"Berengsek-berengsek!"
Ariel terengah-engah. Gadis itu mengusap kedua tangannya yang kotor. Menatap cermin tempat kamar tamu Count berada. Jika bukan karena darurat, Ariel tidak akan berada di kamar tamu Count Seville.
Rambut dan pakaiannya sudah dibenahi. Gaun hijaunya berakhir nahas terkena ceceran teh bahkan krim kue. Gadis bermental dewasa itu menarik-hembuskan nafasnya, dirinya sadar kadang api kemarahan melahapnya sangat cepat.
Dasar peran pendukung antagonis berengsek.
"Hah~"
Ariel membuang nafas jengah. Gadis itu terduduk diatas lantai, bersandar pada jendela besar. Untuk beberapa saat, bayangan Alardo mengusir Rosemary kembali tergiang. Tatapan yang dilemparkan Xhavier, Kenneth dan Nathael terbayang tidak mau pergi. Mereka juga pernah melakukannya pada Ariel antagonis di dalam novel.
Ariel memeluk kedua lututnya. Meremas tangannya tanpa sadar.
Tatapan itu, seperti meludahi Ariel meski bukan ditujukan untuknya. Dirinya mulai bertanya-tanya, apa mereka akan seperti itu padanya setelah bertemu protagonis wanita?
"Sejak awal itu sudah menjadi garis besar ceritanya." Ariel berkata parau. Dirinya tidak pernah bermimpi dicintai keempat protagonis seperti mereka mencintai protagonis wanita dengan tulus, Ariel sadar dirinya tidak sebanding. Tapi setidaknya, Ariel hanya ingin disukai dan tidak mencari perkara sehingga mereka tidak berniat menghabisi nyawanya.
Tapi justru melihat kemurkaan keempat protagonis pria itu, membuat Ariel gemetar.
Ariel menenggelamkan wajahnya.
"Bagaimana jika diriku selanjutnya?"
"Guk!"
Gadis itu mengangkat wajah, mengerjap saat melihat anjing putih berbola mata biru didepan pintu. Terus menggonggong seakan meminta Ariel untuk mengikutinya. Ariel berdiri, berjalan menghampiri si anjing.
Jenis apa ya? Bulunya putih bersih, bola matanya biru cerah. Ada garis seperti bulan sabit disekitar matanya.
Ariel menunduk, mengelus leher bawah si anjing. Menemukan kalung yang melingkar dilehernya, "Shion."
Si anjing menyahut menggonggong.
"Salam kenal, Shion." Ariel tertawa saat Shion menyalami tangannya. Dia pintar sekali. Siapapun pemiliknya pasti mengajarinya dengan sepenuh hati. Tapi, ngomong-ngomong..
"Dimana pemilikmu? Apa kamu tersesat?" Ariel menoleh menatap sekitarnya. Lorong mansion Seville sepi, tidak ada siapapun.
"Guk! Guk!"
Shion menggoyangkan ekor pendeknya. Berjalan dengan keempat kakinya meminta Ariel mengikutinya.
"Kau mau membawaku kemana?"
Ariel mengekor dari belakang. Sementara Shion terus berjalan sesekali menggonggong, memberi kode kepada Ariel untuk terus mengikutinya. "Oke, Tuan Shion. Kau bos-nya."
Ariel menyusuri lorong mansion Seville. Melihat benda-benda yang terpajang cantik disekitar lorong, gadis itu sempat berhenti sebentar. Menatap lurus pada lukisan keluarga Seville yang terpajang tinggi.
Sepasang suami-istri, dengan dua anak perempuan. Mereka tersenyum dilukisan. Ariel pernah melihat kedua anak perempuan itu saat acara tea time, mereka berjarak lima tahun dari dirinya. Ariel tidak terlalu menyukainya, mereka sama seperti Rosemary Cossette.
"Guk!"
Shion muncul dari balik tembok. Terus mengibaskan ekornya menyuruh Ariel kembali mengikutinya, gadis itu menoleh. Mengangkat alis melihat kearah mana Shion membawanya. "Kamar siapa Shion?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Made Me a Villain
Fantasy[SEBAGIAN CHAPTER DI PRIVATE, HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [SUDAH TERBIT] Ariel Marshwan. Antagonis wanita dalam novel percintaan berjudul Love Revolusion yang berujung menjemput ajal karena dosa-dosanya. Dosanya yang pertama, mengganggu protagoni...