• - •
Luna kembali teringat cerita bu Patmi tentang bagaimana ia ditinggalkan di tengah hujan oleh ibunya.
"Arghhhh! Kenapa gue harus inget lagi sih?!" kesal Luna.
Ia memukul kepalanya sendiri berharap bayangan tentang hari itu bisa hilang. Karena semakin ia mengingat kenangan itu maka semakin lebar luka yang dirasakan Luna.
Luna menyerah. Gadis itu menyembunyikan kepalanya di bantal lalu mulai menangis perlahan.
Tanpa Luna sadari, seorang pemuda memperhatikannya dari ambang pintu.
Maaf Luna, gue gak bisa ngasih tau semuanya sekarang.
Pemuda itu kemudian menutup pintu secara perlahan. Lalu tergesa-gesa menuju sebuah kamar.
"Bu?" ia berujar sambil mengetuk pintu.
"Gilang? Sini masuk nak," ujar wanita paruh baya yang berada di kamar tersebut.
"Gilang boleh nanya, bu?" tanya Gilang saat pemuda itu telah duduk disamping bu Patmi.
"Boleh, nanya apa?"
"Soal Luna, kenapa ibu gak ngasih tau yang sebenarnya?"
Bu Patmi tersenyum. Ia tahu kejadian ini akan terjadi.
"Kamu tahu jawabannya. Sekarang kamu tidur, sudah malam besok harus sekolah."
Bu Patmi kemudian menggiring Gilang menuju pintu. Mau tidak mau kali ini Gilang menyerah. Menyerah untuk membujuk bu Patmi, Gilang akan mencari jawabannya sendiri kali ini.
***
Pagi ini Luna panik gara-gara matanya sembab, "bisa-bisanya gue lupa cuci muka semalem! Aduhh!"
Ia memoles wajahnya dengan make-up tipis. Luna berdecak, matanya masih terlihat sedikit sembab. Ia kemudian menyisir rambut ikalnya dan bergegas ke dapur.
Luna menghampiri bu Patmi yang tengah memasak sarapan, "Ibuuuu, ... kepangin!"
"Tangan ibu bau amis Luna. Tuh sama Gilang aja!" bu Patmi menunjuk Gilang dengan tangannya.
"Gilang! Ini tolong, kamu kepangin rambut Luna,"
Luna cemberut ke arah bu Patmi. Ia memandang Gilang yang tengah tersenyum kearahnya.
"Ah ibu ... aku kan lagi marahan sama Gilang," Luna berbisik kepada bu Patmi.
"Yaudah, baikan sekarang." bu Patmi kembali berbisik.
Luna kemudian menghampiri Gilang yang sedang duduk di kursi. Gadis itu duduk di karpet lalu memberikan sisir dan ikat rambut pada Gilang tanpa mengucapkan sepatah katapun.
"Ini apa?" tanya Gilang pura-pura tidak tahu.
"Kayak biasa," jawab Luna. Matanya fokus ke arah televisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUNARA STORY
Teen FictionMemiliki keluarga yang utuh mungkin adalah keinginan setiap anak. Tetapi tidak bagi Luna. Baginya kehadiran orangtua tidak berarti apa-apa, karena ia masih bisa hidup tanpa kedua orangtuanya. Hanya bersama Bu Patmi dan anak-anak panti lain, ia suda...