4. in the midnight

3.6K 284 10
                                    

Selamat baca. Jangan lupa vote komen!

Gue menatap punggung polos Sekala dari kasur. Ini sudah jam 2 pagi dan gue terbangun lantaran mendengar dering ponsel yang sepertinya milik Kala. Cowok yang sedang menghisap nikotinnya itu tampaknya tidak menyadari kalau gue terbangun. Hingga akhirnya gue bergerak turun dari kasur, baru lah Sekala menengok.

"Loh, kok bangun?" Tanya Kala, cowok itu buru-buru mematikan rokoknya setelah tahu gue terbangun.

Ini salah satu yang gue suka dari Kala, cowok itu tahu bahwa gue benci asap rokok.

"Tadi denger suara hape, punya lo ya?" Tanya gue balik, sambil mengikat rambut, berniat mengambil minum karena gue benar-benar haus.

Sekala mengangguk, "iya, tadi Sesha nyepam. Sorry, gara-gara gue lo jadi kebangun."

"Santai, gue emang suka kebangun kalo jam segini."

Sekala terdiam, cowok yang tadinya berdiri di depan jendela itu kembali duduk di kasur, menatap gue yang tengah meminum air dari kulkas.

"Mau minum juga?" Tawar gue, Kala menggeleng.

Gue pun mengendikan bahu lalu kembali ke kasur, menyalakan tv untuk menonton Netflix.

"Kenapa Sesha nelpon lo?"

"Tadi dia ke apart gue terus gue nya gak ada, dia kalap dan yaaa akhirnya nyepam deh."

Gue terkekeh pelan. Tidak heran sebenarnya saat ada seorang gadis yang segitunya pada seorang Sekala, dilihat dari manapun dia hampir sempurna. Tampan, pintar, orangtuanya kaya, dan juga mudah bergaul. Sebenarnya, Kala akan sangat sempurna jika bersanding dengan Sesha. Sayang Sesha agak sedikit gila.

"Dia nanya lo dimana?"

"Iya."

"Terus lo jawab apa?" Tanya gue mulai kepo.

"Ya gue jawab aja lagi nginep di rumah selingkuhan. Terus dia ngamuk deh."

Gue melotot mendengar jawaban Sekala, alasan macam apa itu?

"Tenang, itu kan cuma bohong, gak usah takut. Lagian lo kan bukan selingkuhan gue, lo tuh temen gue." Katanya sambil merangkul bahu gue.

"Eh, besok gue mau futsal sama temen SMA. Ikut yuk?" Ucap Sekala lagi.

Tidak biasanya dia menawarkan gue hal semacam ini. Apalagi untuk bertemu dengan teman lamanya.

"Nggak deh, gue gak mau ya nanti Sesha tau terus gue diapa-apain."

Karena nyatanya, gue memang takut Sesha tau tentang kami. Bisa makin hancur reputasi gue, meskipun gue lebih dulu seperti ini dengan Kala, tapi tetap. Sudah gue bilang kalau Sesha itu setengah gila. Meskipun di luar kelihatan biasa saja, tapi dia tidak akan membiarkan orang yang mengusik hidupnya tenang.

Loh, tapi kan gue tidak pernah mengusik? Ah, tetap saja.

"Beneran nih nggak mau? Padahal kapan lagi lo gue ajak jalan."

"Itu bukan jalan, Kala. Itu nemenin lo futsal. Lagian nemenin orang futsal tuh boring banget tau." Balas gue, lalu menyandarkan kepala gue pada bahu Kala. Cowok itu malah menarik kepala gue untuk bersandar pada dada bidangnya.

Bayangkan, lo bersandar di dada bidang seorang Sekala Bumi, apa tidak melebur?

"Ajak Sesha aja." Lanjut gue.

"Males." Decih Kala.

Gue terkekeh, lalu menyamankan posisi gue, menatap pada dada bidangnya yang terdapat sebuah tato berbentuk bintang, kecil namun indah. Gue membawa jari-jemari gue untuk mengusap permukaan tato Kala, membuat cowok itu ikut melihat kesana. Sekala menangkap tangan lalu digenggam, membuat gue mendongak dan pandangan kami bertemu.

Kita Ini Apa? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang