Sebelumnya..
"Berapa lama obat itu bekerja?"
"Hanya beberapa hari tapi jika dia meningkatkan dosisnya kurasa akan terjadi lebih cepat."
"Obat itu menghancurkan sistem organnya secara perlahan."
Oxe tersenyum. "Baiklah, akan kuingat itu"
William masih memandangnya ketika pria itu berdiri dengan dua orang di belakangnya. "Jadi bisakah kau mengampuni keluagaku? Dan juga putriku, bisakah kau melepas mereka?" pintanya.
"Tentu. Aku akan membiarkanmu bertemu mereka," peluru itu melesat tepat setelah jeda pada kalimat Oxe. "di surga." lanjut Oxe menatap senang mayat William yang tergeletak.
"Singkirkan dia, aku harus secepatnya kembali dan mengabari J.J jika aku sudah menemukan guru terbaik ubtuk putrinya."
Oxe merapatkan mantel di tubuhnya dia menengok anah buahnya sesaat. "Jika perkiraanku benar, kurasa besok sudah waktunya."
"Anda yakin?" salah satu anak buahnya bertanya.
"Ya, kalaupun salah, itu tak apa. Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi karena kondisi J.J melemah akhir-akhir ini."
"Itu benar! Kita tidak boleh melewatkan kesempatan!"
Oxe tertawa. "Bergembiralah karena era baru akan segera datang!"
Setelah dari club malam..
"Aku akan istirahat di kamar." Oxe berjalan menuju bilik kamarnya. Jony yang masih sedikit mabuk itu hanya menganggukkan kepala. Pria tinggi itu juga merasa lelah jadi dia juga berpikir untuk istirahat di kamar.
Oxe menutup pintu. Dia melepas pakaiannya lalu mengintip dari arah jendela. Dering di ponsel terdengar, Oxe mendekatkan pada telinga.
"Dengan Mr. Manners ya? Baiklah, bagaimana dengan persiapan nya?"
Gerakan jemari Oxe pada kancing baju terhenti begitu orang di telepon itu menyebutkan bahwa ada yang ikut bersama J.J untuk menemui para politikus.
"Tommy? Aku tidak tau mereka dekat."
Oxe masih memandang ke arah jendela. Melihat pada bawahan J.J dan bersiap masuk ke dalam mobil.
"Lakukan saja sesuai yang ku perintah. Aku akan mengabarimu lagi nanti."
Oxe meletakkan ponsel itu di meja nakas. Ia tersenyum. Sebentar lagi J.J akan mati di tangannya.
Sebentar lagi..
Jlebb!
Mata pisau itu menusuk bagian perut kiri J.J. Jika saja J.J tidak menghindari dengan cepat mungkin jantungnya sudah kena oleh mata pisau dari Oxe.
"Bahkan di kondisi begini, kau masih bisa menghindar. Tak apa, dengan begitu aku bisa bermain sebentar."
J.J memegangi perutnya yang mengalami pendarahan. Lalu bawahan yang ikut bersamanya pagi ini memunculkan diri sambil membawa kepala Tommy dan dilemparkan di bawah kaki J.J.
Mata J.J bergetar hebat melihat Tommy telah mati terpenggal. Ia menatap tidak percaya dengan Oxe yang berdiri di hadapannya.
"Biar ku beri sesuatu yang menarik. Dalam sepuluh menit ke depan bom yang sudah terpasang di rumahmu akan meledak."