13. lagi-lagi hujan

1.7K 289 17
                                    

Wah, chapter kemarin sepi yaaa padahal aku pengen tau pendapat kalian.

Semoga chapter ini rame deh ya hehe. Ayo vote komennya yang kenceng.


....

Waktu sudah menunjukkan pukul 21 lebih 15 menit ketika gue mengecek jam di ponsel, melirik pada hujan yang belum juga reda dari bangku di depan mini market yang gue duduki ini. Karena lupa membawa payung, gue jadi terjebak hujan seperti ini, sebenarnya gue memang tidak memperkirakan bahwa hujan akan turun, mengingat tadi siang sangat panas.

Gue berdecak sambil sesekali mengecek ponsel gue, menunggu notifikasi dari seseorang yang janjinya akan menjemput gue malam ini. Iya, Sekala Bumi. Tapi, sepertinya cowok itu melupakan janjinya karena terlalu asik bersama dengan Sesha.

Bentar, makan malam keluarga. Apa mereka akan membicarakan soal hubungan Sesha dan Sekala ke depannya? Apa mereka akan menikah muda setelah ini? Mengingat orang tua mereka yang begitu ngebet.

Ada rasa nyeri di hati gue memikirkan hal itu, tapi sedetik kemudian langsung sadar. Gue bukan siapa-siapa dan gue tidak berhak untuk merasakan hal seperti ini.

Lagipula, kenapa sih gue harus suka Sekala? Padahal sejak awal kami menerapkan bahwa hubungan antara gue dan Sekala bukanlah apa-apa dan jangan sampai ada perasaan apapun di antara kita. Karena kami berdua tidak ingin mendapat resiko di kemudian hari.

Dan gue salah, gue juga kalah oleh permainan yang gue buat sendiri, gue yang terlalu yakin bahwa tidak akan jatuh lebih dulu pada Sekala, malah seperti ini.

Beberapa hari ini gue memang sedang memikirkan untuk berhenti. Memang tidak ada yang menguntungkan dari semua ini selain saling menghangatkan di atas ranjang. Gue juga tidak ingin perasaan gue semakin dalam pada Sekala dan harus merasakan sakit yang lebih saat melihat cowok itu bersama Sesha.

Ya, sepertinya keputusan gue sudah bulat. Gue akan menyudahi semua ini.

Gue terperanjat saat merasakan ponsel di genggaman gue bergetar, yang ternyata telepon dari Karina.

"Halo, Thaaa. Dimana? Kok lo gak di kamar sih?" Begitu tanya Karina saat gue mengangkat panggilannya.

"Iya nih, gue kejebak hujan di mini market, lupa bawa payung. Padahal niatnya cuma beli camilan doang anjir, udah hampir tiga puluh menit."

"Lah si anjir kasian bener lo hahaha." Bukannya prihatin, Karina malah tertawa. Memang dasar teman laknat.

"Rin, lo kalo nelpon cuma buat ngetawain gue mending matiin deh, gak guna sumpah." Cerca gue.

"Eitsss kok ngamook." Balas Rina dengan kekehannya. "Gue tadinya mau minta pembalut anjiir, stok gue udah habis terus ini lagi deres-deresnya, eh lo nya malah gak ada."

"Ambil aja di kamar, gak gue kunci kok."

"Owkay! Gue emang udah di depan kamar lo sih hehe."

Gue mencibir. Saat akan membalas ucapan Karina mata gue malah menangkap sesosok cowok bertubuh mungil tengah kesusahan mendorong motornya yang mogok di tengah hujan.

Gue melotot ketika menyadari siapa sosok cowok dengan kaos berwarna putih yang memakai Apple watch di lengannya.

"Eh, Tha. Si S—"

"RENDHIKA!"

....

Hujan sudah berhenti, benar-benar berhenti saat gue melihat Rendy yang tengah mendorong motor matic besar dengan lutut, lengan serta wajah yang penuh luka. Tentu gue kaget dan buru-buru menghampiri Rendy saat itu juga.

Kita Ini Apa? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang