"Aku terlalu lama berada di atas awan sampai menjejak di bumi pun terasa menyakitkan." Hueningkai menelan ludahnya dengan susah payah seolah melahap realita yang terpaksa diprosesnya.
Aku mencoba mengusap punggung lelaki ini dengan lembut, mencoba menenangkan dirinya. "Kau tak apa?" tanyaku dengan iba.
"Tidak apa-apa. Ini hanya bagian kecilnya saja." Tiba-tiba Hueningkai menghentikan tanganku dan menggenggamnya. "Aku malah khawatir akan dirimu. Apa kau baik-baik saja?"
Kuputar bola mataku setelah tawa sinis. "Kau pikir aku siapa?"
"Manusia biasa bernama Park Sol Ahn. Tidak punya kekuatan dan sering salah sangka," jawabnya sambil tertawa cerah.
"Sebegitu rendahnya aku di matamu? Kau bahkan tidak menyebutkan kelebihanku." Kutarik tanganku dengan paksa sebagai bentuk protes, tidak terima atas perkataan Hueningkai. Akan tetapi, dengan dengusan malas, pemuda itu mendekatkan wajahnya dan menatapku tajam.
"Aku sudah menyebutkannya," ungkapnya.
Getaran suaranya membuat tubuhku merinding dan otomatis mundur sampai bisa kurasakan dinginnya tembok di punggungku. Aku berkedip dengan cepat karena otakku berhenti berproses. Suhunya terlalu panas. Terlebih ketika Hueningkai mempersempit jarak antara kami hingga hanya tersisa ruang untuk bernapas.
"Kau manusia, Sol Ahn. Itu kelebihanmu." Dia berkata dengan nada yang rendah, seolah berbisik pada angin. Netra kecoklatannya masih merogoh ke dalam diriku dan menyalakan tuas pesta yang ada di baliknya.
Aku bisa merasakan kembang api meletup-letup di atas kepalaku yang berhenti melakukan tugasnya untuk berpikir. Tubuhku bahkan mematung. Mataku melebarkan irisnya dengan otomatis saat mendengar ucapan Hueningkai. Diiringi tabuhan dari jantungku yang semakin meronta kelelahan, keringat mulai terbentuk di dahiku.
Tiba-tiba, pemuda yang memaksaku bersandar pada tembok menjauh dan bangkit dari tempat tidur. Dia memalingkan tubuh dan berjalan santai ke arah pintu.
"M-mau ke mana?" tanyaku tergagap.
"Kamar mandi," jawabnya dengan tegas sembari melambaikan tangan. Tak lama kemudian, lelaki jangkung itu menghilang di balik daun pintu yang ditutupnya kembali.
Mendadak, aku memerosotkan tubuhku dan menutup wajahku dengan kertas naskah. Napasku berderu layaknya kucing yang diberikan kasih sayang oleh majikannya. "Oh, Tuhan! Jantungku! Bagaimana aku bisa bertahan jika terus seperti ini?" rengekku.
Sungguh, Hueningkai memang tidak bisa disebut sebagai manusia.
°•°•°•°•°
MAMPUS....
KAMU SEDANG MEMBACA
Night Talks || Hueningkai
Fanfiction"Halo selamat datang di podcast Night Talks bersama Sol Ahn dan ...." "Hueningkai!" "Malam ini kami akan menceritakan sebuah kisah ajaib." "Dengarkan baik-baik dan pejamkan matamu. Percayalah, jiwamu bagian dari para bintang." •°•°•°•°• Hueningkai x...