• - •
Sebuah nyanyian lagu selamat ulang tahun mengalun dari seorang pemuda yang tengah memangku gitar akustik nya.
"Happy Birthday, Luna!"
"Yeayy! Kak Luna! Kak Luna! Kak Luna!" seorang bocah laki-laki tampak paling bersemangat diantara yang lainnya.
"Sekarang Luna make a wish dulu," ujar wanita paruh baya kepada gadis yang tengah memandang kagum kue didepannya.
Kue sederhana, namun dibuat oleh orang-orang yang ia cintai tampak sangat istimewa di matanya.
Luna menarik nafasnya. Memejamkan mata, lalu mulai berdoa. Ia tidak meminta apapun. Ia hanya ingin semuanya baik-baik saja seperti biasa dan berdoa semoga banyak orang yang mau memberikan sedikit uang mereka untuk kehidupan adik-adiknya di panti.
Di rumahnya sekarang.
Luna mulai meniup lilinnya.
Suara tepuk tangan dan ucapan selamat memenuhi ruangan sederhana itu. Semua orang berbahagia di sana. Meski tak ada makanan mewah, setidaknya sepiring nasi kuning menjadi hal istimewa bagi anak-anak di sana.
Luna memandang kagum ke arah anak-anak berusia 9 tahun yang tetap tersenyum, bahkan ketika kedua matanya tidak dapat melihat apa yang terjadi sekarang. Ia bersyukur hidup diantara orang-orang seperti mereka.
"Hey, kenapa sedih?" tanya seorang pemuda pada Luna.
"Gue malu. Udah 17 tahun tapi masih sering ngeluh," Luna menarik napasnya. "Beda banget sama Aji. Meskipun dia gak bisa liat, dia tetap tersenyum."
Pemuda itu memegang tangan Luna, "Luna, lo itu udah jadi yang terbaik buat kita semua. Buat gue, Bu Patmi, dan adek-adek semua. Pokoknya jangan sedih, lo harus bahagia. Gue punya kado nih," pemuda itu lalu mengeluarkan kotak kecil dari saku jaketnya.
Luna menerimanya lalu membukanya, "Gilang! Gue kira ini cincin!" gadis itu merengek.
"Gua gak mampu beli cincin. Udah, jepit rambut dulu. Nanti kalau gua udah sukses, gue beliin lo toko cincin!" ujar pemuda bernama Gilang itu sambil terkekeh.
Luna cemberut. Tapi kemudian dia tertawa dan memeluk Gilang sambil mengucapkan terimakasih.
"Luna, ikut ibu sebentar bisa?" ujar Bu Patmi.
Luna yang dipanggil menengok ke arah Bu Patmi, Lalu ia pun mengangguk.
Bu Patmi mengajak Luna ke kamar. Dan mengambil sebuah kotak yang sudah usang dari atas lemari.
"Suka tidak suka, ini tetap milik kamu. Ini pemberian dari ibu kamu, Luna. Ibu harap kamu tidak menolaknya lagi seperti 10 tahun yang lalu," ujar Bu Patmi sambil menyerahkan kotak itu pada Luna.
Luna memandang Bu Patmi, lalu tersenyum sambil mengangguk.
Bu Patmi bangun dari atas kasur Luna, "yasudah, Ibu tinggal ke depan dulu ya. Anak-anak kayaknya ribut," Bu Patmi terkekeh ketika ia melihat Gilang kewalahan menenangkan anak-anak.
Selepas Bu Patmi keluar, Luna menutup pintu kamarnya rapat-rapat.
Luna duduk di depan meja belajarnya. Ia menatap tak suka pada kotak berwarna maroon di depannya.
Ia benci semua hal yang berhubungan dengan Ibunya, termasuk kotak ini.
10 tahun yang lalu.
Saat Bu Patmi memberitahu jika ini adalah barang yang ditinggalkan ibunya dulu. Luna melemparkannya dan menangis.
Tapi, sekarang tangannya mulai membuka kotak itu pelan-pelan. Sebuah kalung dengan bandul kupu-kupu itu tampak begitu mengagumkan.
Ada secarik kertas dibawahnya. Luna mulai membacanya.
Hai sayang, ini ibu.
Ibu kamu
Ibu yang paling menyedihkan karena harus meninggalkan bayi perempuannya di kursi danau sendirian
Ibu minta maaf
Ibu tidak bisa berbuat apa-apa sekarang
Ibu lemah
Tapi, ibu percaya kamu akan tumbuh menjadi gadis yang paling cantik
Ibu harap kamu memakai kalung ini
Mungkin, suatu saat nanti kita akan bertemu. Jika keadaan sudah membaik dan memungkinkan
Kamu harus tau, nak. Ibu sangat menyayangimu mu.
- S -
Ibu muLuna meremas kertas yang ada di tangannya sekarang. Ia semakin membenci ibunya.
Air matanya mulai menetes perlahan. Ia dengan cepat melemparkan kertas tadi ke sembarang arah, lalu menjatuhkan kepalanya di meja dan menangis sesenggukan.
Ia muak. Sangat muak.
Luna, gadis cantik yang menyedihkan.
• - •
*Jangan lupa tinggalkan jejak 🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
LUNARA STORY
Novela JuvenilMemiliki keluarga yang utuh mungkin adalah keinginan setiap anak. Tetapi tidak bagi Luna. Baginya kehadiran orangtua tidak berarti apa-apa, karena ia masih bisa hidup tanpa kedua orangtuanya. Hanya bersama Bu Patmi dan anak-anak panti lain, ia suda...