"Aiken Addison Aldwin"

7.5K 692 13
                                    

Devon mengusap wajahnya kasar, gempulan asap rokok perlahan mulai ia hembuskan, padahal ia bukanlah tipe perokok aktif, tapi terkadang ia juga membutuhkannya, kepalanya benar benar pusing memikirkan masalah yang ada. Pria licik itu kehabisan cara untuk memulangkan aletta ketempat asalnya.

Benar benar pengganggu, sama seperti ayahnya.

Ia rasa aletta dan ayahnya itu cocok, kenapa tidak menikah saja. Toh ia mengenal aletta dengan baik, walau seumuran tapi ia juga pengen punya mama muda.

Masih gusar dengan pikiran yang ada, tiba tiba pintunya dibuka dengan gerakan kasar, bisa ia lihat ada lano disana. Ada yang tampak beda sebenarnya, lano yang ia kenal dengan tatapan datar kini tampak kacau, tak jauh berbeda dengannya. Seperti ada yang salah dengannya lano bukan tipekal pria yang mau mendatangi duluan, walaupun mereka bersahabat baik.

"What? Apa masalahmu?" Kata lano tiba tiba.

Devon menyeringai sambil membuang bekas rokoknya. "Lo yang kayanya punya masalah, jangan membual. Aku memang sedang dalam masalah tapi dari raut wajahmu sepertinya masalahnya lebih besar,"

Lano melirik arah lain. " Nothing, hanya perasaanmu saja,"

"Come on man, it's obvious from your face," ucap Devon yakin.

Tanpa menjawab pertanyaan Devon lano duduk dengan cepat disamping nya, ingin menutupi raut wajahnya. Astaga, apa tampak sangat jelas bahwa ia sedang gusar-gusarnya?

Devon terkekeh. "Lihat, sekarang wajahmu merah seperti pantat bayi," Ejek Devon telak.

Lano menutupi pipinya, "kepalamu! Tidak ada yang memerah, wajahku memang seperti ini sejak lahir!" Tolak lano kuat.

"Sialan Dev! Berhenti tertawa!,"

Devon tertawa keras sampai tersedak, astaga. Karna lano ia bisa mendinginkan sedikit kepalanya, "astaga Lan, apa yang terjadi dengamu hah? Wajahmu benar benar terlihat menjijikkan"

"Sudah kukatakan berhenti memanggilku lano, orang orang terus menyebut nama jelek itu brengsek!" Ucapnya tidak terima.

Enak saja Devon memanggilnya lano, namanya juga tidak ada lano-lanonya sama sekali, orangtuanya memberikan nama yang bagus, tapi sahabat seperbejatan ini memberikan sebutan yang tidak ada bagus-bagusnya sama sekali.

Aiken itu penggemar berat spageti la-fonte, dan kata Devon ia norak jadi dengan gampangnya pria itu menyambungnya jadi lano, naasnya orang orang disekitarnya juga menyebutnya itu, benar-benar tidak keren.

Setelah puas, Devon menghentikan tawanya. " what's wrong, hmm?,"

"Dapat mangsa baru?" Tebak Devon.

"Hmm," jawab lano cepat.

"Lalu dimana letak masalahnya, itukan sudah biasa," jawab Devon cuek.

Lano bergegas mengambil handphone nya, menunjukkan kepada Devon masalah yang sebenarnya. "Lihat, ini tangkapan baru,"

Devon menyengit heran, matanya melirik ke gambar yang Aiken tunjukkan, seorang gadis belia-perkiraannya usia 17 tahunan sedang terduduk dengan diikat kuat pada tiang tiang disampingnya, mengenakan gaun hijau muda indah yang memperindah lekuk tubuhnya. Pada posisi yang ia lihat gadis itu terlihat tidak sadarkan diri dengan sedikit goresan diarea lehernya, sedangkan perban menutup mulutnya, gadis yang sangat cantik pikirnya.

Devon melirik Aiken. "Ga seperti barang biasa yang Lo eksekusi, kali ini bukan pelacur?"

Aiken menggeleng dengan wajah datar. "Lo tau gudang belakang dekat taman arena kan? Malam itu gue lagi eksekusi orang, tau-taunya ni cewek ga sengaja lagi mergokin gue,"

"Trus, kenapa ga Lo bunuh disitu juga," tanya Devon heran. Ia tau gadis itu cantik tapi Aiken bukanlah orang yang peduli akan paras daya tarik dari lawan jenis jadi ia sedikit bingung.

Aiken menatap lurus. "Gue gatau, tangan gue seakan kaku, sebenernya lehernya udah gue gores sedikit tapi sampai disitu tangan gue kaku, bener-bener ga bisa digerakkan, tu cewek juga tiba-tiba pingsan jadi gue bawa kerumah,"

Devon terkekeh, "baru kali ini Lo bawa orang hidup kerumah, biasanya juga mayat,"

"Gue juga bingung, gue ga bisa bunuh dia tapi ga mungkin juga gue lepasin, gue ga bisa jamin tuh cewek tutup mulut," ucap Aiken gusar.

"Bawa aja kesini-,"

"Gabung tuh, sama cewek-cewek gue," ujar Devon cuek.

Aiken terkekeh, "bener-bener gada yang keluar sama sekali?,"

Devon menggeleng lemah.

"Gue juga ga mungkin tarik aletta keluar, dia adik gue".

Aiken memandang Devon tak habis pikir. "Lagian nih, Lo udah tau tu cewek beda frekwensi, masih aja Lo letakin kamar mereka berdekatan, kamar Lo ditengah-tengah lagi,"

Devon terkekeh sambil menggeleng. "Biar adil," jawabnya bergurau.

"Tapi kalo Lo mau gue bisa kasih solusi buat masalah Lo tadi-,"

Aiken menunggu jawaban Devon tak sabar.

"Lo jual aja tuh cewek ke perdagangan manusia, toh Lo juga ga bakal rugi,"

Aiken mengusap wajahnya kasar. "Gue ga bisa,"

"Why? Jangan bilang Lo tertarik-,"

"Nggak, Lo kenal gue kaya gimana, gue gabakal kemakan muka berkedok sok polos kaya gtu," tolak Aiken cepat.

"Lagian orang kaya gue ga akan pernah jatuh cinta duluan, tuh cewek juga bukan tipe gue," lanjutnya cuek.

Devon memandangnya menggoda. "ok, we'll see later,"












Karna ga up semalam, hari ini aku up 2x, so sebagai apresiasi tolong vote& comment nya❤️

Sadistic Of Love [Sudah Terbit Di Ebook!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang