Memasuki ruangan besar milik sang ayah Devon tau ini bukan perkara mudah, pasalnya ia sendiri setahun hanya sekali menemui sang ayah itupun terkadang karna paksaan. Hidupnya kian lama sudah diatur, bahkan sejak ia dilahirkan. Memutuskan untuk memasuki ruangan ini tanpa ada panggilan terlebih dahulu benar benar bukan perkara mudah untuknya.
Semua ini demi gadisnya, juga demi sahabatnya yang telah tidak sengaja ia kecewakan.
Ia rasa ia sudah terlalu lama berdiam diri, menaati bak patung yang diarahkan oleh pemiliknya, kini tidak lagi. Karna tentu ia memiliki kehidupannya sendiri.
Pintu besar itu kian terbuka dengan sendirinya, aksesnya dengan mudah bisa dibuka oleh sang pemilik, sang ahli waris. Gavin Devon ardelard.
Kedatangannya tentu mengagetkan semua orang yang ada di dalam ruangan, terutama sang ayah dan ibu tirinya.
"Apa kabar—" ucapnya mengawali pembicaraan.
Pria itu menyeringai. "Ayah?"
Melihat tanda bingung yang ayahnya perlihatkan tentu semakin memperindah senyumnya, ia bahagia. Nyaris sangat bahagia, Akhirnya pak tua tidak tau diri itu mulai bingung dengan kata "ayah" yang tadi ia ucapkan.
"Ada apa pak Agung Bramasta Purnama? Saya ini masih anakmu kan?" Tanyanya heran dengan nada bergurau.
Bramasta berdehem. "Perhatikan cara bicaramu Gav". Ucapnya memperingati.
Devon mengangguk angguk paham. "Oh ya, harus sopan kepada orang tua"
Keningnya menyengit bingung. "Tapi anda tak lebih dari seekor lalat bagiku"
"Pengganggu" sambungnya dengan tersenyum.
"GAVIN! SUDAH AYAH KATAKAN! PERHATIKAN NADA BICARAMU! JANGAN SEPERTI ORANG YANG TIDAK BERPENDIDIKAN!" Teriak Bramasta coba menasehati.
Devon menghela nafas pelan, bingung dengan kata kata sang ayah. " Anda berpendidikan tapi masih punya pikiran untuk meracuni ibuku, anda punya tutur kata yang sopan dengan pegawai tapi anda maki ibu saya setiap hari, apakah anda ingat? Anda bahkan menendang perutnya ketika ibu saya mengandung saya, dan lagi. mobil anda banyak tapi anda suruh ibu saya berjalan berkilo kilo meter hanya untuk membeli susu untuk saya, anda paksa saya menyetujui pertunangan itu dengan putri sahabat anda berkedok utang budi—" jelasnya dengan satu nafas.
"Dan sekarang anda coba hancurkan hubungan saya dengan membawa aletta kesini".
"Tingkah mana yang lebih binatang dari itu?" Tanya pelan.
Bramasta tak gentar mendengar keluh kesah anaknya selama ini, hati benar benar tak tergerak, ia hanya berfikir bahwa seorang pembantu yang berani hamil darah dagingnya memang layak diperlakukan seperti itu.
Mendengar perdebatan ayah dan anak itu membuat Tamara was was takut ia juga diikut sertakan. "Gavin, tolong bicarakan secara baik baik, kalau kamu begini hanya akan menambah masalah"
Tangannya ia arahkan untuk mengelus pelan lengan Gavin, mencoba untuk menenangkan, namun tentu ditolak keras oleh sang empu. "Tidak usah ikut campur". Ucap Gavin telak.
Bramasta menggeram. "Gavin! Dia ibumu!"
"Ibu saya sudah mati" ucapnya datar.
"Gavin! aku tidak pernah menyuruhmu untuk sopan padaku, setidaknya hargai dia"
"Dimana letak saya harus menghargainya?" Tanya Gavin.
Alisnya menyengit heran. "Dia berperan hebat mempengaruhimu untuk meracuni ibuku, bermuka dua selama ini, dua alasan itu sudah cukup bagiku untuk membencinya seumur hidup".
Bramasta menggeleng tak habis pikir dengan jawaban sang anak. "Baik terserah. Katakan apa masalah mu" tanyanya mengakhiri.
"Bawa aletta pulang, bila perlu sekolahkan dia diluar negri" ucapnya cepat.
"Kamu gila! Ayah yang bawa aletta kesini, Gav, kamu harus ingat apa saja yang sudah aletta lakukan untuk kamu, jangan seenaknya kamu!"
"Aku tidak pernah minta dia untuk mengorbankan organ tubuhnya untukku!" Sela Devon tidak terima.
"Lagipula jika dia memang sukarela, dia tidak akan memaksaku menerima pertunangan itu, anda orang berpendidikan kan? Berfikir lah secara logis"
Tak mendapat kan jawaban yang ia mau dari sang ayah Devon pun menyerah, ia akan coba untuk bergerak sendiri. Mengharapkan pria tua ini memang tidak akan pernah ada habisnya, " terserah, tapi aku akan bergerak dengan caraku, jadi jika terjadi sesuatu yang tidak anda inginkan pada alat penggerak uang anda itu, silahkan tarik dia keluar".
Devon peduli, sangat peduli pada aletta, aletta sudah dianggap adik olehnya, menyingkirkan aletta sama sekali tidak ia maksudkan tapi kondisi yang mengharuskannya untuk menarik aletta keluar.
Sedangkan Bramasta justru bungkam, paham benar dengan apa yang dikatakan anaknya, jika sudah begini dia tidak akan bisa melakukan apapun.
Arah mata Devon gantian melirik Tamara. "Dan kamu, jangan coba ikut campur jika tidak ingin ikut hancur". Sarannya.
Jantung Tamara berdetak kuat mendengarnya, sehingga tak ada satupun yg bisa ia ucapkan.
"Jadi simpanan tidak usah belagu—"
"GAVIN! ANAK SIALAN!" Teriak Bramasta bearapi api.
Devon tersenyum mendengarnya. "Aku ingatkan padamu untuk berhati hati, jika saat ini pria tua disampingmu hanya bermain main maka anda juga harus bermain main pada hati, jika tidak anda akan sama hancurnya seperti ibuku".
Mata Tamara terbelagak, pikirannya kemana mana.
"KELUAR KAMU GAVIN! DASAR ANAK PEMBAWA SIAL!".
"That's right, sebutan yang bagus". Ucapnya sambil mengangguk anggukkan kepala.
Devon melirik ke arah ke duanya disertai senyuman manis. "Terimakasih untuk waktunya ayah dan—"
"Simpanannya" Sambungnya yang cukup didengar Bramasta maupun Tamara.
Masuk kembali kedalam rumah kian mengkeruh perasaan nya, ada dua wanita yang sangat ia sayangi berada Disni, ia juga belum bisa untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi, tapi mungkin. Setelah ini pasti akan ada masalah lagi mengingat pertikaian di hari sebelumnya.
Dilihatnya meja sudah rapi, makan malam juga sudah disiapkan tapi tak ada satupun wanitanya yang mau keluar secara sukarela untuk makan malam.
Tak lama iapun memanggil salah satu peekerja. " Segera panggilkan aletta dan adara untuk makan malam bersama, jika ada yang tidak mau silahkan seret kehadapan ku"
"Baik tuan".
Diharuskan untuk Vote& comment!
KAMU SEDANG MEMBACA
Sadistic Of Love [Sudah Terbit Di Ebook!]
Romance"Salahkan takdir yang mengikat dia denganku." Adara tidak menyangka tindakan kecilnya akan mengubah nyaris di keseluruhan hidupnya. Masuk ke kehidupan pria itu tidak pernah ia bayangkan akan sesakit ini. Namun meninggalkannya pun ia tidak sanggup. T...