BAB 10 - Penyihir Agung (b)

15.2K 2.5K 60
                                    

"Jangan ikuti aku."

Alis Ariel mengernyit tak nyaman. Kaki gadis itu melangkah lebih cepat, berusaha meninggalkan pemuda dibelakangnya yang menatapnya tersenyum geli.

"Setelah mengatakan hal seperti itu, anda berniat menghindari saya ya?"

Ariel meneguk ludah. Mengulang kata-katanya. "Jangan ikuti aku."

"Kenapa anda dingin sekali?" Senyum Xhavier tertarik manis. "padahal aku senang bisa bertemu dengan anda lagi."

Bullshit! Ariel mendengkus lirih. Xhavier mengulum senyum. Selepas perkataan Ayahnya untuk mengajak Xhavier berjalan-jalan, cowok itu mengekorinya kemanapun Ariel pergi. Pemuda itu mempercepat langkahnya, berjalan sejajar dengan Ariel yang menyorot tak senang.

"Sudah kukatakan untuk tidak mengikutiku."

"Apa kau akan bertanggung jawab jika aku tersesat?"

"Ugh."

Xhavier tertawa lagi. Sudut bibir pemuda itu tertarik geli. Melihat gurat kesal gadis disampingnya.

Aneh. Xhavier tidak pernah melihat spesies manusia seperti Ariel. Gadis itu tau dirinya berpura-pura hanya dalam sekali pertemuan. Dia mulai berpikir; apakah sebelumnya mereka pernah bertemu?

Xhavier menggeleng dengan pemikirannya sendiri. Jika dirinya memang pernah bertemu Ariel, tidak mungkin Xhavier melupakannya. Gestur wajah Ariel itu unik, sedikit-dikit terlihat takut, kesal bahkan tersenyum.

Iris pemuda itu berpendar, menarik sudut bibirnya tanpa sadar. Sorotny terkunci nyaris tidak bergeser pada objek lain. Tanpa sadar, Xhavier memandang gadis disampingnya dalam.

Kaki Ariel berhenti melangkah. Gadis itu menoleh padanya, mengernyit melihat senyum dibibir pemuda itu.

"Xhavier."

"Hm?"

"Kau ingin tercebur?"

Xhavier mengerjap. Dia menatap kedepan, tepat dua langkah di depam danau buatan kediaman Marshwan. Pemuda itu berjengkit, mundur beberapa langkah.

Mereka saling bertatapan, menyipit dengan senyum menawan yang bertebaran. Ariel mulai mencontoh Xhavier yang sering berpura-pura tersenyum sekarang.

"Harusnya kubiarkan kau terus berjalan ya?"

Xhavier menoleh, menyunggingkan senyum manis. "Apa Nona Ariel ingin saya tenggelam?"

Ariel ikut tersenyum. "Wah, saya tidak bermaksud seperti itu. Apa jangan-jangan anda tidak bisa berenang?"

"Haha, tentu saja saya bisa berenang. Tolong jangan berandai-andai bahwa anda bisa menjebak saya agar saya tenggelam."

"Cih." Ariel spontan berdecih.

Xhavier menggeleng geli. "Sepertinya anda sangat tidak menyukai saya ya, Nona Ariel."

Ariel menganggukkan kepala. "Ya, sangat tidak suka. Jadi anda sudah tau dimana gerbang keluarnya kan?"

Dia berniat mengusirku. Xhavier mempertahankan senyum, meski bibirnya sudah kelu kesal. Pemuda itu mengepalkan tangannya, menghela nafas panjang.

Tahan, Xhavi. Jika kau berhasil meluluhkan nona muda Marshwan, semuanya akan jadi lebih mudah.

Xhavier mengangguk dalam hati, menyemangati dirinya. Pemuda itu mengepal yakin, sorot matanya berkilat dengan sudut bibir tertarik. Jika Ariel juga luluh sama seperti yang lain, maka jalan yang akan Xhavier lalui akan semakin mudah. Dirinya akan menjadi penyihir terbaik, nomor satu dan tentu saja, berhasil mendapatkan perhatian Aya-

Who Made Me a Villain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang