"Penjelasan"

9.5K 934 2
                                    

"itu seperti neraka ketika aku ingin membuka hati tapi disaat itu juga aku tau aku bukan satu satunya"

—Adara Devanya—



Suasana dalam ruangan kian memanas, para bodyguard secara spontan menundukkan pandangannya tak berani menatap sang tuan karna masalah yang mereka buat, tanpa mereka tau fokus utamanya bukanlah itu.

Adara menatap Devon tak kalah tajam, coba menutupi kesakitan yang tengah ia rasakan.

Mencoba bersabar akhirnya Devon menghela nafas. "Kemari.." ucapnya sambil mengulurkan tangan.

Dengan mata berkaca kaca Adara menggeleng, namun tak ada satupun kata yang keluar dari mulut kecilnya.

"Kemari sayang–—," ucapnya terputus karna lengannya ditarik pelan oleh aletta dan menatapnya dengan mata memanas.

Aletta coba berfikir positif, walau ia tau bahwa pertunangannya dengan Devon karna perjodohan tapi ia yakin lambat laun Devon pasti membalas cintanya, bukan seperti ini."Dev.."

"Sttt diam... Gadisku sedang berfikir buruk tentangku sekarang"

Dengan jantung bergetar alletta menolak percaya. "Nggak! Cuma aku gadis kamu, cuma aku!"

"AKU BILANG DIAM!, LO GA NGERTI BAHASA MANUSIA HAH!"

aletta sontak menatap Devon tak percaya, sudah lama sekali pria ini tidak membentaknya bahkan ketika ia mengajukan pertunangan pun pria ini tetap tenang, tapi sekarang? Ia benar benar tidak bisa berfikir apa yang sedang terjadi dengan kekasihnya ini.

Tanpa kata Devon menarik Adara, mencengkram pergelangan tanggannya seakan melampiaskan segara emosinya disana, dirampasnya kuat pecahan kaca itu bahkan sangkin kuatnya sampai membuat telapak tangannya ikut berdarah.

"Kamu ikut aku" ucapnya dengan mengabaikan penolakan keras Adara.

"Dev—"

"Tetap disini" tegasnya tanpa mengalihkan pandangan.

Devon mengarahkan pekerjanya dengan melirik para bodyguard nya. "Bersihkan tempat ini," ucapnya mutlak.

Adara yang merasa dirinya tidak akan baik baik saja mulai memberontak, tapi sekian detik kemudian dia tau pemberontakannya tidak akan berarti apa apa. "Akhh.. kak sakit"

Tanpa menghiraukan tangisan Adara Devon menyeretnya, emosi yang kian menjadi tak mengembalikan otak warasnya.

Aletta hanya bisa memandang sendu sang kekasih dan gadis yang ia tidak tau siapa itu.

Adara ia duduk kan pelan dikasurnya, tubuhnya segera bangkit untuk mencari letak obat yang biasa ia gunakan namun arah matanya tentu tak pernah terlepas dari Adara seolah mengawasi bahwa gadis itu bisa pergi kapan saja.

Setelah menemukannya ia segera kembali, menyentuh pelan tangan Adara, melihat luka itu kian menyayat hatinya. " Kenapa sampai terluka, hmm?"

Adara diam, tak mampu menjawab.

Adara kian terkejut melihat mata Devon yang juga ikut berkaca kaca.

"Jangan terluka—" ucapnya terputus.

"Jangan terluka sayang".

Adara tertegun.

Tangannya dengan amatir menuangkan alkohol ke kapas, ingin berusaha semaksimal mungkin mengobati gadisnya karna sebelumya dia tidak pernah mengobati siapapun.

Menyakiti adalah keahliannya tapi untuk mengobati, sama sekali tidak ada di kamusnya.

"Aku bisa jelasin, semua yang kamu dengar ngga seperti itu kenyataannya".

"Adara ga perlu penjelasan apapun, Adara sadar Adara bukan siapa siapa" ucapnya menolak.

Mencoba kuat Adara berkata "Kakak tentu lelaki bebas yang dikelilingi banyak wanita seharusnya Adara sadar itu dari awal"

"Tapi Adara rasa Adara terlalu buta untuk melihat semua itu".

Devon menggenggam lembut kedua tangan gadisnya, mencoba membujuk. "Heii sayang, aku bahkan belum mengatakan apapun, ijinkan aku bicara".

"Kalau begitu ijinkan Adara bertanya" ucapnya menantang.

"Baik, silahkan" ucapnya setuju sambil mengelus pelan lengan gadisnya.

Adara mencoba kuat, meyakinkan hatinya untuk bertanya, walau ia tau akan sakit tapi rasa penasaran lebih mendominasi nya. "Kalian beneran udah tunangan?"

Devon tertegun, pikirannya seakan kosong, ia juga bingung meski kenyataan memang begitu, tapi pertunangan mereka diadakan jauh hari sebelum ia bertemu Adara.

Tak tau harus menjawab apa Devon hanya diam, ia juga tak mungkin berbohong menyangkut hubungannya dengan Adara.

"Jadi benar?" Tanya adara dengan bibir bergetar.

Devon menghela nafasnya panjang. "Aku pasti jelaskan, tapi ngga sekarang sayang" jawabnya mencoba menenangkan.

"Sampai kalian menikah begitu?"

"Adara!" Ucap Devon dengan nada setengah membentak.

Seketika Devon gelagapan, tak ingin membuat takut gadisnya ia segera memeluknya, mengecup surai indahnya berkali kali."maaf, sayang. Maaf".

"Masalah ini akan terselesaikan dengan cepat, aku janji"

Dara mengalihkan pandangan. " terserah, dara ga punya hak apapun".

Cup..

Setelah mengecup kening Adara Devon bangkit segera keluar tak lupa mengunci pintu, ia tau suasana hati gadis ini akan begitu terus sampai ia tau kebenaran nya jadi tidak akan ada gunanya. Sebentar lagi, sebentar lagi akan ia pastikan tidak akan ada Hama sejenis apapun yang bisa merusak hubungannya.

Baru saja berbalik badan, matanya langsung tertuju pada aletta yang sedang menunggunya sambil berdiri, padahal sudah satu setengah jam ia meninggalkannya. Dapat ia lihat pandangan mata aletta tertuju padanya dengan tatapan kosong.

Sepertinya, ada masalah lain yang sedang menunggunya...




Vote &comment
Next?

Sadistic Of Love [Sudah Terbit Di Ebook!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang