2

1K 94 32
                                    

"Selamat pagi ayah."

Aku menyapa ayah dengan senyum lebar. Semalaman aku tidak bisa tidur. Berada di mansion baru tanpa Jessica rasanya sepi dan aku merindukannya.

Ayah melirikku sebentar. Dia sedang membaca koran. Sepertinya tidak ada niat untuk menjawab salamku. Jahat sekali.

Seorang pelayan mengangkat tubuhku dan menaikkan diatas kursi meja makan.

"Kudengar besok ulang tahunmu."

Mataku membulat.

"Jessica memberitahuku"

Oh, sudah kuduga.

"Kalau begitu boleh Yelis meminta hadiah?"

Aku bertanya hati-hati. Mata ayah sama sekali tak lepas dari pandangan koran.

"Apa yang kau inginkan?"

"Sica."

Jawabanku sontak mengalihkan mata ayah dari koran yang ia pegang. Sungguh dingin. Aku tidak menyangka ayahku tidak ada senyum-senyumnya sama sekali. Apa dia punya riwayat penyakit tidak bisa senyum?

"Jadi itu permintaanmu ya?"

Ayah menyesap teh nya sebentar. Aku menatap penuh harap. "Apa ayah akan mengabulkannya?"

"Entahlah, aku masih berpikir."

Setelah perkataan ayah, suasana jadi hening. Ayah tidak lagi mengajakku bicara. Hanya aku yang terus menerus mengeluarkan suara dan bertanya pada ayah. Respon ayah pun singkat membuatku takut untuk mengajaknya bicara lebih banyak.



☯️☯️☯️



"Apa ayah malah pada Yelis ya?" Aku berpikir sambil memandang langit. Ayah tengah sibuk dengan pekerjaan yang aku tidak tahu apa itu. Ia bilang ada teman lama yang sedang ia temui.

"Membosankan."

Aku mengeluh diatas rerumputan. Menutup mata dan membiarkan diriku terlelap. Lalu sebuah bayangan menginterupsi. Aku pikir itu adalah bayangan pelayan yang akan menegurku karena tidur sembarangan. Tapi begitu mendengar suaranya, aku terkejut.

"Halo."

Mataku terpaku pada sosok anak laki-laki berambut pirang. Aku bangkit seketika, dan memerhatikan anak laki-laki asing yang tiba-tiba berada di taman mansion. Bahkan Schatz milik ayahku ada di gendongannya.

"Maling?"

Anak laki-laki itu melotot.

"Ayah ada maling!"

Aku berteriak keras hingga kemudian anak tersebut menutup mulutku dengan satu tangan.

"Ssstt... Aku bukan maling," ucapnya.

Schatz melihat kami berdua. Lalu dia lari meninggalkan kami.

"Eh, Schatz!"

Tunggu, anak itu kok tau nama kucing ayahku.

"Siapa kau?"

"Nanti saja perkenalannya, kita harus cari Schatz dulu."

"T-Tunggu-"

Tanpa diduga, tangannya menggenggam tanganku dan membantuku berdiri.

"Ayo!"

Kami pun berlari mengejar Schatz. Dia tampak ketakutan karena Schatz lolos dari pangkuannya. Ya, daripada itu bagaimana Schatz yang hanya jinak kepada ayahku bisa jinak juga sama anak ini!? Tidak adil!

DESIROUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang