Bulan benderang mengisi langit malam yang tampak menjemukan.
Dengan langkah terseok-seok, dirinya berjalan memasuki halaman istana seperti zombie hidup.Bagaimana caranya bersemangat jika tempat yang dikunjungi adalah istana malaikat pencabut nyawa?!
Padahal Ariel sudah memohon-mohon dan berpura-pura tidak enak badan agar pertemuannya dengan Raja Lousi dibatalkan. Jika Ariel yang dulu belum mengetahui takdir kematianya, dirinya akan senang hati berkunjung ke istana.
Tapi sekarang untuk berjalan satu langkah saja, Ariel gumam-gumam agar kepalanya masih utuh saat pulang nanti.
"Sayang, nanti saat Yang Mulia dan Pangeran datang, kamu jangan nakal ya? Jangan buat masalah apapun ok?" Papa memberi petuah. Mereka saling menggenggam tangan menuju ruang makan istana.
Yang jadi masalah itu, ALARDO!
Ariel tersenyum manis. "Ya, Ayah. Ariel janji jadi anak baik." Anak baik- anak baik cuih. Alardo saja tidak pernah bersikap baik padanya. Setiap hari hanya melemparkan kata-kata penuh dengki kepada Ariel.
Papa mengangguk puas, meski sedikit khawatir putrinya menimbulkan masalah.
Ariel mengerjap takjub melihat penjuru ruang makan istana. Mewah-mewah-mewah. Ditengah ruangan ada lampu gantung besar yang luar biasa indah, Ariel harap lampu itu akan jatuh dan menewaskan Alardo seketika. Hahaha.
"Sayang, tali sepatu kamu lepas." Ariel mendongak, kembali merunduk melihat sepatu merah mudanya yang cantik. Jenis sepatu elegan yang sayangnya memakai tali.
"Sini sama Mama-" Saat Mama hendak menunduk untuk menalikan sepatu anaknya, Ariel sudah lebih dulu bergerak.
Menalikan sepatunya sendiri.
Ariel kembali berdiri, menggenggam tangan Papanya yang terbujur kaku.
"Kenapa Pa?"
"Ariel.. sekarang bisa taliin sepatu sendiri."
Dan sukses membuat kedua orangtuanya berkedip takjub. Ariel nyaris batuk berdarah.
Sebodoh itukah dirimu Ariel?!
Ariel tersenyum sok polos. "I-iya. Ariel belajar dari Dalila." Maaf kakak pelayan, pinjam namamu sebentar.
"Senangnya. Sekarang Ariel sudah bisa belajar mandiri." Mama menepuk tangan bahagia. Raut wajahnya luar biasa berbunga ketimbang mendengar anaknya akan bertunangan dengan pangeran.
Tolong hentikan. Jangan buat Ariel merasa menjadi manusia paling tidak berguna yang memenuhi dunia.
Tapi ngomong-ngomong, dimana iblis berkedok pangeran tampan itu?
"Duke Marshwan."
Datang!
Seorang pria, tinggi, berwibawa turun dari tangga emas. Berjalan diatas karpet merah dan memancarkan kekuasaannya.
Raja Louise menapaki kakinya ditangga terakhir. Kontan kedua orangtuanya menunduk hormat, Ariel mengikuti dengan nafas panjang-pendek. Sekilas matanya bersirobok dengan iris kelam menyeramkan.
"Salam matahari dan bulan untuk anda, Yang Mulia. Senang bertemu dengan anda lagi."
"Aku juga senang bertemu dengan kau lagi, Zeron. Jangan terlalu kaku padaku."
Ugh. Karena mereka berteman sejak kecil, Raja Louise dan Ayah seperti saudara. Itulah mengapa, Raja oke-oke saja anaknya menerima permitaan pertunangan Ariel.
"Halo, Ariel. Sudah lama tidak bertemu. Kudengar kau jatuh dari tangga, apa sekarang sudah membaik?"
Kuharap aku terjatuh sampai pertunangan ini dibatalkan. "Y-ya, Yang Mulia. Saya baik-baik saja. Terimakasih karena sudah mengkhawatirkan saya." Anak baik, Ariel. Anak baik. Ariel ingin lari sekarang juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Made Me a Villain
Fantasy[SEBAGIAN CHAPTER DI PRIVATE, HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [SUDAH TERBIT] Ariel Marshwan. Antagonis wanita dalam novel percintaan berjudul Love Revolusion yang berujung menjemput ajal karena dosa-dosanya. Dosanya yang pertama, mengganggu protagoni...