Adara merasakan siluet sinar matahari yang sedikit menerpa wajahnya. perlahan matanya terbuka terpana dengan suasana tenang ruangan ini, namun sedetik kemudian dahinya mengkerut, mengingat ini bukan kamarnya sama sekali. matanya melirik area sekitar, mencoba mengingat apa ia pernah mendatangi tempat ini atau tidak, tapi ia tak ingat sama sekali.
Tubuh itu mulai bangun, bisa ia rasakan tubuhnya yang hangat, rasanya sakit dan remuk. Adara tidak ingat apa yang sebelumnya terjadi dengannya. "Awsss...," Desis Adara pelan, ketika mendapati pusing didaerah kepalanya.
"Hati-hati," kata seseorang yang kini membatunya duduk, Adara tidak pernah tau pria itu sudah ada didekatnya sejak kapan.
Adara menyengit bingung, ia tidak pernah kenal pria ini, "Masih pusing?" Tanya pria itu. Satu kata yang berhasil menyadarkan Adara dari lamunannya.
Tanpa sadar tangannya mengecek suhu panas Adara pada area keningnya, masih iya rasakan tubuh Adara yang sangat hangat tapi lebih baik dari tadi malam. Namun, wajah bingung Adara kini menyadarkannya dari tingkah lakunya yang tidak sopan dengan menyentuh seseorang sembarangan, dengan cepat ia turunkan tangannya dengan agak canggung.
"Maaf, aku tidak bermaksud menyentuhmu sembarangan. Hanya saja, tubuhmu sangat panas tadi malam, ini sudah lebih baik," jelasnya panjang lebar. Takut-takut jika gadis didepannya salah paham.
Adara mengangguk singkat. "Tidak masalah."
Dengan posisi setengah duduk, Sargas mengeluarkan nampan berisi makanan dan obat yang tadi sudah ia siapkan, menaruh nampan makanan itu disisi kiri Adara, mengingat pesan Herry semalam yang harus segera memberi Adara asupan agar bisa lekas sembuh.
Sargas tersenyum ramah. "Lihat, aku mempersiapkan ini sejak pagi, dokter bilang kamu harus segera makan, setelah itu baru bisa minum obat," ucapnya sambil menyuapkan satu sendok makanan kepada Adara.
Adara mencoba menyingkirkan sendok didepan mulutnya, mencoba menolak. "Tunggu dulu, Aku tidak mengenalmu, Bagaimana Aku bisa berada disini?" Tanya gadis itu bingung.
Sargas nampak kecewa dengan respon Adara.
"Maaf, Aku tidak bermaksud menolak, hanya saja ini terlalu aneh, Aku cuma orang asing, tidak perlu diperlakukan seperti ini." Ucapnya tidak enak.
Sargas menatapnya lembut, "Orang asing atau tidak, aku yang telah membawamu kesini, lantas akulah yang harus bertanggung jawab untuk itu."
Adara hanya diam, sementara Sargas semakin merekahkan senyumnya. Diamnya gadis itu sebenarnya sangat berpengaruh, Adara terlihat sangat imut dalam diamnya, ia hanya biar berteriak dalam hati untuk bisa mencubit pelan pipi gadis itu.
Dengan lembut tangannya memindahkan sendok yang tadi ia genggam ke tangan Adara, ia hanya merasa sedikit tidak enak, "Tidak apa-apa jika memang kamu tidak ingin, aku tidak akan memaksamu, dan maaf jika tadi aku kelewatan, tidak seharusnya aku melakukan itu, aku hanya terlalu senang bisa melihatmu sadar tadi, sekali lagi. Tolong maafkan aku." Sesal pria itu.
Adara terlihat menggeleng pelan, mencoba memberitahunya jika ia tak melakukan kesalahan apapun. tapi tetap, bibir gadis itu hanya diam.
"Jika ingin melakukan sesuatu maka lakukan saja, jika ingin sesuatu, kamu juga bisa memberitahuku. Aku tidak akan pernah menganggapmu orang asing. jadi tolong, jangan sungkan."
Adara mengangguk pelan.
Sargas tersenyum sampai lesung sempipit pria itu terlihat, menandakan bahwa ia sangat bahagia. "Baik. maaf siapa namamu?"
Adara menggeleng pelan, menolak menjawab. Sargas memang kecewa, tapi tidak apa, mungkin gadis ini butuh proses, dia jelas tidak tau apa yang memberatkan gadis ini untuk menyebutkan namanya tapi ia yakin suatu saat nanti ia bisa mengetahui nama lengkap dari gadis dihadapannya ini.
"Baiklah. kalau begitu aku pergi dulu, kamu bisa tekan bell disampingmu jika ada sesuatu yang kamu perlukan, aku akan ada urusan sebentar, jadi aku tinggal dulu,"
Adara mengangguk. benar-benar bingung, respon apa yang harus ia berikan.
Pintu tertutup dengan pelan, Adara mengendurkan tubuhnya, pikirannya masih terlalu kacau untuk mengerti semua kejadian ini, tapi satu yang ia tau, pria yang menolongnya itu sangat baik. Bagaimana ada manusia sebaik itu?
Devon terkekeh melihat hasil foto yang berhasil ditangkap oleh anak buahnya dua hari yang lalu. Meneguk kuat-kuat Vodka yang tadi ia pegang, terlalu bersemangat sampai-sampai tumpahan airnya mengenai kemeja putihnya, semakin panas tubuhnya maka semakin gila juga rasanya.
Hampir gila ketika ia terlambat lima menit untuk menemukan gadisnya, sampai-sampai gadis itu ditemukan oleh orang lain, seorang bajingan yang coba-coba bermain dengannya. Pikirannya memang kacau, tak bisa berfikir jernih ketika memikirkan apa saja yang bisa dilakukan pria itu pada gadis kesayangannya, tapi bukan berarti ia lengah untuk membiarkan Adara dengan pria itu tanpa maksud terselubung.
Ada kejutan yang akan menanti pria itu, sebuah hadiah besar bagi seseorang yang berani menolong gadisnya, tersenyum padanya, perhatian dengannya, dan tertarik? Astaga, apakah ia harus menghancurkan rahang pria itu dengan tongkat baseballnya? pria itu tampak sangat tebar pesona dan ia membenci itu.
Malaikat dengan malaikat akan tampak biasa, dan malaikat dengan iblis memang tidak akan bersama. Lalu bagaimana jika ia memaksakan takdir?
Semua akan berjalan seperti keinginannya bukan?
Tapi jauh dari reluk hatinya ia sedikit risau, takut-takut jika Adara juga tertarik dengan pria itu, memikirkannya membuatnya marah. Sehingga botol Vodka yang ia genggam remuk begitu saja, menyisakan darah yang menetes tanpa rasa sakit, ia sudah bilang bukan, ia tidak pernah merasakan rasa sakit.
Devon melirik berbagai foto yang berhasil ditangkap orang-orangnya, tangannya mengambil salah satunya. Meludahi foto itu tepat pada gambar Sargas, membakar foto dengan tatapan sinis, merasa tidak menyesal sama sekali, "Menyingkir sebelum posisimu sama seperti foto ini, bedebah."
Udah aku up sesuai target yah, semoga kalian suka☺️
Happy reading semuanya....❤️
120 vote for next🔥
KAMU SEDANG MEMBACA
Sadistic Of Love [Sudah Terbit Di Ebook!]
Romance"Salahkan takdir yang mengikat dia denganku." Adara tidak menyangka tindakan kecilnya akan mengubah nyaris di keseluruhan hidupnya. Masuk ke kehidupan pria itu tidak pernah ia bayangkan akan sesakit ini. Namun meninggalkannya pun ia tidak sanggup. T...