23. Trust no one

1.3K 181 14
                                    

"Duduk."

Walaupun berusaha terdengar ramah,Stefan langsung tau dari raut wajah Kiana yang tidak suka kehadirannya di sini. Ia paham,
dirinya masih dibiarkan dan ditawari duduk saja sudah syukur.

"Bentar,gue ambil minum." Kiana langsung berjalan ke pantry,enggan bersama Stefan lama lama. Stefan saja tidak meminta minuman,tapi Kiana memilih sok inisiatif. Daripada canggung dan malah berantem lagi,
mending Kiana aja yang ngehindar duluan.

Sepuluh menit sudah Kiana berkutat sendirian di dapur mini itu,dan Stefan masih duduk kaku di ruang tengah. Tidak berniat untuk melakukan apapun selain bernapas dan melihat Kiana yang sedang memunggunginya.

Jika dari luar Stefan terlihat diam saja,sebenarnya di dalam pikirannya ia sudah kalang kabut. Tak pernah terpikir olehnya jika dirinya akan masuk perangkap karangan Javier dan terjebak di dalam perangkap ini beserta tunangannya itu. Tak lupa saudara kembarnya yang daritadi tidak keliatan wujudnya. Untunglah,setidaknya adegan pengusiran legend itu tidak akan terulang lagi.

"Apa maksud lo dateng ke sini?" Kiana bertanya langsung tanpa basa basi setelah meletakkan secangkir teh di meja depan TV.

Stefan menelan ludahnya gugup,
sekarang ia berada di posisi sebagai mangsa. Persis seperti orang orang yang selalu kena semprot kalimat pedasnya. Padahal pertanyaan Kiana barusan bukan sarkasme,tapi Stefan merasa kecil–kecil sekali sampai tidak terlihat karena terintimidasi.

"Sekarang bisu juga keahlian lo selain engga berperasaan? Skill lo engga main main."

Baru saja dibahas,udah sarkas aja. Stefan jadi ragu buat melakukan negosiasi berkedok acara maaf maafan. Stefan tak suka jika sebuah masalah diselesaikan dengan emosi.

"Gausah emosi."

Dua kata pembuka dari Stefan justru langsung menyulut Kiana bak korek api,"Makanya cepetan ngomong daritadi." Nadanya agak tinggi diakhir.

"Gue engga selingkuh sama Karina,
semua hal jelek yang lo pikirin soal itu salah."

Kiana mendengus,tapi di dalam hatinya sudah lega banget kaya habis selamat dari pertanyaan bu Sufi. Rencananya setelah Sinta pulang Kiana mau ngajak kembarannya keliling kota. Sekalian mau nyari dukun yang sakti mandraguna,biar itu demit kena santet. Enak aja maen ngomong suka kamu–suka kamu,sekarang kalau mendengar itu lagi bakal ada sendal gucci melayang.

"Lo punya bukti kalau omongan lo itu jujur?"

Stefan mengernyit,tumben banget Kiana menyinggung kata jujur. Biasanya ia akan langsung paham dan tidak akan bertanya lagi.

"Gue gamau kena tipu omongan lo,ga bisa dipertanggungjawabkan."

Rasa bersalah langsung menyelimuti,
Stefan sudah membuat seorang perempuan kecewa karena ucapannya sendiri. Memang payah.

"Kalau lo mau,besok gue anter lo ketemu Karina."

"Oke,gue tagih kalau lo ngehindar." Kiana sontak menyilangkan kedua tangannya defensif.

"Sekalian nyelametin gue dari dia." Gumam Stefan diakhir,sangat pelan sehingga Kiana tak sadar jika Stefan masih melanjutkan ucapannya.

"Gue mau lo minta maaf."

Stefan sedikit kaget,Iya sih kelakuannya waktu itu emang patut untuk diminta permohonan maaf,tapi agak sedih juga mengetahui jika dirinya benar benar disuruh melakukan itu. Berarti kesalahannya yang kemarin bukan main main.

"Oke gue minta maaf sama lo—"

"Bukan sama gue,lo bener bener engga mikir kesalahan lo apa?"

Stefan jadi bingung,kalau bukan minta maaf ke Kiana terus minta maaf ke siapa—"Minta maaf ke kak Jinyoung."

MY FIANCE | SunghoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang