Ariel meremas gaun biru tuanya. Gadis itu menunduk enggan mengangkat kepala, tidak berani. Irisnya berkeliaran mengintip, saat tatapan matanya bersirobok dengan pemuda didepannya, Ariel kembali menunduk.
Berucap mampus berkali-kali dalam kepalanya. Setelah berhasil melewati tiga protagonis pria, dirinya justru akan benar-benar mati saat ini.
Kenapa? Karena-
"Kamu nggak apa-apa kan?" Pemuda berpakaian bangsawan itu bertanya lembut. Meski sebagian jubahnya tertutupi krim kue akibat ulah Ariel yang tak sengaja menabraknya. Aura putih bersihnya tidak surut sama sekali, seperti malaikat bersayap yang kebetulan turun dari langit.
Pemuda itu mendekatkan diri kearah Ariel, gadis itu justru bergerak mundur. Bagi sebagian orang memang, cowok yang merupakan putra penyihir agung kerajaan ini adalah malaikat, tapi bagi Ariel, dia adalah malapetaka!
"Ma-maaf. Aku nggak sengaja." Kaki Ariel gemetar. Mulai berkomat-kamit dalam hati menyalahkan diri karena menerima ajakan Natasha untuk berjalan-jalan di pusat kota.
"Nggak masalah kok. Nodanya bisa dibersihkan. Yang lebih penting, tadi kamu jatuh kan? Apa ada yang terluka?" Sulit ditolak. Senyum malaikatnya tergores lembut. Tapi dimata Ariel, senyum itu justru seperti senyum malaikat maut yang siap mengakhiri hidupnya.
"A-aku nggak apa-apa. Nggak ada yang luka juga. Ja-jadi-"
Nafas Ariel kian memburu. Bayang-bayang menyeramkan menghampirimya. Caci maki beserta kata-kata kasar meludahi seluruh tubuhnya. Protagonis pria apanya, nyaris bagi antagonis mereka juga antagonis kejam?!
Sosok pemuda didepannya mengangkat alis bingung. Telapak tangan gadis itu terluka, dia mengulurkan tangan. "Kamu sakit?"
TAP
Tubuh Ariel tersentak. Dia menggeleng lagi-lagi tidak berani mendongak. Cowok yang ditabraknya ini justru memiringkan kepala, mengukir senyum lembut seperti malaikat. "Aku bisa mengobati lukamu."
Tanpa memberi kesempatan Ariel bicara, pemuda itu menariknya. Mereka duduk dikursi kayu panjang. Pemuda itu menangkup kedua tangannya yang tergores tanah saat terjatuh, irisnya terpejam. Ariel memperhatikan diam saat perlahan cahaya berpendar disekeliling lukanya. Tertutup dengan ajaibnya.
Terkesima. Bibir Ariel nyaris tidak tertutup, dia menatap pemuda itu dan telapak tangannya takjub. "Wow."
"Benar, Wow." Pemuda itu tersenyum. Ariel menarik tangannya perlahan, gadis itu mengintip sedikit gemetar walau tidak setakut tadi. "T-terimakasih, Tuan."
"Xhavier." Pemuda itu memiringkan kepala, mengukir senyum manis dikedua sudut bibirnya. Ariel enggan berkedip melihat gemerlap dalam kedua mata itu. "Namaku Xhavier Zalogie."
Xhavier Zalogie. Putra bungsu penyihir agung kerajaan. Perilakunya baik, suka menolong dan ramah. Tapi justru disitu bahayanya. Orang-orang tidak pernah tau apa yang 'si senyum malaikat' ini pikirkan. Apa yang sekarang berada diotaknya. Rencana licik seperti apa yang akan dia gunakan untuk membuat Ariel antagonis dalam novel menemui ajalnya.
Benar. Ariel meneguk ludah. Cowok ini adalah protagonis pria beracun. Diluar seperti malaikat, tapi didalam adalah ular berbisa.
"Aku Ariel." Gadis itu menarik sudut bibirnya, mulai berkeringat dingin.
Pemuda itu menyorotnya rumit, tapi senyum dibibirnya masih mengembang indah.
"Ariel ya? Nama yang cantik." Xhavier menyelipkan sehelai poni ke belakang telinga gadis itu. Ariel mengatupkan bibir saat senyum malaikat itu membiusnya. "Senang berkenalan denganmu, Nona Ariel."
Senyum yang terukir manis, tatapan lembutnya, gestur suka menolongnya. Kata-kata yang keluar dari mulutnya.
Semua itu-
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Made Me a Villain
Fantasy[SEBAGIAN CHAPTER DI PRIVATE, HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [SUDAH TERBIT] Ariel Marshwan. Antagonis wanita dalam novel percintaan berjudul Love Revolusion yang berujung menjemput ajal karena dosa-dosanya. Dosanya yang pertama, mengganggu protagoni...