Chapter 9. This Eyes Tell Everything

71 31 9
                                    

"Jadi begitu?" tanya Taehyun padaku setelah mendengarkan ceritaku dari awal sampai akhir. Pemuda itu masih menggunakan apron coklat tua dengan bordiran K di bagian dada kiri. Dia menyandarkan kepalanya pada gagang pel dan menatapku santai. "Pantas saja, tadi pagi ibuku panik karena ada mobil polisi datang ke sebelah rumah."

Kuseruput cappucino hangatku dengan tatapan kosong pada jalanan dari lantai dua K cafe and bakery. Aku tak bisa berpikir barang sedetikpun saat ini. Otakku sudah mau meledak bersamaan dengan rasa kantuk yang menyerang. "Baru setengah hari dan aku sudah sangat lelah," keluhku.

"Aku bisa meminjamkanmu kunci rumah jika kau mau tidur di sana," ujar Taehyun kemudian.

Aku menggeleng lemas. "Tidak, tidak perlu. Ngomong-ngomong kenapa kau tidak bekerja dan malah berdiri di sana mendengarkan ocehanku?"

"Ah, Sol Ahn. Aku sudah selesai membersihkan seisi kafe. Memangnya apalagi yang bisa ibuku suruh?" Taehyun meletakkan pelnya di sisi meja dan menarik kursi di depanku.

Namun sebelum dia duduk, teriakan menggema dari lantai bawah. "Taehyun! Ada lampu yang bermasalah di sini!"

"Aish!" Wajahnya tampak kesal dan dia membalas teriakan wanita yang notabene ibunya. "Iya, aku akan segera ke sana!" Suaranya lantang menggema di telingaku. "Tunggu. Aku akan menemanimu sebentar lagi." Dia menyatukan kedua tangan di depan muka dan segera pergi membawa pelnya menuruni tangga.

Kuembuskan napasku seraya bersandar pada kursi rotan yang amat nyaman. Aku terpejam sejenak dan merasakan embusan angin membelai kulitku. Embusan yang sangat lembut, sangat berbeda dengan angin yang mengikuti Hueningkai.

Tunggu, kenapa aku jadi memikirkan lelaki berengsek itu? Kenal saja tidak. Akan tetapi aku suka kelopak mata yang memiliki lipatan, juga bulu mata yang begitu lentik. Oh, jangan lupakan tatapan yang teduh itu. Senyumnya juga tak bisa kuhapus dari pikiranku begitu saja. Rasanya sangat manis hanya dengan melihat rupa itu sekali lagi.

Tidak, tidak, tidak.

Aku tidak ingin melihat Hueningkai. Dia hanyalah pemuda halu pembawa masalah. Mentang-mentang wajahnya setampan bintang film, dia bisa mengklaim bahwa dia adalah malaikat? Tidak mungkin. Malaikat mencuri pakaian dan sepatu? Mana ada hal seperti itu di dunia ini.

Dia adalah kriminal, Park Sol Ahn. Kriminal.

"Huh, benar dia hanyalah orang asing," gumamku sebelum akhirnya jatuh dalam mimpi.

Aku terbangun dari tidurku setelah puas bermimpi menari di taman bunga bersama seorang laki-laki yang hanya tampak siluetnya. Yang kutahu, dia menggunakan mahkota bunga berwarna-warni. Apakah itu simbolisme raja? Entahlah, aku enggan berpikir. Kami menari dengan begitu bahagia. Jemari kami saling bertautan. Sampai kebahagiaan itu lepas karena guncangan dan duri-duri tajam yang mencuat dari dalam tanah, menghancurkan taman bunga tersebut dan menyisakan darah dari laki-laki bermahkota.

Mimpi yang mengerikan, pikirku.

Kurentangkan kedua tanganku untuk meregangkan tubuh yang terasa begitu berat. Jika bukan karena warna yang mencolok mata, aku tidak akan tahu ada jaket kuning berlubang-lubang yang menyelimuti tubuhku.

Oh, sial, Hueningkai.

Entah kenapa, hanya namanya yang tertulis di benakku saat ini. Pusing yang tiba-tiba datang, memaksa emosi untuk memenuhi pikiran jernihku.

"Taehyun," panggilku. "Kang Taehyun!"

Mendengarku berteriak, lelaki berambut merah itu menaiki tangga dengan tergopoh-gopoh. Mukanya mengekspresikan kata ha? dengan begitu baik.

"Apa ada seseorang yang naik saat aku tidur?" tanyaku sambil meremas jaket curian Hueningkai.

Taehyun mengendikkan bahu. "Tidak tahu, aku tidak begitu memperhatikan. Tadi kafe sempat ramai karena ada dua orang tampan di lantai bawah."

Kukernyitkan dahiku. "Siapa?"

"Satu orang memakai kemeja pink pudar satunya lagi memakai pakaian rombeng."

"Oke, sudah pasti itu mereka," gumamku. "Di mana mereka sekarang?"

"Sudah pergi." Mendengar jawaban Taehyun, tubuhku melemas. Setengahnya karena aku lega, setengahnya lagi karena kesal. Kenapa dia tidak menungguku bangun dan membiarkanku menampar mukanya sekali saja? "Tapi," tiba-tiba Taehyun melanjutkan ucapannya, "salah satu dari mereka menitipkan ini." Di ujung jemari Taehyun terdapat sepucuk surat yang dilipat sampai begitu kecil.

Kusambar lembaran itu dan langsung kubaca.

Park Sol Ahn. Itu namamu, kan? Aku Choi Soobin. Kau bisa menganggapku kakak Hueningkai, pemuda bodoh yang menguntitmu seharian ini. Tolong maafkan dia. Aku tahu kau adalah manusia pemaaf, sama seperti Tuhanmu yang Maha Pemaaf.

"Apa isi suratnya?" Kang Taehyun langsung mengambil surat yang hendak kuremas. Dia membacanya dengan cepat seraya mengerutkan dahi. "Aku punya firasat buruk akan surat ini. Boleh kulihat sebentar?" Taehyun menatapku tajam.

Kuanggukkan kepala. "Terserah kau. Isinya cuma siraman rohani singkat."

Kang Taehyun memejamkan mata sebentar dan membukanya kembali. Pandangannya begitu fokus pada tiap tulisan yang terukir dengan tinta berwarna biru tua di sana. Menunggunya menerawang sama saja dengan menunggu senja tiba, begitu lama. Sampai tubuh lelaki itu nyaris terpental ke belakang karena kaget.

"Apa? Apa? Kenapa?" Aku ikut kaget melihat reaksi Taehyun.

Dengan cepat, dia meletakkan kertas itu di meja dan menatapku lekat-lekat. "Mereka, mereka bukan manusia?"

"Sumpah, aku baru saja mengatakan padamu tadi bahwa aku diikuti oleh pemuda setengah bule yang sangat aneh. Dan dua orang tampan yang ada di bawah tadi adalah dia dan kakaknya. Kau paham maksudku, kan? Bagaimana mungkin mereka bukan manusia?" Kukatakan rangkaian kalimat itu dengan cepat seraya memutar bola mataku. Lalu tiba-tiba kulirik Taehyun. "Jangan bilang kau insecure karena mereka lebih tampan dan tinggi dibandingkan dirimu."

"Heh!" Lelaki 177cm itu mendorong pundakku. "Tentu saja tidak. Aku sangat percaya diri bahwa aku lebih good looking daripada mereka berdua. Tapi serius, Sol Ahn. Kupikir mereka bukan manusia." Taehyun meyakinkan diriku lagi.

Mulutku mengerucut, "Kipikir miriki bikin minisii," ejekku. "Coba pikirkan dengan otak peringkat satumu itu. Mana ada malaikat menguntit, mencuri pakaian, dan memeluk perempuan tanpa izin pihak yang bersangkutan? Jika ada, katakan padaku di mana?"

"Tadi, di lantai bawah." Cara Taehyun mengatakannya dengan datar dan begitu santai membuatku ingin menjambak rambut merahnya. Namun satu-satunya temanku ini tak pantas menjadi pelampiasan atas kekesalanku pada rangkaian hal-hal aneh yang terjadi seharian ini. Cukup dengan memicingkan mata padanya tanpa membuat ekspresi yang berlebihan, dia akan menelan ludahnya. Seperti sekarang ini. "Se-serius. Aku melihatnya."

Oke, dia menelan ludah, tapi tidak menarik kata-katanya. Terserahlah. Kuangkat pantatku dari tempat yang kududuki seharian ini. Meninggalkan kafe ini saat senja mulai berakhir sepertinya adalah pilihan yang tepat. Walaupun terkadang menyebalkan dan cukup pedas ucapannya, Kang Taehyun adalah teman yang baik. Terlampau baik sampai aku enggan menumpahkan semua masalahku padanya. Aku bahkan tidak menceritakan bahwa aku mencoba bunuh diri dan melihat ilusi antara hidup dan mati.

Bukannya aku tidak percaya pada sohibku itu. Hanya saja, kupikir dia bukan orang yang bisa kuberitahu soal itu.



















°•°•°•°•°•°

Jika kalian agak kesel sama Sol Ahn, percayalah, aku yg nulis aja rada kesel euy ....

But yep, here, Kang Taehyun selca for your better day 🎉

Hope u like it! Don't forget to hit the star button <3

See ya in 5 minutes!

Night Talks || HueningkaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang