"Tunangan?"

10.5K 1K 110
                                    

Adara melihat sekelilingnya, menghembuskan nafasnya pelan demi menghilangkan bosan yang melanda, ia bingung harus melakukan apa. rumah, oh tidak. Villa Devon ini terlalu luas untuk ditempati berdua.

Kadang ia merasa seperti sudah punya suami, hidup berdua di sebuah villa besar dan berada daerah terpencil, perhutanan pula.

Devon memang begitu bangsat.

Pria itu licik bin egois.

Pria setampan itu mengapa harus memborong semua sifat jelek?

Dunia benar benar tidak adil.

Ah, untung saja pria itu sudah pergi dari dua jam yang lalu, Adara juga tak tau kemana pria itu, lebih tepatnya tak mau tau. Lebih baik pria itu kecelakaan ditengah jalan lalu amnesia dan tak ingat pulang, ya itu lebih baik.

Adara mengalihkan arah matanya keseluruh penjuru villa, mencari celah untuk kabur, Devon selalu mengatakan tak akan ada celah kabur dari tempat ini, tapi apa mau dikata. Tidak ada yang tidak mungkin.

Dari arah depan tidak mungkin, ada belasan bodyguard menjaga disana, arah belakang hanya ada hutan. Apa ada jalan keluar?

"Ah sial" decak Adara sambil menatap kaca besar yang menghalangi jalan keluarnya.

Keningnya mengerut seketika. "Apa aku pecahkan saja?"

"Tapi bagaimana kalau mereka mendengar?" Tanya ada sambil melirik bodyguard yang ada diluar.

"Persetan!"

Prnkkkk...

Dengan keras Adara hantamkan sebuah kursi kayu didekatnya kearah kaca, oh tidak. Lututnya pun terkena beberapa serpihan itu, rasanya sakit sekali.

"Ah sial, ternyata mereka dengar" gerutnya kemudian.

Mendengar pecahan kaca dari dalam villa membuat para bodyguard Devon berlarian kedalam dan menhadang Adara dari berbagai sisi, Adara terlihat menatap mereka was was.

Tak hilang akal Adara mengambil serpihan pecahan kaca dari lantai sambil mengarahkan ketangannya, membuat para bodyguard Devon menatapnya takut.

"Nona tolong letakkan benda itu, itu berbahaya" saran sargas, salah satu bodyguard Devon.

"Jangan mendekat!"

"Nona tolong buang benda itu dan kami akan melupakan semua ini, kami tidak akan melaporkannya kepada tuan"

"Kalian pikir dara percaya!"

"Kami bersungguh sungguh nona, tolong jauhkan kaca itu, nona bisa terluka"

"Tolong, biarkan saja dara keluar dari sini, dara mau bebas" lirih Adara dipenuhi genangan air mata.

"Jika nona yang keluar dari sini, kami yang mati" keluh seseorang bodyguard.

"Tolong jangan beratkan beban hidup kami nona"

Adara melotot seketika. "Kalian juga memberatkan bedan hidupku!"

Deru mobil terdengar seketika, wajah Adara dan para bodyguard pun memucat, baik Adara dan mereka juga pasti akan segera kena musibah. Kini mereka sedang membayangkan seseorang yang sama disana, Devon.

Namun langkah sepatu high heels membuat mereka terperangah kemudian, berarti bukan Devon. Tapi siapa?

Tempat ini begitu terpencil, tidak mungkin akan ada yang tau.

Tapi apakah itu malaikat penolongnya?

Adara mendongakkan kepalanya menatap seseorang wanita yang juga sedang menatapnya dengan pandangan sama sama bingung.

Dilihat dari cara berpakaiannya, ia sangat anggun dengan gaun pink pucat dan makeup natural, disertai tubuhnya yang bak pahatan model, satu kata yang dapat terucap dalam batin Adara, cantik.

"Siapa kamu?" Tanya wanita itu.

Tidak ada yang menjawab.

Wanita itu mencoba untuk tetap tersenyum. "Hei, kamu siapa?"

Adara tersadar seketika. "Aku? Aku Adara"

"Kamu sedang apa disini?"tanya wanita itu lagi.

"Emm,, maksudnya?"tanya Adara bingung.

Gadis itu mencoba untuk tetap tersenyum. "Maksudku, apa yang sedang dilakukan gadis kecil sepertimu di villa tunanganku?"

"Ha? Tunangan?" tanya Adara terperangah.

"Ada apa ini?" Sahut suara dari belakang yang ternyata adalah Devon, Ntah sejak kapan pria itu sampai.

Aletta Natasya, seorang gadis yang sedari tadi terus penasaran akan sosok Adara kini menatap penuh rindu tunangannya Devon. Tangannya bergelayut manja dilengan kekar Devon, dan disaksikan langsung oleh Adara.

"Lepas!" Seru Devon sambil menyentak tangannya dari aletta, membuat gadis itu cemberut, sikap Devon kepadanya dari dulu selalu sama, tak pernah ada yang berubah.

Devon mentap para bodyguard nya yang menundukkan kepalanya, tak berani menatapnya secara langsung. Sial, sebenarnya keributan apa yang sedang terjadi?

Arah matanya kemudian menatap kaca yang telah berserakan, mata nya menajam melihat adanya serpihan kaca yang sedang Adara sembunyikan dibalik tangannya.

Oh gadisnya mencoba untuk main main lagi.

Baiklah, let's play girl.

"Sayang siapa gadis kecil ini?" Tanya aletta menatap devon.

"Dia gadisku" jawab Devon menatap Adara penuh seringai.



















Vote&coment!!

Next or no??

Sadistic Of Love [Sudah Terbit Di Ebook!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang