14

434 48 12
                                    

"Ayah?"

Begitu mobil terparkir di halaman, aku langsung berlari menghampiri ayah. Mengucapkan terima kasih padanya karena telah membebaskan Hannah serta Jessica. Ku peluk ayahku erat.

"Terima kasih ayah.. Ayah sudah mendengarkan permintaan Yeris."

J.J mengusap kepalaku. Ku tatap wajahnya yang menunjukkan raut berbeda dan aneh. Tidak ada respon yang ku dapat sampai ayah melangkah masuk ke dalam dan mengabaikan ku. Apakah ayah masih marah?

"Oxe,  ada apa dengan ayah?" tanyaku.

"Tidak ada, nona. Tuan J.J hanya sedikit lelah karena menghadiri rapat tadi pagi," jawab Oxe.

Sebelumnya, Oxe, Teon, serta Jony sudah diberitahu J.J untuk tidak mengatakan apapun jika J.J memiliki penyakit pada kejiwaannya. Selama ini J.J sudah berusaha menyembunyikannya, ia hanya tidak ingin putrinya merasa malu karena ayahnya tidak normal.















Tidak mendapat jawaban, aku memberanikan diri masuk ke dalam kamar ayah. Sejak kepulangannya, ayah sama sekali tidak keluar kamar hingga malam dan aku khawatir.


"Kau adalah penyebabnya," gumaman ayah terdengar oleh ku  begitu baru ku langkahkan kaki masuk ke dalam.

Aku terdiam. Apakah perkataan ayah barusan adalah untuk diriku?

"Semua ini karenamu."

Lagi-lagi aku mendengar gumaman ayah. Bahkan dia sama sekali tidak melihat diriku dan hanya memandang ke arah jendela.

"ayah, apa kau membenciku?" cicitku lemah. Jujur, suara ayah berbeda dan tidak selembut biasanya. Apa aku telah berbuat kesalahan? Apa aku sudah membuatnya marah?

"Seharusnya kau tidak lahir. Ini semua tidak benar. Tidak seharusnya aku memiliki anak haram sepertimu!"

Mataku membola. Tidak kusangka ayah akan berkata demikian.

Aku..  Anak haram?

Apa maksud dari perkataannya.

Detik berikutnya,  pandangan ayah teralihkan. Mata jernihnya tampak sayu dan lelah.  Lalu begitu sadar akan kehadiranku, ayah terkejut.

"Y-Yeris?"

Entah sejak kapan air mataku mengalir deras. Pandanganku mulai buram. Dadaku terasa sesak. Perkataan ayah barusan, benar-benar membuatku merasa seperti dihujam ribuan tombak.

"Yeris.. Ayah-"

Aku tidak sanggup melihat wajah ayahku, jadi ku putuskan untuk pergi menuju kamarku sendiri. Membungkus diriku dalam selimut tebal dan menangis disana.








"Ayah.. Apa Mama Yeris cantik?"

"Kenapa kau ingin tau?"

"Habisnya, Yeris ingin tau seperti apa wajah Mama. Ayah sangat tampan, jadi Mama pasti juga sangat cantik. Iya kan ayah?"

"Kau terlalu banyak bicara."

"Yeris ingin sekali bertemu Mama."

"Apa Jessica belum memberitahumu?"

"Eh?"

"Mamamu sudah tidak ada di dunia ini. Dan berhenti lah bertanya tentang Mamamu."


Aku tidak pernah tau seperti apa ayah marah. Sejauh yang aku tau hanya sebatas nada bicaranya yang ketus dan terdengar intimidatif. Tetapi kali ini benar-benar berbeda. Nada ayah tinggi,  suara beratnya, teriakannya, seolah marah besar.

DESIROUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang