Chapter 23. I Save Me

39 13 0
                                    

Perasaan aneh mulai menyeruak saat tubuhku tak lagi menapak pada bumi. Seperti menaiki wahana pemacu adrenalin, aku merasa bahwa aku bisa jatuh kapan pun. Meskipun Soobin mengapitku dalam lengannya, aku masih memejamkan mata, pura-pura buta. Lebih baik tidak melihat apapun daripada menyaksikan sesuatu yang mengerikan.

Tanganku terkepal dengan tegang di atas dadaku sementara kuletakkan kepalaku pada tubuh Soobin sepenuhnya. Malaikat ini sama sekali tak berbicara. Meskipun ada kehangatan yang datang dari tubuhnya, aku sama sekali tak mendengar detak jantung yang membuatnya hidup. Hidup atau tidak, Soobin bukanlah manusia. Mengetahui satu fakta itu membuatku menahan pusing dan mual saat kami semakin jauh dari bumi.

Soobin mungkin tak bisa merasakannya secara langsung, mungkin pula dia hanya asal bicara untuk membuatku nyaman. Akan tetapi aku bersyukur dia masih menanggapi diriku sebagai manusia.

"Santai saja, aku tidak akan membiarkanmu terjatuh." Dia hanya mengucapkan kalimat itu dengan tegas seperti biasanya. "Atau kau ingin kujatuhkan agar kau bebas dari segala beban duniawimu?" Pertanyaan bak pilihan itu diungkapkannya selirih mungkin. "Aku ingin membawamu dengan teleportasi, tetapi kupikir itu adalah pilihan yang buruk. Kita tidak pergi terlalu jauh dan kau akan lebih mual daripada saat ini. Jadi tahan rasa takutmu untuk sejenak. Aku tidak tahu kau punya phobia ketinggian."

Selama dia mengoceh, aku hanya mengatupkan mulut. Bahkan kelopak mataku sama sekali tak terbuka. Udara dingin yang menghantam kulitku cukup untuk memberitahu bagaimana kondisi langit saat ini, mendung. Itu saja cukup untuk membuatku enggan menatapnya.

"Kau sedang berada di masa tersulit, bukan begitu?" tanyanya tiba-tiba saat kupikir dia tak lagi mau bersuara. "Setidaknya jawablah, singkat pun tak apa."

Bukannya tidak mau, hanya saja aku tidak bisa menjawab. Hendak membuka mulut saja, aku malah menggigit bibirku ketakutan.

"Baiklah. Aku memang bukan Jibril. Aku tidak memberimu petuah. Tetapi aku bisa memastikan satu hal, Sol Ahn." Soobin menjeda perkataannya sampai satu kepakan sayap naik dapat kurasakan. "Dunia ini kejam."

Tanpa kau beri tahu pun aku sudah tahu!

Tiba-tiba aroma wangi tubuhnya menusuk hidung manusiaku. "Kau bukan nabi atau rasul. Kau adalah manusia biasa. Apa pun yang terjadi, kau harus berusaha dan menghadapinya dengan tanganmu sendiri. Tuhan bahkan tidak memberimu mukjizat pun mengulurkan tangan-Nya dengan dermawan. Tidak ada yang membantumu. Akan tetapi aku bisa menjamin bahwa Dia memberi cobaan yang tidak melebihi kemampuanmu." Ucapan Soobin seolah bercampur bersama udara yang segera kami tinggalkan. Kehangatan yang tersalur dari kulitnya semakin terasa saat dia memelukku lebih erat. "Tidak ada yang membantumu, Sol Ahn. Entah aku, malaikat pengawas itu, bahkan Hueningkai. Tidak ada. Namun jangan sekali pun berpaling dan mencium kaki iblis."

Aku terdiam, mencoba mencerna kalimat yang dia ucapkan juga mencari makna tersembunyi seperti alasan mengapa dia berbicara seperti itu. Akan tetapi aku tak menemukan apa pun. Kecuali rasa hangat saat keheningan perlahan berubah menjadi keributan.

Mataku terpejam saat mendengar keramaian yang semakin mendekat. "Kita sudah sampai," ucap Soobin saat kakinya dengan ringan menyentuh bumi. Dia menyimpan kembali dua pasang sayap putihnya dan menurunkanku dari gendongannya.

Aku sempat pusing saat kembali menyaksikan daratan. Tampaknya kami mendarat di daerah dekat rumahku. Lebih tepatnya gerbang pemakaman depan rumah. Kami dipisahkan oleh jalanan yang sepi dan satu baris pepohonan. Melihat kerumunan di dekat rumahku, aku segera berlari tanpa menghiraukan kondisi kakiku yang masih melemah. Saat aku semakin dekat, dapat kulihat puncak kepala warna merah menyambutku dengan pelukan.

"Ke mana saja kau?" tanya Taehyun dengan cemas. "Kenapa kau tidak menceritakannya padaku? Atau langsung melaporkan pada polisi? Kenapa kau menghilang? Kenapa kau tidak bisa dihubungi?" Rentetan kalimat itu membuat napasku sesak. Aku tidak tahu harus menjawabnya dari mana. Kupikir Taehyun akan menuntut lebih banyak, tetapi dia malah memelukku dengan erat, seerat yang bisa dia lakukan. "Aku sangat mencemaskanmu," bisiknya.

Tak lama kemudian datang dua orang polisi ke arah kami, membuat Taehyun mau tidak mau melepaskan pelukannya. Sementara aku masih kebingungan dengan apa yang terjadi. Aku menatap dua polisi itu dengan penuh tanya, bahkan Taehyun yang menjadi pilihan pertama atas jawabanku malah mengalihkan pandang jauh ke belakangku.

"Kami dari kepolisian." Mereka menunjukkan kartu yang tergantung di leher mereka. "Apa kau Park Sol Ahn?"

"Y-ya," jawabku tergagap.

"Bisa ikut kami sebentar?" Melihat kerutan di dahiku, salah satu dari mereka meneruskan. "Park Do Won menyerahkan dirinya pagi tadi atas kasus pembunuhan."

Entah berapa kali jantungku seolah berhenti berdetak hari ini. Masih setengah hari berlangsung dan aku sudah diintip oleh kematian berulang-ulang. Tuhan sayang sekali padaku sampai memberikan banyak kejutan. Aku mengangguk pelan pada dua polisi yang menunggu reaksiku.

Taehyun tiba-tiba memegang tanganku dan berkata, "Semua akan baik-baik saja, Sol Ahn." Tatapan cemasnya tidak berubah, sarat akan perasaan yang beberapa jam terakhir tidak kutemukan. Seperti diriku, Taehyun adalah manusia. Senyum lemas kuberikan sebagai tanggapan atas simpatinya.

Saat aku hendak berjalan mengekori pihak berwajib, aku melihat Hueningkai di sudut mataku. Aku sempat menoleh ke arahnya sejenak. Dia tampak berlari mendekati Soobin diikuti oleh Beomgyu. Tiga malaikat itu melihatku pergi dengan tatapan datar. Seharusnya begitu.

Night Talks || HueningkaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang