CHAPTER 13

17 2 0
                                    

• - •

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

• - •

Malam sudah larut tapi Gilang masih terjaga, dengan segenap hatinya ia berjalan menuju kamar Bu Patmi dan melihat wanita paruh baya itu tengah melipat pakaian.

"Bu? Gilang boleh masuk?" ujar Gilang yang berdiri di ambang pintu.

"Sebentar, kita ngobrol di luar." Bu Patmi segera memasukan baju yang baru saja dia lipat ke dalam lemari.

Mereka duduk berhadapan di ruang tamu.

"Kenapa Gilang? Ada masalah?" tanya Bu Patmi.

Gilang menggeleng. "Luna Bu, dia gak mau jadi model katanya. Gilang dukung Luna, mungkin ini emang bukan fashion Luna Bu."

Bu Patmi tersenyum ke arah Gilang, lalu menghela nafasnya berat.

"Kamu tau nak, kenapa Ibu mau Luna jadi model?"

Gilang menggeleng pelan.

"Ibu gak mau Luna nyesel, kaya Ibu dulu. Ibu, dulu model di salah satu agensi, tapi Ibu nyia-nyiain kesempatan itu. Ibu kehilangan semuanya karena Ibu salah langkah, Ibu gak mau Luna kaya Ibu, hidup dengan penuh penyesalan."

Bu Patmi memandang Gilang.

"Kamu tenang aja Gilang, awalnya Ibu juga takut masuk dunia model, tapi akhirnya Ibu pengen banget ada di sana, Ibu nyesel Gilang, sampai Nadia dateng dan wujudin impian Ibu. kakak kamu itu berhasil masuk agensi, Ibu seneng banget, dia ngasih semua yang Ibu mau, Rumah ini, biaya sekolah kamu sama adik-adik kamu."

"Tapi, 3 tahun kemudian, Nadia kena skandal, dia di fitnah punya hubungan gelap sama manager, sampe akhirnya dia mundurin diri karena gak sanggup."

Bu Patmi menyeka air matanya,

Gilang memandang Bu Patmi, "Gilang janji bakal jagain Luna selama jadi model, Gilang bakal urus semua keperluan Luna, Ibu cukup doain kita."

Bu Patmi tersenyum lalu mengusap kepala Gilang. "Ibu percaya sama kamu, Karir Luna udah di depan mata."

Gilang mengangguk.

***

Luna bersenandung sambil berjalan melewati koridor meninggalkan Gilang yang berbelok ke kantin untuk menaruh jualan mereka.

"Hai," sapa seseorang di depan pintu kelasnya.

Luna berdecak, "Plis deh Bang Sat, jangan ancurin mood gue yang lagi good banget ya?"

Satria melotot saat mendengar Luna memanggilnya sama seperti adiknya, pemuda itu menarik Luna agar duduk di kursi depan koridor.

Satria maju selangkah dan menghalangi arah pandang Luna, sehingga Luna hanya bisa mendongkrak.

Satria menundukan wajahnya hingga sejajar dengan Luna. "Lo panggil gue apa tadi?"

Luna meneguk ludahnya kasar, berada di jarak sedekat ini dengan Satria membuat jantungnya berpacu lebih cepat. "Bang Satria?"

LUNARA STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang