- Behind Cut (15)

50 20 5
                                    

"Tubuhku melemas, dan untuk terakhir kalinya aku dapat merasakan beban di lututku yang kini menyentuh tanah sebelum seluruh dunia berubah menjadi gelap. Singkatnya aku pingsan," finalku setelah selesai bernarasi ria. Pengalaman itu masih membuatku bergidik ngeri. Energi yang kutabung dengan memakan snack rasanya hilang dalam sekejap hanya karena satu bab ini.

"Kenapa bagian akhirnya begitu?" Tiba-tiba Hueningkai bersuara tatkala aku hendak menjulurkan tangan untuk meraih sebungkus keripik kentang di laci bawah tempat tidur. Dia bertanya dalam keadaan terlentang seraya membaca lembaran yang telah dia cetak, mungkin menghafalnya. "Aku akan memotong kalimat terakhirnya."

"Kenapa?" tanyaku setelah mendapatkan snack kemudian membuka bungkusnya sesegera mungkin.

"Tidak estetik. Ceritamu sudah mendayu-dayu tentang fantasi yang mengerikan kemudian kau menjatuhkannya ke realita, seakan.... Oh ayolah! Ingat, fantasi. Setelah chapter satu, akhirnya kau membaca fantasi lagi. Ahahahaha." Lelaki itu mengakhirinya dengan tawa yang menggema. Meskipun telingaku agaknya menolak getaran suara itu, aku bersyukur karena mood-nya sudah membaik.

Tak lama kemudian dia bangkit dan menyambar snack yang kupegang. "Aku baru makan satu...," gumamku. Namun sepertinya Hueningkai tidak mendengarnya. Dia meneruskan penjarahkan makanan ringan milikku dan memasukannya ke mulut sampai nyaris penuh. Tindakan itu meninggalkan setengah perasaan kesal di dadaku ketika menyaksikan seberapa banyak bagian yang telah dia habiskan. Kemudian, pemuda itu menuangkan segelas penuh cola sebelum meneguknya sampai habis. Aku tak bisa menyembunyikan ekspresi heranku.

Setelah tarikan napas panjang, Hueningkai bersuara, "Yak! Mari kita mulai." Dia merobek beberapa lembar naskah yang dipegangnya kemudian melipat kertas tersebut.

"Kok?" Oke, aku ingin protes lebih jauh lagi, tetapi Hueningkai langsung menatapku dengan tajam setelah memasukan lipatan tersebut ke kantong piyamanya.

"Sstt...." Lelaki manis ini meletakan telunjuknya di depan bibir dan mengedipkan sebelah mata. Jantungku, tolong, rasanya seperti senam aerobic yang memacu detak jantung. Pertanyaannya, apakah situasi ini baik untuk kesehatan jantungku? "Jangan bicara, oke?"

Suaranya yang setengah berbisik membuatku ingin menenggelamkan diri di balik selimut seperti sebelumnya. Ah, aku bahkan tidak tahu sampai kapan aku bisa bertahan. Apalagi ketika Hueningkai mulai menarasikan kata-kata yang puitis. Dapat kurasakan, kepalaku memanas dan menjadi semerah tomat di bagian pipi.





















































°•°•°•°•°•°

Halo, Irene di sini.

Night Talks sudah menginjak 15 Chapter, yey! (Behind cut itu cuma tambahan saja sih sebenarnya.)

Terus aku mau bilang makasih buat yang sudah support aku, komen, vote, atau apa pun. Makasih banyak!!

Tentu saja work ini masih jauh dari kata sempurna dan aku menyadari banyak banget plot hole yang bikin aku geregetan tiap baca ulang. Tapi aku memutuskan buat ngebiarin. Editing-nya kalau Night Talks udah tamat. Jadi maaf kalau banyak hal yang bikin bingung 🥺

THANK YOU SO MUCH 😘🥰


















Astaga hampir lupa. Mau kasih pengumuman. Karena aku sering ketimpuk tugas sekolah dan tugas rumah, Night Talks up seminggu sekali ya, setiap Kamis 🥺
Maaf bangetttttt

- Irene
Author yg tdk tahu diri

Night Talks || HueningkaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang