Chapter 10. Mortal Existence (1)

70 27 9
                                    

Aku belum sempat menanyakan detail apapun pada Soobin karena malaikat sialan satu itu malah memanggil nyonya pemilik kafe dan menyuruhnya mengganti lampu di atas meja kami. Dia memintanya dengan sopan layaknya pemuda yang menggaet semua kebajikan dalam dirinya. Sekali pun, dia tidak mengeluarkan tindakan yang terkesan buruk. Choi Soobin dalam bentuk manusia, sama persis dengan wujud malaikatnya. Terlalu suci.

Nyonya pemilik kafe yang memiliki rambut pendek sebahu itu berteriak ke lantai dua yang tampaknya masih diperbaiki, dirombak entah untuk apa. Tak lama kemudian, manusia berambut merah membara muncul dengan membungkukkan badan demi menghindari garis kuning yang dipasang di ujung tangga. Dia memakai apron yang serupa dengan nyonya pemilik kafe. Matanya berbinar dan cukup lebar. Begitu cerah sampai terasa aneh untuk seorang manusia.

Dengan muka yang ditekuk, lelaki itu melipir ke balik pintu khusus staf dan kembali bersama tangga alumunium.

"Permisi," ujarnya sebelum meletakkan tangga itu di samping kursi Choi Soobin, membuat malaikat itu berdiri dan memindahkan makanan kami ke meja yang lain. Tentu saja, aku juga berdiri dan mematung di pojok ruangan, terjepit antara meja, kursi, dan tangga.

Pemuda itu mengganti lampu dengan cekatan, seperti sudah biasa melakukan pekerjaan serupa. Namun, manusia tempatnya salah. Tidak mungkin tindak-tanduknya seputih bayi yang baru lahir. Tangan kanannya yang tengah melepas lampu, tiba-tiba licin, dia menjatuhkan dop lampu itu dan membuatnya pecah berserakan.

Tidak, tidak ada yang berteriak. Cerita para manusia itu terlalu dibuat-buat. Semua pengunjung hanya merasa sedikit kaget dan menoleh ke sumber kekacauan. Namun setelah itu, mereka kembali beraktivitas layaknya tak terjadi apa pun.

"Kang Taehyun!" teriak nyonya pemilik kafe dari balik etalase kue. Dia berniat memarahi anaknya dengan muka masam.

Akan tetapi, pemuda bermata cerah ini hanya menanggapinya dengan dengusan. "Sial...." Dia pikir, tidak ada yang mendengarnya tapi tentu saja aku mendengar umpatan pemuda itu. Dia mengacuhkan ibunya dan turun. "Maaf, salahku. Apa kau tidak apa-apa?" tanyanya pada Soobin.

"Ya, aku tidak apa-apa," jawab Soobin.

Pemuda bernama Kang Taehyun itu tersenyum lebar dan menatap Soobin beberapa lama sebelum kembali naik dan memasang dop lampu yang baru. Dia melakukannya dengan cepat seperti melupakan kesalahannya beberapa menit lalu. Setelah mengganti lampu, segera dia bersihkan kaca-kaca yang berserakan di lantai.

Ketika semuanya beres, pemuda itu menatapku dan Soobin sekali lagi. Kali ini bergantian dengan mata lebarnya yang berbinar-binar.

"Maafkan kecerobohanku," ujarnya.

Aku hanya menganggukkan kepala dan berpindah tempat ke meja di sebelah Soobin. Soobin pun juga demikian, dia terdiam cukup lama, menikmati cake-nya sebelum mengangguk puas. Entah karena rasa manis yang bergumul di mulutnya atau dia benar-benar memaafkan manusia itu.

Kang Taehyun pun pergi dengan membawa tangga dan menghilang di balik pintu khusus staf. Ibunya menepuk pantatnya pelan ketika pemuda itu berjalan, menimbulkan gelak tawa yang ceria dari bibirnya.

Awalnya aku tidak menyadari hal ini. Akan tetapi, ketika aku menoleh ke arah Soobin, malaikat itu selalu mencuri pandang, memperhatikan manusia berambut merah tadi dengan mata pengawasnya.

"Ada apa?" Aku mencoba mencari tahu dan tidak mengharapkan jawaban apapun dari Choi Soobin mengingat dia adalah mata yang paling sulit dibuka mulutnya. Sekalipun kutawarkan informasi paling rahasia dari intel yang telah tewas, Soobin hanya akan tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Sedetik kemudian, dia akan memberikan siraman rohani yang kembali mensucikan cahaya di dalam diri para malaikat. Percayalah, aku sudah pernah mencobanya.

Begitu pun dengan kali ini. Malaikat ini hanya bergeming sembari memakan cake-nya dengan lahap, layaknya kelinci yang menikmati wortel favoritnya. Jadi aku hanya menyerahkan kalimatku tergantung di udara dan menyandarkan punggungku pada sofa berwarna coklat susu.

Desas-desus gossip yang disebarkan para manusia melalui mulutnya, memenuhi telingaku. Jujur, aku suka mendengarkan cerita tentang manusia. Para arwah mengisahkan hidup mereka dengan begitu menarik. Akan tetapi, saat ini, aku sedang mencari ketenangan. Terlebih ketika mengetahui apa yang mereka sebarkan. Bukan tentang azab atau karma, melainkan tentang dua orang pemuda yang mereka sebut sangat tampan dengan tubuh tinggi semampai sedang berada di satu kafe yang sama.

"Tempat ini akan segera ramai," gumamku pada diri sendiri. Kupejamkan mataku. "Soobin, kau tidak ingin pergi dari sini? Kurasa sebentar lagi kafe ini akan penuh." Andai saja suara lemasku itu tidak terpotong oleh nada-nada yang lebih ceria, Soobin pasti akan memutuskan untuk pergi.

"Permisi, pemilik kafe ingin memberikan dua potong kue sebagai permintaan maaf atas kelalaikan karyawannya." Suara Kang Taehyun kembali bergema, menutupi semua pembicaraan manusia lain. "Jadi, intinya aku bertanya, kue apa yang kau dan temanmu inginkan? Tentu saja, ibuku memberikannya secara gratis." Dia tidak tersenyum, tetapi rasa hangat menguar melalui nada suaranya.

Kenapa manusia selalu berusaha berbuat baik?

Kuhentakkan kakiku dan langsung berdiri. Aku yakin kini, mata seisi kafe tertuju padaku. Soobin menatapku dengan penuh tanya, menuntut adanya alasan di balik tindakan mencolok yang kulakukan. Masalahnya, sejak awal, aku dan dia sudah sangat mencolok. "Katamu aku bukan malaikat, jadi aku perlu toilet," ucapku ketus seraya melangkahkan kaki menuju ke salah satu pintu di sebelah tangga.

"Ah, kalau begitu Oreo cake?" Aku tahu Soobin mengatakannya dengan tersenyum lebar, seperti saat dia mendapatkan informasi penting atau melihat sesuatu yang menarik di dunia ini. Fakta bahwa dia mengacuhkanku demi sepotong kue, membuatku tersenyum masam.

Itu bagus. Karena tidak ada yang memperhatikanku saat ini kecuali para perempuan yang malu-malu kucing mengagumi wajah tampanku. Aku tidak keberatan ketika mereka melihatku berbalik dari pintu toilet dan melipir ke lantai dua seraya memberikan mereka senyuman, toh mereka bahagia akan tingkahku.























°•°•°•°•°

Halo, Irene di sini. Akhir-akhir ini tugas sekolahku banyak banget heueue. Nulis ini aja curi-curi waktu, makanya cuma dapet dikit. Hari ini nggak ada Behind Cut ya. Terus doakan aku bisa up bagian 2 secepatnya, sekalian sama Behind Cut //mau nangis

Maaf bangettttt T.T





Happy Birthday, Choi Yeonjun.

Niatnya mau sebutin Yeonjun di sini barengan sama ultahnya. Tapi mana sempat keburu telat~




See you soon!

Night Talks || HueningkaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang