8 tahun kemudian~
"Terlambat diupacara penerimaan, Nona Marshwan?"
Ariel meneguk ludah. Gadis bersurai putih-perak itu meringis dalam hati, merasakan beberapa pasang mata menatapnya langsung. Profesor Holmes- menghembuskan nafas melihat kearahnya. "Bahkan anda tidak memakai lencana nama anda, Nona?"
Ariel meraba sebelah kiri jubah yang dia pakai, lagi-lagi meringis saat sadar lencana kecil itu menghilang. "Maafkan aku, Profesor. Aku yakin memakainya saat berlari kemari, mungkin terjatuh disuatu-"
"Aku akan mendengarnya nanti. Sekarang bergabunglah dengan teman-temanmu."
Sedikit menghela nafas lega, Ariel menyunggingkan senyum. Gadis itu menunduk sekilas, berjalan kearah kursi-kursi yang tertata rapi di aula Akademi Ophelia.
"Bagaimana bisa kau telat di upacara penerimaan, Jiel?" Evelyn- adalah yang pertama kali menanyakan alasannya dengan sorotan galak. Gadis itu duduk disebelah kanannya, terkadang memanggilnya dengan nama panggilan tersendiri.
Ariel menghela nafas, gadis itu duduk diantara Evelyn dan Natasha. Evelyn terlihat lebih manis saat kecil, meski ketika beranjak dewasa, dia seperti ibu penjaga untuk Ariel.
"Dan bagaimana bisa kau menghilangkan lencana-mu?" Lagi-lagi Evelyn berdecak tidak percaya oleh kecerobohan gadis enam belas tahun itu.
"Aku sedikit terkena kecelakaan." Ariel melemaskan bahunya sesaat, nafasnya masih tampak tidak teratur. Natasha mengeluarkan minumnya, memberikannya kepada gadis yang menerima dengan sumringah. "Terimakasih, Nat."
Dan mungkin, Natasha telah tumbuh sebagai ibu peri untuk Ariel. Yang selalu memiliki apapun ketika Ariel membutuhkannya.
Suasana aula sangat ramai. Ariel tidak bisa melihat dengan benar ketika ruangan tempatnya bernaung semakin bising. Gadis itu menoleh kanan-kiri, tidak bisa menemukan keberadaan keempat protagonis pria.
Ariel berbisik. "Dimana mereka?"
Evelyn menoleh padanya sebentar, kemudian mengarahkan kedua matanya kearah podium dengan alis terangkat. Ariel berkedip, dia meluruskan pandang pelan dan tercenung.
Keempat pemuda itu ada disana, diatas podium sedang berdiri bersama Kepala Sekolah Prof. Vincent yang sedang memberi kata-kata sambutan. Nyaris dirinya geleng-geleng kepala jika tidak mengingat ini adalah salah satu adegan penting di dalam novel.
Ariel hampir lupa. Saat upacara penerimaan, itu artinya ada lima orang lulusan terbaik Akademi Ophelia. Karena mereka pemeran utama pria, jadi wajar jika keempatnya bersanding diatas panggung dengan memukau. Sisanya, hanya- Protagonis wanita.
Iris Ariel mengerjap. Gadis mengerutkan kening karena tidak menemukan keberadaan Isabella Calista diatas panggung. Harusnya kan, dia ada disana, bersama keempat budak cintanya.
Tapi kenapa tidak ada?
"Untuk peringkat teratas, yang memiliki nilai tertinggi di tes ujian masuk Akademi Ophelia." Atensi Ariel kembali tertarik, gadis itu menggigit bibir tidak sabar menunggu detik-detik dipanggilnya Isabella Calista sang protagonis wanita dipanggil keatas panggung untuk menerima penghargaan.
Gemas sendiri ketika Prof. Vincent menatap murid-muridnya, kembali berbicara.
"Ariel Kanziel Marshwan."
Eh?
Ariel kesulitan mencerna. Seluruh mata menatapnya, bahkan, sorot keempat protagonis pria didepan sana terarah padanya. Mereka melempar senyum, Xhavier menggeleng geli melihat keterpakuan Ariel yang untuk berkedip saja tidak bisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Made Me a Villain
Fantasy[SEBAGIAN CHAPTER DI PRIVATE, HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [SUDAH TERBIT] Ariel Marshwan. Antagonis wanita dalam novel percintaan berjudul Love Revolusion yang berujung menjemput ajal karena dosa-dosanya. Dosanya yang pertama, mengganggu protagoni...