16

252 40 2
                                    

Bertubi-tubi tembakan peluru menggema di seluruh ruangan. Menodai dengan warna merah pekat dari darah.  J.J berlari, melihat situasi dimana semua pelayan serta teman-teman nya mati. Jony, Oxe, dan Teon.

Hatinya pecah berkeping-keping. Keringatnya mengucur deras. Wajahnya pucat. J.J melangkah gontai. Terduduk di lantai yang bersimbah darah. Lalu ia melihat gadis yang amat ia kenali. Putrinya. Joe Yeris.

Melihatnya dengan tatapan kosong tak bernyawa.

Menyakitkan. Batin J.J menjerit. Membawanya keluar dari mimpi buruk yang kembali membuat dirinya trauma. Air mata mengucur deras. Apa barusan itu benar-benar mimpi?



J.J beringsut duduk. Wajahnya kusut. Pucat dan tampak tak bertenaga. Ia melihat jam weker yang menunjukkan pukul 2 pagi.

Kepalanya berdenyut sakit. Mimpi buruk tak pernah hilang dari hidupnya. Dan sekarang ketakutan akan kehilangan Yeris sungguh membuatnya jadi beban pikiran.

Tak melanjutkan tidur, J.J memilih berjalan menuju balkon. Membiarkan angin yang dingin itu menerpa kulitnya hingga mulut J.J mengeluarkan kepalan asap.

Ia takut.

Ia tidak ingin kehilangan.

Yeris..

J.J menggertakkan gigi. Menghantamkan tangannya pada pagar pembatas balkon. Menjadikannya sebagai tempat pelampiasan amarah.

"Obatnya tidak bekerja!"






☯️☯️☯️







Sinar mentari sudah menampakkan diri. J.J menuju ruang makan yang sekali lagi tidak ada Yeris disana. "Dimana dia?" tanyanya.

"Hari ini nona Yeris sarapan lebih awal karena sedang ingin berlatih memanah," sahut Hannah.

"Memanah?"

Daripada mengisi perutnya terlebih dulu, J.J menuju lapangan. Melihat Yeris yang fokus menarik panah dari busur ditujukan pada apel merah dengan jarak 400 meter.

Sayangnya panah itu tidak mengenai tepat dan hanya menggores sedikit permukaan buah apel.

Yeris menghentakkan kaki kesal sementara J.J mendekat dari arah belakang. Melirik Yeris mungil dan bertanya, "Apa aku mengganggu?"

Sontak Yeris terkejut sampai meloncat mundur. "A-Ayah!"

Canggung. Atmosfer mereka sungguh terasa tidak nyaman. Yeris mengalihkan pandangan. "T-Tidak juga."

"Sepertinya aku memang mengganggu," J.J membalikkan badan bersiap pergi.

"Aku bilang, ayah tidak menggangguku!" Yeris membalas dengan nada tinggi. Amarahnya masih belum reda, tetapi ia tidak bisa menyangkal bahwa ia sangat merindukan J.J sebagai seorang ayah.

"Yeris." J.J menghentikan langkah. "Apa kau ingin ke sekolah?"

Yeris membelalakkan mata. Memandang bingung sekaligus heran dengan pertanyaan sang ayah.

DESIROUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang