"Pergi"

7.2K 707 17
                                    

Dalam sejuknya angin malam Aletta melamun, tak seperti gundahan dalam hatinya yang selalu memberontak minta segera dilepaskan, gadis dua puluh satu tahun itu terus menatap lurus kearah depan. Suasana hatinya kian kacau, tidak tau harus berbuat apa, ia kehabisan cara untuk mempertahan Devon disisinya.

Seribu macam cara ia lakukan, tetap laki-laki itu kembali pada pujaan hatinya. Devon adalah pria keras kepala yang sama licik dengannya, sehingga tidak ada banyak cara yang ada ia lakukan untuk mempengaruhinya.

Dalam lamunannya, sekasat ia melihat seorang wanita dengan piyama tidur sedang duduk di kursi taman, sebenarnya jika ini siang bolong ia tak heran, tapi dalam kegelapan malam gadis itu diam dalam arah mata yang kosong. mungkinkah Adara?

Mengingat hanya ada dua gadis penghuni villa ini. Dengan yakin aletta menemui gadis itu, namun ia sempat terheran tatkala melihat gadis itu tak menyadari kehadirannya, arah matanya benar-benar kosong.

"Sedang apa?" Tanya aletta mengawali.

Adara diam, hanya keheningan, tidak ada sama sekali jawaban.

Aletta mendengus. "Tubuhmu kurus sekali, kamu tidak makan berapa hari?"

"Dengar, jangan pikir aku perduli, aku hanya mencoba untuk membandingkan keperdulian Dev kepadamu dan kepadaku, terlihat sangat jelas bukan?" Tanyanya menambahi.

Adara meliriknya. "Bukan urusanmu,"

Aletta memandangnya sinis, "Aku tunangannya, jelas kapanpun aku bisa ikut campur,"

Bisa aletta lihat Adara diam lagi, dan itu berhasil menguras segala kesabarannya, gadis ini benar-benar harus diberi pelajaran pikirnya.

"Dua bulan kedepan mungkin aku bukan tunangannya, tapi calon istri." Ucapnya dengan menekan kata 'calon istri'.

Adara menatapnya datar. "Jangan berbohong pada orang bodoh sepertiku kak, kamu tau aku dapat mempercayai apapun setelah semua kejadian dua hari ini," ucapnya dengan nada getir.

Aletta tersenyum, akhirnya ia tau letak masalahnya, mungkin Adara berfikir Devon seperduli itu padahal kenyataannya adalah berkebalikan ya, ia jelas telah dijebak dengan segala tipu daya pria itu, mungkin sekarang Tuhan sedang mempertunjukkan jalan untuk membalas pria itu. baiklah jika ia tak bisa membuat Devon terpengaruh padanya, ia akan buat gadis ini mempercayainya.

Aletta menatap gadis itu lurus. "Adara, maaf. Tapi aku harus mengatakan ini, Malam itu aku tidur dengannya,"

Adara menatapnya getir. "Jika kakak berani berbohong padaku malam ini, aku tidak akan memaafkan kakak untuk selamanya, jadi aku mohon, tolong katakan yang sebenarnya."

"Aku tau kamu tidak akan pernah percaya Adara, tapi pria itu tidak hanya pernah membawamu, sebelum kamu, ada puluhan gadis lain yang ia bawa kesini."

"Aku masih berdiam diri karna aku tau itu cuma sementara. Adara, jangan memposisikan diri dengan cara yang sama, jangan pergi disaat dia berhasil menghancurkanmu sehancur-hancurnya."

Aletta menatap Adara serius, mencoba meyakinkan Adara dengan cara terakhirnya, "Aku tau dia brengsek, dan bodohnya aku masih bertahan."

"Adara, aku pernah mengorbankan sesuatu yang tidak kan pernah bisa ia lupakan untuk selamanya, jadi untuk seluruh hidupnya, dia hanya akan kembali padaku,"

Adara meluruhkan segala tangisannya, hatinya masih tidak percaya.

Aletta menggengam tangan Adara erat-erat. "Tolong berhenti ada ditengah-tengah hubungan kami, aku tau kamu gadis baik."

"Dia akan meresmikan hubungan kami dua bulan lagi, dia juga sudah berjanji akan melepaskanmu, kamu percaya aku kan?"

Aletta tersenyum sambil mengelus rambutnya. "Pergilah sebelum hancur Adara, pergilah seakan kamu tidak tau apa-apa, "

Aletta bahagia, gadis itu jelas sangat girang disaat Adara tidak bisa mengatakan apa-apa, ia jelas tau Adara diam karna tidak bisa menyangkal semua kata-katanya, sifat Devon yang kian berubah rupanya sangat berpengaruh bagi Adara, dan pria itu tidak menyadarinya. Baiklah, jika ia tidak bisa mendapatkan Devon, maka gadis manapun juga tidak bisa mendapatkannya, menurutnya itu cukup adil.

Hati nuraninya bahkan tak tersentuh melihat Adara yang langsung pergi tanpa mengatakan apa-apa. Tubuh gadis itu yang kurus bahkan tidak sama sekali ia perdulikan, malahan hatinya selalu membatin agar Adara bisa cepat-cepat mati agar dirinya lebih leluasa menghancurkan Devon.

Aletta menatap kepergian Adara lurus, "Jangan pernah kembali, Adara...," Ucapnya tenang.





Devon pulang dengan suasana hati tenang, akhirnya ia berhasil meluruskan masalah ini, ia berhasil melepaskan diri dari keterikatan palsu yang selama ini membuatnya terbelenggu. Semalam ia benar-benar mendatangi orang tua Aletta untuk memutuskan hubungannya, dan orangtua aletta terlihat tidak keberatan sama sekali.

Ia benar-benar tak sabar untuk memeluk tubuh hangat gadisnya, menjelaskan semua masalah yang dua hari ini ia buat, jujur. Baginya mereka sama kacaunya, tapi hari ini ia akan menjelaskan semuanya, agar gadis itu tidak berfikiran buruk tentangnya.

"Adara...," Panggilnya lembut. Ia buka kamar gadis itu dengan pelan, mencoba mengecek di setiap ruangan, tapi hanya kekosongan yang ia dapatkan.

Tak mendapati Adara dikamar, dia berkeliling keseluruh penjuru villa, namun tetap tidak mendapati kehadiran Adara dimanapun.

Hatinya mulai gusar. "Adara.., kamu dimana!" Ucapnya dengan nada agak kasar.

Pria itu mulai mengecek ponselnya, mengingat sudah dua hari tak ada percakapan apapun dirinya dengan Adara. Tak mengulur waktu ia segera menelpon gadis itu, hatinya benar-benar kacau sekarang.

Suara operator lagi-lagi menambah kegelisahannya. Pria itu mengusap wajahnya kasar. "You broke me baby, please don't be like this."

"SIALAN! APA YANG DILAKUKAN PENJAGA-PENJAGA BAJINGAN ITU SELAMA INI!"

Devon membanting ponselnya kuat-kuat, matanya memerah. "MENJAGA SATU WANITA SAJA TIDAK BISA!"

Aiken memandang Devon aneh, kali ini masalahnya serius. Pria itu  Dengan cepat ia menghampiri Devon, ia tak mau Devon emosi lalu membunuh semua orang yang ada di villa ini.

Tangannya menepuk bahu Devon pelan. "Turunkan emosimu, membunuh para penjaga mu tidak akan menyelesaikan masalah, pergi dan cari gadismu, mungkin dia masih tidak jauh dari sini,"

Matanya devon memerah dengan kepalan tangan yang semakin menguat, "She tried to leave me," ucapnya dengan terkekeh.

Aiken melihat, mata Devon mulai berubah, tak mau masalah lain terjadi, ia coba untuk semakin menenangkan. "Tenang, aku akan bantu mencari gadismu, anak buahku bisa—," ucapnya terpotong.

Devon menyeringai sambil menatapnya. "No, bro. Aku yang akan menyeret gadis itu kesini dengan tanganku sendiri."

Aiken memandang Devon datar, seakan tau apa yang akan terjadi pada gadis itu jika Devon berhasil menemukannya.




















Udah up ya, semoga kalian suka.
Happy reading semuanya❤️
Jangan lupa, target 90 vote for next Cinte 💜

Sadistic Of Love [Sudah Terbit Di Ebook!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang