BAB 26 - Sayap-Sayap Patah

6.1K 954 257
                                    

Novel Who Made Me a Villain bisa dipesan lewat nomor yang tertera di bio aku atau bisa juga di Shopee

ʕ•ﻌ•ʔ

Ariel tahu menjadi orang baik adalah hal yang sulit, tidak semua manusia yang ada di muka bumi ini memiliki hati nurani seperti protagonis di dunia fiksi. Ariel pun sadar dirinya bukan orang baik berhati suci, tapi setidaknya dia tidak seperti 'Ariel antagonis' yang hobi menindas orang lain hanya karena iri hati.

Sebisanya mungkin Ariel mencoba menghindari terlibat masalah dengan siapapun, tapi justru masalah itu yang menghampirinya. Sudah susah payah hidup tenang setelah ditakdirkan menjadi antagonis, tapi masalah justru mendatanginya tanpa permisi.

Merepotkan.

“Kau paham, Ariel Marshwan?”

Telinga Ariel sampai panas mendengar perkataan dari gadis yang menghalangi jalannya.

“Hm.”

Tidak puas dengan responnya, Barbara, yang dua hari lalu mendapat masalah dengan Jason tampaknya cukup yakin kata-kata lelaki itu hanya gertakan. Bibirnya mengecap marah, dia memenjarakan ruang gerak Ariel ke tembok dibelakangnya.

“Menjauhlah dari Pangeran dan teman-temannya. Seharusnya kau cukup sadar diri jika Rank A hanya bergaul dengan Rank A.”

Ariel berdecih. Sedikit mengakui dirinya terpojok menghadapi tiga perempuan yang sudah gila memuja-muja para pemeran pria. “Aku tidak memiliki kewajiban untuk menurutinya.”

“Sepertinya kau tak kunjung sadar diri.” Barbara tertawa renyah. Gadis itu mengacungkan jari telunjuknya, menghardik Ariel dengki. “Kau itu tak lebih seperti perusak pemandangan, Ariel. Pangeran dan teman-temannya, bahkan Calista saja seorang Rank A. Aku bukannya menerima gadis kampung itu bersama Pangeran-ku, tapi setidaknya dia lebih baik karena sama-sama Rank A.”

Telunjuk Barbara mengarah pada lencana kelas Rank C Ariel, sorot matanya menghina.

“Tapi kau, kau seorang Rank C. Ariel. Rank C. Menurutmu apakah batu hitam cocok berada di antara emas Ophelia? Tidak, kan?”

Barbara tertawa lagi. Dia melipat kedua tangannya angkuh, mimik wajahnya tidak bersalah dan senyumnya terbesit lebar. Seakan menindas seseorang adalah kesenangan seperti menaiki awan.

Manusia jenis ini ... yang ingin Ariel hindari.

“Jadi maksudmu, aku tidak pantas menjadi teman para 'emas' Ophelia itu?” Ariel menepuk lencana di seragamnya, takut jika jejak yang ditinggalkan Barbara menempel. Wajahnya yang tenang membuat Barbara tidak suka, dia mengangguk, tersenyum hina.

“Ya. Tentu saja. Kau seharusnya menempel pada orang lain saja, yang sama-sama Rank C sepertimu.”

“Heh. Sepertinya kau yang tidak tahu diri, Barbara.” Ariel tersenyum sinis.

Dagunya terangkat tidak gentar. Barbara harus tahu, dirinya bukan kucing penakut yang lugu. “Kalau aku tidak bisa menjadi teman mereka, kau pikir siapa yang pantas? Apakah kau? Seorang penindas sombong yang hanya berani menggertak?”

“Jaga ucapanmu!” Barbara tersulut. Wajahnya merah padam menahan emosi.

“Pecundang.” Ariel tersenyum miring. Kakinya melangkah berani. “Kau hanyalah seorang pecundang, Barbara.”

“KAU!”

Tangan Barbara terangkat, Ariel sudah akan membayangkan saat tangan itu mendarat di pipinya. Tapi sampai hitungan detik, rasa sakit itu tidak menyerangnya.

Ariel mengernyit. Melihat tangan Barbara berhenti di udara. Gadis itu mematung tidak bergerak, tangannya kaku layaknya patung. Raut wajah Barbara dan dayang-dayangnya nampak pucat ketakutan, tatapannya tertuju lurus pada sosok Ariel. Ah, dibelakang Ariel tepatnya.

Who Made Me a Villain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang