• - •
Gadis dengan piyama bermotif awan itu terlihat sangat cekatan dalam memasak, sambil menunggu opor buatannya matang sesekali ia melihat ke dalam oven apakah kuenya sudah matang atau belum.
"Luna ... Oh Luna. Selamat pagi! Aku sudah lapar kapan opornya jadi ~" Gilang bersenandung lagu Pergi Belajar karya Ibu Sud namun mengganti asal liriknya sambil mengikuti Luna yang tengah memindahkan kue kedalam toples.
"Gilang! Bisa diem gak sih! Nanti anak-anak bangun!" Luna memarahi Gilang namun suaranya dibuat sepelan mungkin.
"Lama banget sih matengnya!" protes Gilang. Perutnya sudah minta diisi dari tadi.
"Ya, sebentar lagi." jawab Luna dengan nada malas.
"Lo mending siapin seragam sama perlengkapan anak-anak dah, abis itu bangunin mereka," lanjut Luna kemudian.
Gilang akhirnya menuruti apa kata Luna. Pemuda itu pergi untuk membangunkan anak-anak panti yang lain.
"Kerepotan ya kamu?" bu Pita datang dengan kotak kue yang sudah kosong.
"Enggak Ibu ... ehh abis ya bu?" tanya Luna, gadis itu mengambil alih box plastik yang ada di tangan Bu Patmi.
"Alhamdulillah abis, sekarang buat ke sekolah kue dulu ya?"
Luna mengangguk. Luna dan Bu Patmi mulai menyiapkan makanan untuk anak-anak di meja makan, ada 15 orang anak kecil di sini. 7 orang perempuan, 8 laki-laki termasuk Luna dan Gilang.
Namun, seperti biasa karena di meja makan hanya ada 12 kursi, Luna, Gilang, dan Kamelia--gadis berusia 10 tahun-- harus menunggu giliran.
Tapi Gilang yang sudah kelaparan memilih untuk makan bersama Kamelia sambil duduk di dekat mereka.
"Lo laper apa kerasukan sih?" tanya Luma sambil terkekeh.
Gilang mengacuhkannya. Untuk saat ini perutnya lebih penting dari siapapun.
"Kamu juga makan Luna, pasti cape dari pagi masak." titah Bu Patmi.
Luna mengangguk lalu bergabung bersama Gilang dan Kamelia. Melihat kakak-kakaknya yang makan di bawah, tanpa intruksi semua anak-anak ikut bergabung, makan di lantai.
"Kenapa makan disini? Di atas aja gak papa," ujar Luna.
"Pengen bareng sama Kaka." ujar Abi yang di setujui semua anak-anak.
Luna tersenyum, ia bangga pada adik-adik kecilnya ini. Ia lalu menyenggol pelan pundak Boy--anak berusia 7 tahun-- di sampingnya.
"Seneng gak makan ayam sekarang?""Biasa aja, kan kalau kakak yang masak tempe aja bisa jadi rasa Ayam," jawab Boy polos.
Luna terkekeh, lalu mengelus kepala Boy, "makan yang banyak."
KAMU SEDANG MEMBACA
LUNARA STORY
Novela JuvenilMemiliki keluarga yang utuh mungkin adalah keinginan setiap anak. Tetapi tidak bagi Luna. Baginya kehadiran orangtua tidak berarti apa-apa, karena ia masih bisa hidup tanpa kedua orangtuanya. Hanya bersama Bu Patmi dan anak-anak panti lain, ia suda...