui Jungkook, Namjoon menaikkan sedikit gaji Jungkook, karena Pria itu tahu, Jungkook tengah menanggung banyak beban saat ini.
Dengan uang kerja mini market, juga dari restoran Namjoon, setidaknya biaya susu, vitamin, pemeriksaan berkala Yoongi, dan biaya sekolah Minwoo bisa tertutupi. Walau makan tak bisa sebanyak porsi dahulu, tapi semuanya cukup.
Benar bahwa hidup saat ini terlalu mepet untuk mereka. Maka Jungkook memutar otak untuk berpikir banyak cara agar mereka tak berlama-lama hidup dalam kondisi saat ini. Terutama bagaimana membesarkan agensinya.
Adalah sudut kecil di restoran Namjoon yang akhirnya menjadi jawaban. Sudut kecil yang pada awalnya tak dilirik sedikitpun oleh orang-orang, kini menjadi tempat Minwoo tampil setiap malam ditemani Jungkook sebagai pemetik gitar.
Tahu, Minwoo mahir memetik alat musik satu itu. Namun, Jungkook harus ada disana untuk menetralisir gugup remaja itu. Dan, daripada diam saja tanpa melakukan apapun, Namjoon mengusulkan agar Minwoo fokus untuk menyanyi, dan biarkan Jungkook memetik gitarnya.
Ide yang brilian untuk menerapkan simbiosis mutualisme. Banyak sekali orang tertarik mendengar suara merdu Minwoo. Maka semenjak Minwoo mulai bernyanyi, restoran dipenuhi pelanggan. Perpaduan lezat makanan, juga suara indah menyapa telinga, benar benar membuat siapapun tertarik untuk datang.
Dengan kondisi seperti ini pun, semuanya tetaplah menyenangkan untuk dilalui. Dan sebuah benar lagi-lagi didapat kala mengingat sebuah kalimat bahwa, waktu akan berlalu cepat saat dilalui dengan senang.
Terhitung tiga kali purnama untuk menjalani segala bahagia dalam mepetnya biaya hidup. Tak pernah menjadi masalah, sebab ketiganya bahagia dengan segala keadaan, selama mereka tetap bersama.
"Pagi, sayang. Pagi yang indah bukan?" Jungkook menyapa Yoongi yang baru saja datang.
Pria itu sedang memasak, menggantikan Yoongi.
Serius. Pria itu sudah mahir membuat nasi goreng. Jadi, hilangkan saja kekhawatiran kalian, dan duduklah dengan tenang.
Mendengar sapaan Jungkook, Yoongi berkerut bingung. Ditatap sekali lagi awan diluar sana melalui padat kaca jendela. Mendung, tuh.
Jadi, bagian mana yang 'pagi indah'?
"Tapi diluar mendung" ujar Yoongi serak, tangannya menuang jernih air minum kedalam gelas.
"Bukankah pemandangan aku memasak terlalu indah, hingga mengalahkan mendung diatas sana?" Sungguhan Pria ini, tiga bulan terakhir semakin menjadi-jadi narsisnya.
Yoongi hanya mengangguk singkat, malas menanggapi lebih lanjut. Selesai dengan tegukan terakhir, Yoongi melanjutkan kegiatan dengan memeluk Jungkook dari belakang.
"Nasi goreng? Kukira nasinya tak cukup" Yoongi bertanya setelah sekilas isi wajan terlihat mata. Diingatannya, semalam nasi yang mereka miliki hanya menyisakan dua porsi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dersik
FanfictionSeperti dersik, bunyi angin menenangkan yang menemani kita pada setiap kesempatan. Mendamaikan segala perasaan rumit dalam kehidupan. Mengalir membawa semilir tenangnya, menyejukkan siapa saja yang didatanginya. Seperti dersik, Kisah tenang nan rum...